Neta: Gimana Ceritanya Sampai Ibu Susi Punya Tato?
BOGOR-KITA.com, PANGANDARAN – Susi Pudjiastuti kini tak lagi Menteri Kelautan. Namun, wanita yang banyak mendapat pujian karena gebrakannya terhadap pencuri ikan di perairan Indonesia ini, tetap hadir ke hadapan publik. Salah satunya melalui Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane yang menulis tentang Susi dan ditayangkan di akun facebook-nya. Neta S Pane mengizinkan tulisannya ditayangkan di laman BOGOR-KITA.com. (Redaksi)
Di TAHUN 1980-an saya punya tiga teman akrab. Semuanya bule perempuan. Usianya 10 tahun di atas saya.
Mereka saat itu tinggal di Pangandaran. Setiap Sabtu kami ke Jakarta dan baru pulang Senin pagi. Malamnya kami dugem. Kalo ngga ke Tanamor ya ke Pitstop. Tapi lebih sering ke Tanamor.
Edannya, kalau sudah joget, kami bisa sampai naik naik ke atas meja. Pernah di Tanamor kami sampai berantam.
Soalnya, salah satu teman kami, pantatnya dipegal pengunjung pria. Setiap dugem kami sudah sepakat, salah satu harus kontrol dan membatasi minum sehingga bisa mengawasi situasi dan menjaga kami.
Selain itu, hanya satu yang boleh beler sampai mabuk berat dan pulangnya harus digotong gotong ke hotel. Itulah persahabatan kami waktu muda dulu.
Ketiga teman bule saya itu sudah punya tato dan mereka meminta saya juga harus punya tato biar kompak, katanya.
Akhirnya saya pun membuat tato di kaki kanan, dengan didampingi mereka. Saya ingat saat itu usia saya 26 tahun. Sakitnya minta ampun saat tato itu dibuat. Sudah habis dua botol wiski saya minum tapi sakitnya tetap terasa dan tato gambar meraknya belum selesai.
Akhirnya gegara ngga tahan saya minta berhenti. Jadi Tato ini belum selesai sebenarnya. Sakitnya saya ngga tahan.
Terus ketiga teman bule itu masih suka ketemu?
Mereka sudah pulang ke negaranya masing masing. Yang satu sudah meninggal, yang satu hidup dengan keluarganya, dan yang satu lagi tinggal di rumah jompo. []