Asal Mula Munculnya Nama Bantarkemang
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Bantarkemang. Daerah yang akan kita selusuri asal muasalnya, pada kurun waktu lima puluh tahun lalu merupakan daerah pertanian yang menghasilkan padi dan palawija dan buah-buahan.
Semua hasil bumi pertanian tersebut dibawa ke pasar terdekat yaitu Pasar Sukasari (Pasar Gembrong), dan sebagian lagi ke daerah Bogor. Tetangga terdekat daerah Bantarkemang adalah Katulampa Parungbanteng-Pamulaan (Pangawulaan atau Panggulaan).
Sekarang daerah tersebut telah berubah, dengan adanya perumahan (perumnas pertama tahun 1977) disusul Perumahan Katulampa serta perumahan mewah Pajajaran lndah.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat asli adalah bahasa Ibu/Sunda. Dalam pengucapan kata bila kita perhatikan ada irama serta diksi pada konsonan tertentu, dan kedengarannya memiliki nada rasa kebersamaan/penuh akrab, memang canggung bila didengar. Dialek ini tentu berbeda dengan dialek yang disampaikan oleh orang Leuwiliang dan Jasinga serta Cibadak.
Bila kita selusuri melalui alur sejarah, daerah Bantarkemang merupakan daerah terdekat dengan parit/bukit pertahanan Pakuan Pajajaran tahun 1433, yang melintas persis di atas Jalan Siliwangi, tepat pada dasar lahan Asrama Ekalokasari yang sekarang dibangun menjadi Plaza Ekalokasari.
Dasar lahan tersebut adalah dasar parit pertahanan kerajaan yang kini diratakan untuk kepentingan jalan dan asrama serta bangunan lainnya (masih bisa kita saksikan dari topografisnya).
Menurut sumber sejarah bahwa di daerah Bantarkemang terdapat punden dan situs pemujaan (Anis Jati Sunda – Sk. Pakuan) yang kini telah hilang tetapi bekas danau kabuyutannya masih ada dekat di bawah lapangan voli.
Kini danau itu masih tetap mengalirkan air bersih walau debit airnya berkurang drastis, digunakan dan dialirkan untuk kepentingan Asrama Pesantren Darul ‘Ulum/Assujaiyah sejak tahun 1913.
Ada nostalgia indah di daerah ini, disampaikan oleh KH. Sujai-Alm.1979, yaitu: penduduk daerah ini sebenarnya sangat dekat hidup dalam berkesenian buhun terutama seni tradisional Sunda. Yang berkembang di daerah yaitu seni pencak silat dan seni-kuda rengkong.
Upacara ritual dan sakral sebelum menanam padi dan sesudah panen selalu dilangsungkan serta hajatan/syukuran sehabis panen. Tokohnya adalah Aki Djahiyam almarhum, asal Kampung Ciburiatendah- Baranangsiang.
Kesenian yang ditampilkan selain rengkong adalah seni ronggeng gunung dan kuciah dan preman-preman dari daerah pedalam yang suka minta jatah uang gaco.
Apabila mereka tidak diberi, jangan heran mereka akan mencuri merampas beberapa alat gamelan, kemudian disembunyikan dan dilemparkannya ke dalam danau kabuyutan.
Tapi bila diberi uang gacoan alat kesenian tersebut diberikan, dan berlangsunglah keramaian itu tanpa ada gangguan, malah mereka ikut menari “ngalagu dan ngalege” (ngigel).
Kini suasana itu telah lenyap semuanya dihapus perkembangan zaman, dan tinggal kenangannya saja yang tersisa.
Sekarang kita bertanya mengapa daerah itu bernama Banterkemang?
Yang dimaksud bantar adalah aliran sungai yang deras, tapi dasarnya dangkal terlihat berbatu kerikil, dapat kita seberangi karena kedalaman airnya hanya sampai mata kaki, kemang (bahasa Latin: Mangifera foetida) adalah jenis buah dengan aromanya menyengat wangi dengan rasa daging buahnya manis atau asam.
Jadi jelasnya pohon kemang itu tumbuh dekat bantaran air kali Ciliwung. Letak tumbuhnya pohon kemang berada di bawah jembatan tembok dua jalur yang dibangun seperti kita saksikan sekarang.
Nama daerah yang memakai kata bantar antara lain adalah Bantarjati, Bantarkawung, Bantargebang di Jakarta, Bantarpeuteuy , Bantarpete.
Nama-nama ini mengacu pada keadaan lingkungan alam sekitarnya.
Begitu mudahnya sesepuh kita dahulu memberi nama daerahnya, mudah dikenang dan diingat bagi tamu yang baru datang. Dekat di situ yang ada pohon kemang dekat bantar walungan “kira-kira begitulah ucapan sesepuh dahulu.
Seorang yang bernama Jonathan Rigg Tahun 1863 dalam kamus Sunda – Inggris yang disusunnya, mengartikan Bantar dalam bahasanya: a fall in the course of a river where the water runs over a smooth bottom, and even surface.
“Dalam catatan sejarah ditulis, dua peneliti Belanda masing-masing bemama Scipio-Adolf Winkler dalam kepentingannya membuat peta antara tahun 1681-1690 saat menuju daerah Tajur dari Parung Angsana selalu melalui jalan yang sekarang masih ada yaitu daerah Bantarkemang Tonggoh (Atas) langsung menuju daerah Tajur Agung-melalui jalan desa Katulampa.
Mereka tidak berani menyeberangi Sungai Ciliwung langsung menuju daerah Kabuyutan Batutulis, oleh karena itu mereka berputar di daerah Tajur bawah menyeberang Sungai Ciliwung.
[] Admin/Hari/Disadur dari buku berjudul “Toponimi Bogor” karya budayawan Eman Soelaeman, atas seizin editor Dr Abdurrahman MBP.M.E.I.