Yusfitriadi Bersama IWGFF Dorong Demokrasi Hijau di Pilkada 2024
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Founder Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi, mendorong terciptanya demokrasi hijau dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.
Hal ini disampaikannya dalam diskusi publik bertema ‘Mendorong Green Democratic dalam Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 untuk Mendukung Terwujudnya Ekonomi Hijau di Indonesia’ di Sekretariat Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF), Jalan Sempur Kaler No. 62, Bogor Tengah, Kamis (11/7/2024).
Yusfitriadi menekankan bahwa dalam perhelatan politik lima tahunan ini, masyarakat seharusnya tidak hanya berfokus pada siapa yang menang dan kalah, tetapi juga bagaimana mereka menang dan kalah, serta bagaimana mereka bertindak setelah terpilih.
“Faktor apa yang membuat menang harus diperhatikan, apakah karena money politic, pendanaan dari pengusaha yang bisa merusak lingkungan dan lainnya. Di Indonesia heboh di prosesnya, ketika sudah jadi biasa saja,” ujar Yusfitriadi kepada wartawan.
Demokrasi hijau atau green democratic, menurut Yusfitriadi, bukan istilah baru tetapi merupakan konsep yang luhur dan mulia yang diharapkan oleh masyarakat. Demokrasi yang dibangun tidak merugikan siapa pun dan tidak merusak apapun, serta dibangun dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan seperti keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan.
“Ini merupakan cara bagaimana kita menuju membangun Indonesia dengan ekonomi hijau, tidak merugikan siapapun,” katanya.
Ia mengkritisi bagaimana spanduk dan alat peraga kampanye (APK) calon-calon kepala daerah yang merusak lingkungan.
“Contohlah hal kecil spanduk atau APK Bacawalkot Bogor, Dedie A Rachim, dr. Rayendra, Aji Jaya, Sendi Fardiansyah dan lainnya. Itu spanduk apabila jatuh ke jalan tidak ada yang bertanggung jawab, merugikan pejalan kaki dan pengguna jalan. Kemudian apabila ada pendanaan atau dari donor pengusaha, secara tidak langsung kalau jadi terpilih akan bisa merusak lingkungan,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Komunitas Pemilu Bersih, Jeirry Sumampow, menambahkan bahwa desain pembangunan harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.
“Banyak saat ini lips service saja, seperti pengelolaan sampah. Menurut saya IKN sangat tidak green demokrasi, membangun ibu kota dengan membabat ratusan hektare hutan. Kenapa membangun kota baru dengan membabat hutan, semestinya ada pilihan lain,” terang Jeirry.
Ditempat yang sama, Direktur IWGFF, Willem Pattinasarany, menyampaikan pentingnya mendorong keberlanjutan lingkungan dalam tahapan Pilkada.
“Kami konsen mendorong ekonomi hijau, sehingga sangat berkaitan dengan dana bersih untuk pembangunan. Ini berkaitan erat dengan kerusakan lingkungan. Kami berusaha isu lingkungan bisa masuk ke undang-undang pemilu berikutnya,” paparnya.
Perwakilan dari Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Prayoga, juga menyoroti risiko perizinan yang meningkat selama masa transisi pemerintahan, yang sering kali mengancam kawasan hutan.
“Di akhir menjelang lengser, di situ titik rawan kawasan hutan jadi barang dagangan. Ada tiga channel yang biasa digunakan pemangku kebijakan dalam konteks obral izin kawasan hutan,” tutupnya. [] Ricky