Ombudsman RI Nilai Pelaksanaan PBI Jamsosnaker Bisa Dilakukan Bertahap
BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng memandang, skema penerima bantuan iuran (PBI) jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsosnaker) bagi pekerja informal atau pekerja bukan penerima upah (BPU) dapat dilakukan pemerintah secara bertahap.
“PBI Jamsosnaker ini juga boleh dibagi pentahapannya. Mungkin setahun dua tahun pertama, pemerintah yang akan membayar (iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja informal). Jadi ini dianggap seperti dana stimulan. Jadi, setahun atau dua tahun pertama, pemerintah akan membayar lewat APBD atau APBN,” kata Robert dalam acara penyerahan hasil kajian dan diskusi publik, Selasa (10/12/2024).
Mengingat visinya bukan sekadar jaminan sosial melainkan juga pemberdayaan sosial, Robert menambahkan bahwa integrasi dengan program lain diperlukan. Pada akhirnya diharapkan terciptanya masyarakat yang berdaya untuk membayar iuran jamsosnaker secara mandiri.
“Ketika pemerintah membayar, bukan perspektifnya itu hanya untuk mengalokasikan anggaran. Tapi punya tidak program-program yang lain, program pemberdayaan, agar yang bisa dibayarkan ini kemudian terkapitalisasi. Sehingga pada akhirnya, yang akan membayar adalah masyarakat itu sendiri. Itu tentu harapan ideal kita,” kata dia.
Namun, kepesertaan mandiri jamsosnaker masih memerlukan upaya edukasi kepada masyarakat. Ia menekankan pentingnya masyarakat untuk memahami bahwa perlindungan sosial ini bukan sekadar kemampuan membayar iuran melainkan juga kemauan yang dibangun dari kesadaran masyarakat sendiri.
“Dan untuk orang punya kemauan, terus didorong dengan berbagai insentif yang ada. Insentif agar orang bisa memahami bahwa memang hal seperti ini menjadi sangat krusial dalam kehidupan mereka,” ujar Robert.
Ia memandang bahwa intervensi regulasi saja tidak cukup, melainkan dibutuhkan intervensi melalui sistem insentif dan disinsentif untuk mengoptimalkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal. Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan juga harus mengambil banyak cara kreatif untuk membuat masyarakat menjadi sadar tentang pentingnya jaminan sosial.
Selain melalui instrumen fiskal dan kepesertaan mandiri, Robert mengatakan bahwa instrumen kolaborasi juga dapat dioptimalkan seperti memanfaatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) serta sumber dana lainnya untuk pembayaran iuran melalui kolaborasi dengan mitra-mitra.
Adapun Ombudsman RI telah menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada pemerintah untuk mengoptimalkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal, baik dari aspek kebijakan, aspek program, maupun aspek manajemen.
Dari aspek kebijakan, Ombudsman RI meminta kepada Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) untuk menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang PBI jamsosnaker bagi pekerja informal di daerah.
Ombudsman RI juga mendorong perbaikan aspek manajemen kepada Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan pemerintah daerah (Pemda) serta perbaikan aspek program kepada BJPS Ketenagakerjaan.
Sementara itu, kepala BPJS Ketenagakerjaan Bogor Kota, Dian Agung Senoaji turut mendukung skema penerima bantuan iuran (PBI) jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsosnaker) bagi pekerja informal atau pekerja bukan penerima upah (BPU) dapat dilakukan pemerintah secara bertahap tersebut.
“Skema penerima bantuan iuran (PBI) ini diharapkan dapat menjadi stimulus kepada para pekerja kategori bukan penerima upah (BPU) yang belum sadar betapa pentingnya terlindungi program BPJS Ketenagakerjaan apabila bisa terealisasi nantinya. Semoga ke depannya pekerja BPU ini menjadi lebih aware atas kesadaran yang dibangun sendiri betapa pentingnya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Dian. [] Rilis BPJAMSOSTEK Bogor Kota