Wisata

Asal Mula Munculnya Nama Bubulak 

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Bahagia masyarakat yang berada di daerah yang dilingkungi gunung, karena kesuburan tak lepas sepanjang tahun. Bahagia pula warga Bogor yang memiliki potensi berupa kenikmatan ini.

Banyak nama daerah yang diangkat sesuai dengan ekosistem dan topografis lingkungan yang mengitari daerah tersebut.

Nama-nama daerah yang mengilhami sesepuh pertama kita, mendiami sebuah tempat di mana keadaan tanah sekelilingnya memiliki keistimewaan tersendiri. Lahirnya nama-nama itu tidak lepas dari lambang daerah yang dimaksud yaitu; memiliki potensi lain dibanding dengan daerah terdekatnya.

Kita akui bahwa Jawa Barat memang daerah surga, kesuburan tanahnya, namun sayang tidak dimanfaatkan secara menyeluruh dan optimal, tanah yang subur digunakan maksud lain yang merusak habitat kesuburan tanah.

Nama-nama seperti Babakan, Situgede, Margajaya, Sindangbarang, Neglasari, Ciherang, kesemuanya nama lambang kesuburan daerah sekeliling tanah Bubulak yang kita bincangkan ini.

Sungguh sangat heran mengapa beras jadi ribuan rupiah harganya setiap liter, padahal lahan dan air begitu kaya kita miliki dengan kesuburan tanahnya melebihi daerah lain.

Baca juga  Dewi Sri dan Asal Mula Tanaman Padi

Tanah Bogor bukan untuk pengembang bangunan mewah, tapi sudah diperuntukkan bagi lahan pertanian. sesuai dengan kepemilikan lambang seperti Tugu Kujang.

Tanah Bogor yang agraris bukan untuk real estate kata orang, tapi untuk tanah perkebunan hutan dan sawah. Daerah perbukitan dan puncak serta tebing gunung bukan untuk bangunan persembunyian manusia kaya-mewah seperti jamannya kaisar Romawi, tapi diperuntukan tanah resapan air hujan.

Kembali kita uraikan tanah Bubulak yang tengah kita angkat, dan nama ini banyak dipakai untuk daerah yang terletak di bawah tebing.

Berpuluh daerah yang namanya Bubulak di Jawa Barat ini, semuanya seperti tadi kami katakan; ini adalah lambang kesuburan di mana tempat yang namanya bubulak itu merupakan lahan subur yang berada pada kelandaian tebing atau pasir (bukit: Sunda) serta keadaan lahannya berdekatan dengan aliran sungai dan orang Sunda bilang  yang dimakud “bubulak” lahan yang berada pada landainya sebuah gunung atau pasir.

Baca juga  Bogor Tempo Doeloe: Dulu Jembatan De Witte, Sekarang Jembatan Satu Duit

Sekarang jadi jelas  berapa bubulak yang kini menjadi lahan suburnya penduduk yang bermukim di sana.

Kesuburan tanaman hijau diganti dengan suburnya bangunan untuk berkembang-biaknya anak manusia.

Kesemuanya sudah tidak dapat ditolak memang begitulah keadaan sirkulasi alam yang diciptakan Tuhan.

Dalam pembicaraan tentang Bubulak ini kami tidak mengkhususkan nama satu bubulak saja, tapi kami angkat yaitu nama Bubulak ditinjau dari sudut lain yang terkandung dalam makna sebenarnya.

Karena seperti kita ketahui, bahwa daerah yang namanya “Bubulak” di wilayah kota Bogor lebih dari dua, sedangkan yang

terangkat namanya dua Bubulak saja. Yaitu Bubulak di daerah Sindangbarang dekat Situgede, dan Bubulak dekat daerah Pondok rumput.

Tapi lambang tetap dikuasai oleh arti tentang ekosistem dan topografisnya.

Bubulak  yang  ―dumuknya  (Sunda;  letaknya)  di daerah Pondokrumput Kota Bogor memiliki historis tersendiri, karena di sanalah tempat diasingkannya seorang Pejuang dari Negeri Bone (Raja Bone?) oleh Belanda pada tahun 1876, mudah-mudahan ada yang meneliti hal ini. Sepengetahuan penulis yang disebut Kampung Bubulak mulai dari walungan (sungai) Cipakancilan sampai batas solokan yang memanjang sampai ujung Ciwaringin Tanah sewa ada solokan  Cibogor yang bertebing curam dan sangat sulit untuk dituruni.

Baca juga  Cuaca Ekstrem, Camping Ground Dan Glamping Di Puncak Diminta Batasi Jam Operasional

Dulu diisukan bahwa di sana, bila hujan turun rintik-rintik pada sore menjelang magrib, sering muncul  wanita rambutnya tergerai panjang sambil ucang-ucang angge (menjulurkan dua kakinya tergantung ke bawah) di atas gonggo solokan Cibalok atau Cibogor.

Itu sih kata orang tua bilang. Tapi dalam masa lima puluh tahun  sekarang pinggiran tebing yang curam, serta dekat bibir gonggo solokan telah menjadi hunian penduduk yang padat, sekarang suasana di sana tampak cerah dan ramai penduduk, sedangkan dua jalur ret kereta api melintang di atasnya yang akan bergetar jika sewaktu-waktu kereta listrik berlalu di atasnya.

[] Admin/Hari/ Disadur dari buku berjudul “Toponimi Bogor” karya budayawan Eman Soelaeman, atas seizin editor Dr Abdurrahman MBP.M.E.I.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top