Regional

Tanah Adat Leuweung Leutik di Kuningan, Kini Punya Sertifikat

BOGOR-KITA.com, KUNINGAN – Tanah adat Leuweung Leutik di Kuningan yang berlokasi di Kabupaten Kuningan, jawa Barat tak kunjung selesai dipersengketakan. Tanah adat yang telah ada sejak zaman pendiri masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, yang pada dahulu kala merupakan tanah hutan yang dijadikan oleh Pangeran Madrais sebagai salah satu tempat persembahyangan, menurut penuturan Santi Chintya Dewi, salah seorang tim advokasi Masyarakat AKUR, sudah memiliki sertifikat. Berikut penuturan Santi Chintya Dewi kepada BOGOR-KITA.com, Mingggu (7/6/2020). (Redaksi).

Tanah Leuweung Leutik sendiri merupakan tanah adat yang telah ada sejak zaman pendiri masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, yakni Pangeran Madrais, yang mana pada dahulu kala merupakan tanah hutan yang dijadikan oleh Pangeran Madrais sebagai salah satu tempat persembahyangan. Dalam kelanjutannya, tanah Leuweung Leutik menjadi tanah hutan yang berfungsi sebagai hutan adat dan hutan penyangga resapan air. Pada tahun 1950-an sampai dengan 1970, beberapa perayaan seren taun masyarakat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur juga memanfaatkan sebagian hasil dari Leuweung Leutik sebagai hasil panen untuk perayaan seren taun.

Namun pasca meninggalnya Pangeran Tedjabuana (pimpinan masyarakat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur generasi ke-2), perlahan demi perlahan tanah Leuweung Leutik dikuasai sepihak oleh oknum pribadi tertentu.

Tanah Leuweung Leutik justru tidak lagi diberdayakan untuk kepentingan kolektif masyarakat adat, melainkan dimanfaatkan secara pribadi-komersil, dirusak lingkungannya, disewakan, dijadikan jaminan utang kredit ke Bank, dan dijadikan “objek waris keluarga”.

Baca juga  Kolaborasi SMA Pesantren Unggulan Albayan Bersama Dompet Dhuafa Bantu UMKM Pengrajin Lurik & Batik Jawa Barat

Hingga akhirnya tiba-tiba pada tahun 2012 muncul akta jual beli atas tanah tersebut, yang mana tanah leuweung leutik yang notabenenya adalah milik komunal masyarakat adat justru dijual kepada pihak lain. Atas akta jual beli tersebut, masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan kemudian menggugat masalah ini ke Pengadilan Negeri Kuningan.

Namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kuningan menyatakan dalam putusannya jika gugatan masyarakat adat tidak dapat diterima (N.O.), karena gugatan masyarakat AKUR Sunda Wiwitan tidak memenuhi syarat formil gugatan. Hingga kemudian diajukan upaya banding maupun kasasi, Pengadilan Tinggi Bandung maupun Mahkamah Agung RI tetap memperkuat putusan Pengadilan Negeri Kuningan.

Pasca putusan tersebut, masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan kemudian menempuh upaya lain secara non-litigasi dengan meminta adanya penetapan status hutan kawasan resapan air dan hutan adat, serta penetapan status masyarakat adat secara formil kepada Pemda Kab. Kuningan. Lewat upaya ini harapannya hak-hak masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan dapat tetap terjaga demi keseimbangan alam dan ekosistem kehidupan.

Meskipun belum ada perubahan status hukum tertentu terhadap tanah Leuweung Leutik pasca putusan gugatan perkara perdata tanah leuweung leutik dinyatakan N.O. di Pengadilan, namun upaya alih kepemilikan tanah komunal masyarakat adat justru terus dilakukan, salah satunya dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kab. Kuningan. Padahal di saat yang bersamaan, masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan sedang mengupayakan penetapan status hutan kawasan resapan air dan hutan adat, serta penetapan status masyarakat adat. Selain itu, masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan juga sudah meminta kepada pihak Kantor Pertanahan Kab. Kuningan maupun Bupati Kuningan agar menjamin tidak adanya penerbitan sertifikat di atas tanah Leuweung Leutik.

Baca juga  26 April: Tertular Baru di Jabar 45 Menjadi 907 Orang

Tak ayal akibat kurang cepatnya inisiatif politik Pemda Kab. Kuningan, pada 12 Februari 2020 Kantor Pertanahan Kab. Kuningan justru menerbitkan Sertipikat Hak Milik di atas tanah tersebut tanpa mempertimbangkan argumen dan keberatan dari masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan. Padahal sebelumnya dan di saat yang bersamaan, sudah ada banyak desakan terhadap Pemda Kab. Kuningan untuk melindungi dan menetapkan masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan, seperti desakan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berbagai organisasi-organisasi masyarakat sipil di level nasional, Komnas HAM RI, dan lain-lain.

Desakan kepada Pemda Kab. Kuningan juga muncul dari DPP PDI Perjuangan, dimana di saat yang bersamaan Bupati Kuningan sendiri merupakan kader PDIP Perjuangan yang semestinya memegang teguh nilai ideologi partai yang memiliki citra sebagai partai marhaen dan keberpihak pada rakyat kecil. Meski sudah didesak oleh DPP PDI Perjuang, hingga kini Pemda Kab. Kuningan belum juga memulai upaya formil dalam penetapan masyarakat adat AKUR Sunda Wiwitan.

Baca juga  Wagub Uu Puji Penanganan Covid-19 di Kota Depok

Lemahnya political wall pemerintah dalam melindungi hak masyarakat adat berserta hak kebudayaan serta spiritualnya, menjadikan masyarakat adat sangat rentan menjadi masyarakat konflik dan menggerus stabilitas tata nilai ketahanan kebudayaannya. Selain itu, perampasan hak masyarakat adat yang tidak ditangani serius oleh Pemerintah telah menjadikan adanya praktik impunitas, dimana hal-hal serupa cenderung akan terjadi lagi di waktu dan tempat yang berbeda.

Atas hal ini, maka Tim Advokasi Selamatkan Hak Masyarakat Adat dan Hak Lingkungan Hidup AKUR Sunda Wiwitan Cigugur yang diwakili oleh Santi Cintya Dewi, S.H. mengajukan gugatan sengketa tata usaha negara atas terbitnya Sertipikat Hak Milik No. 01673 Kelurahan Cigugur tanggal 12-02-2020 a.n. R. Djaka Rumantaka dengan Luas 6827 M2.

Dengan adanya upaya  ini, Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan akan berjuang untuk mempertahankan  tanah leuweung leutik serta menetapkan tanah leuweung leutik sebagai tanah masyarakat adat. Selain itu target strategis dari adanya gugatan ini adalah agar hak-hak masyarakat adat dilindungi, pengadilan berperan penting dalam melindungi hak masyarakat adat, serta mencegah adanya praktik perampasan hak masyarakat adat di lain tempat dan waktu di masa yang akan mendatang.

Bogor, 7 Juni 2020

Santi Chintya Dewi

Tim Advokasi Selamatkan Hak Masyarakat Adat Dan Hak Lingkungan Hidup Masyarakat Akur Sunda Wiwitan Cigugur.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top