Jaksa dan Penasihat Hukum Kompak Pertanyakan Soal Surat yang Tidak Jadi Bukti di Persidangan
BOGOR-KITA.com, CIBINONG – Sidang terdakwa BS pengusaha asal Bandung kembali digelar pada Selasa 9 Juli 2024 petang di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Dalam sidang itu terungkap mengenai awal kasus terjadi, bahkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pun dipatahkan dalam keterangan terdakwa tersebut.
Menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum mempertanyakan awal kronologi kasus ini, begitu juga penasihat hukum Bernhard SH dan majelis hakim yang diketuai oleh Zulkarnaen bertanya secara bergantian kepada terdakwa BS.
Dalam keterangannya BS menyebutkan bahwa uang Rp3 miliar dipindahbukukan dari H kepada rekening terdakwa BS merupakan hasil penjualan tanah di Gunung Pancar Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor milik Roy berdasarkan akta PPJB lunas.
Selama proses penjualan tanah kepada PT SC tersebut terdakwa mendampingi H yang telah mendapatkan pembelinya yakni PT SC.
Terdakwa BS di depan persidangan mengaku bahwa selama mendampingi H dalam proses penjualan tanah itu mendapat surat tugas dari pemilik tanah yakni R dan obyek yang diserahkan ke PT SC itu berdasarkan akte PPJB milik R, sehingga proses penjualan tanah itu diketahui oleh pemilik tanah.
Ketika ditanya bahwa pemindahbukuan uang Rp3 miliar itu apakah titipan atau penyerahan, terdakwa menerangkan bahwa proses pemindahbukuan itu menyatakan selama proses transaksi jual beli tidak ada bunyi kesepakatan antara H dan terdakwa. Jadi tidak ada berita dalam transaksi itu dan H pun tidak menyebut soal uang itu adalah titipan, jadi tidak muncul kata kata titipan dalam transkasi itu.
Jadi menurut terdakwa uang tersebut bukan titipan seperti yang didakwakan kepadanya tapi langsung ditransfer begitu saja karena uang itu merupakan uang hasil penjualan tanah milik iparnya.
Dalam sidang tersebut juga terungkap dan dipertanyakan oleh jaksa dan juga hakim serta penasehat hukum Bernhard bahwa ada surat pernyataan H selaku pelapor dibuat pada 8 April 2004 yang menyatakan hasil penjualan tanah yang ada dalam akta ppjb lunas dengan itu akan diserahkan kepada terdakwa BS.
Surat pernyataan itu menurut terdakwa dibuat langsung oleh H sebagai pelapor dalam kasus ini di kantor terdakwa di Bandung yang disaksikan oleh OS yang juga menjadi saksi dalam kasus tersebut yang menyatakan itu mengetahui proses pembuatan surat pernyataan itu.
Disayangkan Sikap Penyidik Tak Terima Bukti dari Terdakwa
Sementara itu usai sidang kuasa hukum terdakwa Bernhard S.H, menyatakan ada tiga poin yang harus digaris bawahi dari hasil keterangan terdakwa di persidangan, yakni soal tidak adanya isi berita acara pemindahbukuan uang Rp 3 miliar.
Kedua soal terdakwa yang ikut proses negosiasi dalam penjualan tanah itu mendapat surat kuasa dari R selaku pemilik tanah. Karena R dengan kesibukannya dan berdomisili di Bali, sehingga menyerahkan pengurusannya kepada B.
Ketika ditanya wartawan usai sidang, Bernhard menjelaskan soal bukti surat pernyataan H yang sudah diberikan ke penyidik di kepolisian namun diduga tidak diterima.
Dan di persidangan pun oleh jaksa dipertanyakan kepada terdakwa kenapa tidak diberikan surat pernyataan H surat akan menyerahkan semua hasil penjualan tanah itu kepada BS itu kepada penyidik. Terdakwa pun menjawab bahwa sudah diberikan kepada penyidik tapi tidak diterimanya.
Bernhard pun menyebutkan bahwa memang kliennya sudah memberikan surat pernyataan H itu kepada penyidik, tapi penyidik tidak merespons dan itu menurutnya salah satu bentuk framing yang dibangun oleh penyidik.
“Dugaan saya kalau surat pernyataan itu direspon oleh penyidik, tidak akan sampai persoalan ini ke persidangan,” ujarnya. Karena menurutnya surat tersebut bisa dikonfrontir mengingat ada dalam BAP kenapa tidak dikonfrontir. “Ini ada apa? ujar Bernhard tanda tanya besar.
Soal hal itu pun dipertanyakan oleh jaksa dipersidangan. “Jaksa saja menanyakan soal surat pernyataan itu kenapa tidak diberikan ke penyidik, faktanya klien saya memberikannya ke penyidik tapi tidak direspon, tentu saja jadi pertanyaan besar dalam perspektif hukum,” ujarnya.