Kab. Bogor

Rp. 1 Triliun Dana Desa Tanpa Tanda Terima, Moratorium Pendamping Desa

BOGOR-KITA.com – Pada pertengahan September 2017 lalu, salah satu surat kabar nasional terbesar memberitakan tentang dana pendamping desa sejak 2015 sampai semester I – 2016 sebesar Rp 1 triliun tanpa bukti. Kementerian Desa PDTT tidak bisa menunjukkan tanda terima honor pendamping desa. Adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan adanya penggunaan dana hampir Rp1 triliun yang tidak dilengkapi tanda terima di Kemendes PDTT.
Menurut Direktur Pelaksana Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (APDESI), Iwan Sulaiman Soelasno, temuan BPK ini segera ditindaklanjuti oleh KPK.

“Pada saat bersamaan pendamping desa dimoratorium dulu sampai ada kejelasan mengenai pertanggungjawaban dana pendamping desa dalam 3 tahun terakhir ini. Hentikan dulu, karena ada aroma korupsi,” kata Iwan kepada BOGOR-KITA.com, di Jakarta, Jumat (6/10/2017).

Baca juga  Ahli Biologi IPB Sebut Ada Komponen Pangan Non Gizi Membuat Sehat, Bahagia

Selain ada aroma korupsi, pendamping desa juga kental dengan aroma politik. Iwan menyebutkan ada dua partai politik yang secara terang – terangan mempolitisasi pendamping desa. Akibatnya, kompetensi pendamping desa diabaikan.

“Saya menemukan di Sulawesi Barat itu Kepala Desa malah yang mengajarkan pendamping desanya. Kan jadi ironis, kok bisa terbalik begini”, lanjut Iwan.

Iwan melanjutkan bahwa pendamping desa itu sesungguhnya tidak wajib. Menurutnya, merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 6/2014 tentang Desa pasal 128, menyebutkan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional. Kemudian di Peraturan Pemerintah nomor 47/2015 tentang Perubahan atas PP nomor 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 6/2014 tentang Desa, tidak ada perubahan dan tetap berbunyi dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional. “Karena itu Kemendes PDTT jangan heboh lah Soal pendamping desa ini,” ujar Iwan.

Baca juga  Gara-Gara Bangkai Kucing, Dua Warga Jonggol Tewas Tercebur Sumur

Iwan mengusulkan dana pendamping desa yang sangat besar itu lebih baik dialihkan untuk memperkuat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di provinsi dan kabupaten/kota serta kecamatan agar bisa optimal dalam melakukan pembinaan dan pengawasan desa. “Karena inilah yang sesuai dengan amanat UU Desa,” kata Iwean.

Iwan menambahkan lebih baik juga alokasikan anggaran untuk Kementerian Dalam Negeri yang melakukan pelatihan peningkatan kapasitas aparatur desa secara berkelanjutan.

“Pembinaan dan pengawasan aparatur desa itu kan ranah kerjanya Kemendagri, bukan Kemendes PDTT”, tegas Iwan. [] Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top