Nasional

Bahan Baku Vaksin Corona Didominasi Cina dan India

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Sejumlah negara saat ini berlomba-lomba menemukan vaksin virus corona. Inggris mengklaim sudah menguji coba terhadap kera dan berhasil. Saat ini sedang mempersiapkan uji coba terhadap manusia.

Namun, jika vaksin ditemukan dan diproduksi massal, dunia akan tetap tergantung pada Cina dan India, karena rantai pasok bahan bakunya didominasi oleh kedua negara yang industri farmasinya sudah sangat maju ini.

Dunia angkat topi kepada riset dan perusahaan farmasi Cina saat menemukan vaksin flu babi (H1N1) pada tahun 2009. Mereka mampu menemukan vaksin pencegah meluasnya pandemi flu babi yang telah menewaskan sekitar 575.400 orang sepanjang 2009-2010 di 74 negara.

Momen itu menjadi tonggak sejarah tersendiri bagi negeri Tirai Bambu, mematahkan riset farmasi Amerika dan Eropa yang selalu lebih dulu dalam menemukan vaksin penyakit menular.

Sejak 2009 pemerintah Cina langsung mendukung penuh riset dan pendirian industri farmasi di dalam negeri.

Bahkan sejak 2015 pemerintah Cina kian mengangkat pentingnya pembangunan industri farmasi dengan menancapkan moto Made in Cina 2025. Belum sampai 10 tahun, kini Cina masuk sebagai pemain utama industri obat dunia.

Baca juga  Pemerintah Tetapkan Tarif Tertinggi Swab Mandiri Rp900 Ribu

Menurut pharmaceutical-technology.com, pada 2020 ini, Cina memiliki sekitar 3.500 pabrik obat yang menyuplai kebutuhan dalam negeri dan dunia.

Eskalasi Cina sebagai produsen obat dunia, dimulai dari strategi jangka panjang mereka membangun industri ini di dalam negeri. Termasuk mengembangkan kerja sama riset dan pengembangan farmasi dengan perusahaan-perusahaan besar dunia dari Amerika dan Eropa sejak 2008.

Lantas bagaimana peran Cina dalam memerangi pandemi Virus Corona (Covid-19) sekarang ini?

Sampai Senin (25/5/2020), tercatat sebanyak 5.542.052 orang terjangkit dari seluruh dunia dan 347.379 meninggal dunia. Sedangkan yang sembuh 2.321.530.

Dengan kecepatan yang terjangkit begitu tinggi, dibutuhkan segera vaksin yang bisa menghentikan, minimal mengurangi dan tentu dengan kecepatan produksi vaksin yang sangat cepat pula.

Berdasarkan medicalxpress.com, dari catatan produsen obat-obatan dunia, hanya dua negara yang bisa cepat memenuhi kebutuhan vaksin skala besar, yakni Cina dan India.

Memang perusahaan farmasi terbesar di dunia sekarang ini berada di Amerika dan Eropa. Sebut saja lima teratas adalah Pfizer (AS), Roche, Novartis (keduanya Swiss), Merck (AS) dan GlaxoSmithKline (Inggris).

Baca juga  Departemen ESL IPB University Kumpulkan Para Pakar, Bahas Prinsip Blue Economy sebagai Dasar Penataan Ruang Laut Indonesia

Tapi harus diingat, perusahaan-perusahaan ini dan industri farmasi secara keseluruhan, mengandalkan rantai pasokan global. Cina dan India lagi-lagi memainkan peran penting dalam penyediaan bahan baku.

Tak mengherankan pula bahwa sekarang ini dunia banyak berharap kepada Cina yang pertama kali mendeteksi adanya kasus Covid-19 di Kota Wuhan, untuk cepat memberi informasi tentang perkembangan vaksin penangkal Covid-19.

Apalagi, baik itu hydroxychloroquine (obat “ajaib” yang telah diterima Donald Trump) dan remdesivir (obat antivirus yang digunakan sebagai pengobatan darurat untuk kasus COVID-19 yang paling akut) bahan bakunya terbanyak dari Cina dan India.

Memang Amerika, Jepang dan Eropa sebelumnya menjadi produsen bahan farmasi aktif atau Active Pharmaceutical Ingredient (API) yang merupakan zat atau kombinasi zat yang digunakan dalam farmasi menjadi produk jadi  (FPP/ finished pharmaceutical product). Zat itu untuk memberikan aktivitas farmakologis atau sebaliknya efek langsung dalam diagnosis, penyembuhan, mitigasi, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau memiliki efek langsung dalam memulihkan, memperbaiki atau memodifikasi fungsi fisiologis pada manusia.

Tapi sejak pertengahan 1990 beralih mendatangkan langsung dari Cina dengan biaya yang lebih murah. Tercatat mulai 1995 Cina menjadi pemasok 40 persen kebutuhan API dunia. Sementara Cina dan India menjadi pemasok utama ke Amerika dalam 10 tahun terakhir sekitar 75-80 persen.

Baca juga  Pengelola Pasar Parung Terus Sosialisasi Pencegahan Virus Corona

India kini dikenal sebagai penyuplai vaksin generik untuk negara-negara berkembang sejak tahun 2000, telah menjadi langganan utama untuk memenuhi kebutuhan akan obart-obatan UNICEF dan GAVI atau organisasi internasional yang memberikan bantuan vaksin kepada anak-anak di dunia berkembang dan terbelakang.

Perusahaan-perusahaan India, seperti Cipla, Aurobindo, Emcure, Hetero, Macleods, Matrix, Ranbaxy dan Strides telah memainkan peran besar dalam memasok obat-obatan anti-retroviral dan anti-malaria ke Global Fund untuk Memerangi AIDS, TBC dan Malaria.

Sementara efektivitas obat hydroxychloroquine dan beberapa obat flu serta TBC masih diperdebatkan.

Upaya untuk mengembangkan vaksin masih terus berjalan dan diproyeksikan akan memakan waktu cukup lama.

Namun sekali lagi, jika vaksin pembunuh Covid-19 telah ditemukan, dunia tetap membutuhkan Cina dan India untuk pemproduksinya secara massal, tentu dengan biaya yang lebih murah. [] Anto/dari berbagai sumber.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top