Neta S pane
BOGOR-KITA.com – Peristiwa ledakan di Tanah Abang, Jakpus menunjukkan bahwa sesulit dan sekecil apapun peluangnya, kelompok radikal tetap berusaha menebar teror.
“Peristiwa ini sekaligus menunjukkan para teroris semakin kesulitan mendapat bahan peledak, tapi tetap menciptakan modus baru dan bahan peledak baru, yakni bom lempar,” Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam siaran pers yang diterima BOGOR-KITA.com, Kamis (9/4/2015).
Dari pendataan (IPW), kasus Tanah Abang adalah modus baru kedua yang dipertontonkan kelompok radikal di 2015. Pertama adalah ledakan di Gedung ITC Depok, Jabar. Tujuan yang ingin dicapai adalah efek kebakaran hebat tapi untungnya gagal. Kedua, bom lempar Tanah Abang. Efek yang ingin dicapai adalah ledakan kecil tapi di banyak tempat, yang melukai korban dengan tebaran paku. Untungnya, Polri berhasil dengan cepat menyita puluhan bom lempar tsb.
Sepertinya, para teroris berusaha melakukan aksi balas dendam, setelah basis kekuatannya diobrak-abrik Polri di sepanjang 2013 dan 2014. Sasaran mereka tidak lagi kepentingan asing, tapi ledakan-ledakan kecil di pusat-pusat keramaian. Sehingga format bahan peledak yang mereka buat berbentuk mini agar efektif dan efisien. Biasanya yang ahli dalam hal ini adalah Kelompok Klaten, yang beberapa waktu lalu pernah membuat bom pasta gigi, bom baju dan bom ransel. Kelompok
Klaten tergolong kekuatan baru yang merupakan gabungan eks Moro dan eks Afganistan. Selama ini ada persaingan tajam antara eks Moro dgn eks Afganistan. Sebab kelompok eks Afganistan merasa kastanya lebih tinggi dan selalu menganggap enteng eks Moro. Namun dengan munculnya ISIS di Timteng keduanya terkonsolidasi lewat Kelompok Klaten maupun Kelompok Poso yang dikomando Santoso.
Terkonsolidasinya kelompok ini patut dicermati Polri. Selain itu yg perlu diantisipasi adalah orang2 Indonesia yang bergabung dengan ISIS di luar negeri. Jika mereka pulang berarti ada tiga kelompok radikal yang berpotensi menjadi kelompok teroris di Indonesia, yakni eks
Afganistan, eks Moro, dan ISIS. Saat ini ada ratusan orang Indonesia yang sudah bergabung dengan ISIS dan ada ribuan TKI di kawasan Timteng yang berpotensi "digarap" ISIS. Sementara di Indonesia masih terdapat sejumlah daerah rawan radikalisme, seperti Sulteng, Jakarta, Aceh, Sumut, Lampung, Klaten, Solo, Jatim, Bima (NTB), Maluku, dan Papua.
“Polri perlu bekerja keras mengantisipasi semua ini dan IPW memberi apresiasi kepada Polri yang bekerja cepat melokalisir kasus Tanah Abang hingga berhasil menyita puluhan bom lempar,” kata Neta. [] Admin