BOGOR-KITA.com, BOGOR –Komisi II DPR RI, Kemendagri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP RI, diharapkan mengambil langkah tepat dan cepat mempertimbangkan menunda pelaksanaan pilkada serentak yang dijadwalkan digelar 9 Desember 2020. Pasalnya, tidak ada jaminan pilkada tidak akan menjadi klaster baru covid-19.
Saran ini dikemukakan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Yusfitriadi kepada BOGOR-KITA.com, Jumat (18/9/2020).
Yus, sapaan akrab Yusfitriadi, memberikan 3 alasan untuk mempertimbangkan penundaan pilkada.
Pertama, keputusan politik yang diambil atas konsensus bersama penyelenggaraan pilkada diundur selama 3 bulan, adalah salah satu opsi dari 3 pilihan, yaitu diundur 3 bulan, diundur 6 bulan dan diundur 1 tahun.
Waktu itu para stakeholder memilih opsi optimis, bahwa covid-19 akan melandai bulan Juni 2020, sehingga prediksi pelaksanaan tahapan sampai pungut hitung dalam kondisi aman.
Artinya masih ada opsi kedua dan ketiga untuk kembali membuat keputusan politik baru. Sebab, kehawatiran Pilkada 2020 akan menjadi klaster baru penularan covid-19 sudah terjadi. Hal itu dibuktikan oleh banyaknya penyelenggara pemilu dari pusat dan daerah, juga bakal pasangan calon dan yang terindikasi positif covid-19.
Kedua, tidak ada jaminan tahapan penyelenggaraan pemilu melaksanakan protokol covid-19. Sampai saat ini tidak ada satu pihak pun yang berani menjamin, bahwa penyelenggaraan tahapan Pilkada 2020 akan menggunakan protokol covid-19.
Pada tahap pendaftaran kemarin menjadi tontonan munculnya kerumunan yang jauh dari protokol covid-19, bahkan di beberapa tempat dilaksanakan dengan menggelar konser musik.
Tidak ada pihak yang mampu menegakkan peraturan. Bahkan KPU pun saat menerima bakal pasangan calon yang mendaftar secara rombongan dengan jumlah banyak.
Pihak satgas, kepolisian sampai saat ini juga tidak ada yang memproses secara hukum pelanggaran pelanggaran tersebut.
Bagaimana dengan tahapan penyelenggaraan pemilu berikutnya, apakah akan ada jaminan bisa menerapkan protokol covid-19. “Saya rasa sangat sulit,” kata Yus.
Ketiga, kesempatan untuk memperbaiki regulasi. Regulasi penyelenggaraan Pilkada 2020 yang dilaksanakan di tengah pandemi covid-19, masih banyak klausul opsional, sehingga tidak kuat spirit penerapan covid-19 nya.
Sebagai bukti, semua tahapan penyelenggaraan pemilu masih diberikan dua opsi, langsung atau virtual. mulai dari pendaftaran pasangan calon, kampanye, proses penanganan sengketa dan lain-lain.
Bahkan terakhir, PKPU membolehkan kegiatan konser dalam kampanye. Siapa yang bisa jamin konser akan bisa dibatasi. Mungkin hanya tahapan pungut hitung yang tidak opsional.
Jangan sampai terlambat mengambil keputusan hanya untuk kepentingan elit kekuasaan dengan mengorbankan nyawa masyarakat.
“Segeralah stakeholder penyelenggaraan pemilu serius duduk satu meja mencermati kondisi terkini secara obyektif dan sama-sama mengedepankan keselamatan rakyat dibandingkan dengan kepentingan politik. Baik komisi II DPRRI, Kemendagri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP RI, segeralah mengambil langkah tepat dan cepat, jangan sampai keputusan politik baru dimbil setelah banyak berjatuhan korban yang diakibatkan oleh tahapan penyelenggaraan pilkada 2020,” kata Yus. [] Hari