BOGOR-KITA.com – Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ) kini dalam sorotan publik Kota Bogor menyusul langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) kota Bogor yang memanggil enam orang personel PD PPJ, meliputi satu orang direksi, dua bagian keuangan, dan tiga komisaris. Mereka dipangil Senin (13/8/2018) untuk menjalani pemeriksaan terkait deposito dana PD PPJ sebesar Rp15 miliar di Bank Muamalat Bogor sejak 2015, dan asuransi dana pensiun Direksi PD PPJ di Bringin Life Bogor pada 2015.
Sorotan Publik
Segera setelah pemanggilan oleh kejari, kasus deposito dana PD PPJ ini langsung menjadi sorotan publik. Hampir semua media online memberitakannya. Sejumlah komentar pun muncul.
Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Kota Bogor, Widiyanto Nugroho mengatakan, ke enam orang itu diperiksa terkait penggunaan uang deposito milik PD PPJ.
Sementara Walikota Bogor Bima Arya mengatakan, pihaknya akan memanggil Direksi PD PPJ setelah usai acara peringatan HUT ke73 Kemerdekaan RI.
Terkait penempatan dana PD PPJ sebesar Rp15 miliar di Bank Muamalat Bogor, Bima mengatakan, pihaknya tidak pernah memperoleh pengajuan tentang hal itu.
Bima juga mengatakan, pihaknya memiliki banyak catatan tentang PD PPJ. Oleh sebab ia menegaskan, akan mengevaluasi PD PPJ, sebagaimana diberitakan BOGOR-KITA.com, 16 Agustus 2018.
Hari ini, Senin (20/8/2018), giliran Ketua Umum Korps Mahasiswa Gerakan Pemuda Islam Indonesia (Kopma GPII) Bogor, Lathif Fardiansyah mendesak Kejari Kota Bogor mengusut tuntas kasus penempatan dana PD PPJ sebesar Rp15 miliar di Bank Muamalat sejak tahun 2015 itu.
Sorotan publik terhadap BUMD Kota Bogor itu tidaklah berlebihan. Sebab PD PPJ yang didirikan tahun 2009 semasa walikota Diani Budiarto, bukanlah perusahaan kecil.
Dalam Pasal 5 ayat (1) Perda Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pendirian PD PPJ, disebutkan, modal dasar pendirian perusahaan itu mencapai Rp 241.792.583.600 atau Rp241,7 miliar, sebuah angka yang tidak kecil bila dibandingkan dengan APBD Kota Bogor 2010 yang jumlahnya baru sebesar Rp828,024 miliar.
Pemkot Bogor memang tidak menyetor keseluruhan modal dasar untuk PD PPJ. Pemkot Bogor hanya menyetor Rp5 miliar, selebihnya berupa aset-aset Pemkot yang dipisahkan. Walau berupa aset, tidak bisa dianggap remeh. Sebab aset berupa sejumlah pasar milik Pemkot Bogor itu, dalam batas-batas tertentu bisa dikatakan bersifat likuid.
Pasar-pasar tersebut meliputi Plaza Bogor, Pasar Baru Bogor, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Jambu Dua, Pasar Kebon Kembang Blok A,B,C,D dan E, Pasar Gunung Batu, Pasar Pada Suka, pasar Devris, Pasar Taman Anggrek, Pasar taman Kencana, dan Pasar Sempur Kaler.
Selain itu, pendirian PD PPJ itu sendiri bukan berdasarkan kegenitan pemerintah. Sebaliknya ada misi yang jelas dan strategis. Yakni mulai bergulirnya kebijakan otonomi daerah di mana Kota Bogor dituntut mandiri terutama dalam hal pengelolaan keuangan melalui pengotimalan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendirian PD PPJ menjadi penting atau bahkan sangat penting, karena Pemerintah Kota Bogor tidak mungkin mengandalkan pendapatan dari sektor primer (pertambangan, pertanian dan perikanan) atau sektor sekunder (manufaktur).
Pemkot Bogor harus mengandalkan pendapatan dari sektor ekonomi tersier atau sektor jasa atau industri jasa. Dalam Rancana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) era Bima Arya – Usmar Hariman sangat tampak kontribusi sektor tersier dalam hal PDRB terus meningkat.
Karena itu pula menjadi sangat dapat dipahami mengapa Bima Arya bisa “mengamuk” di pasar. Juga dapat dipahami mengapa sejak Bima – Usmar banyak berdiri hotel baru di Kota Bogor, dan mengapa lalu lintas Bogor menjadi satu program prioritas walaupun hasilnya belum maksimal.
Lebih dari itu, saat ini Wakil Walikota Bogor yang terpilih pada Pilkada 27 Juli 2918 adalah Dedie Rachim, yang dikenal sebagai mantan direktur di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Walau belum dilantik, tetapi sebagai orang KPK, publik menginginkan latar belakang Dedie Rachim sebagai orang KPK, terimplementasi dalam manajemen Pemkot Bogor dengan sedikitnya dua output, yakni mencegah terjadinya praktik kosupsi dan menolak berkompromi dengan pejabat yang coba-coba atau diketahui melakukan tindak pidana korupsi.
Perda 4 Tahun 2009
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah salah Direksi PD PPJ menempatkan dana yang dimiliki dalam bentuk deposito?
Mengacu pada pernyataan Direktur Utama PD PPJ Andri Latif Mansjoer yang menyatakan “mendepositokan uang adalah hal lazim,” maka hal itu tampak tidak ada masalah.
“Uangnya harus diberdayakan, maka dari itu dimasukkan ke deposito dan itu lazim di BUMD,” kata Latif.
Penyataan ini mengindikasikan bahwa mendepositokan uang diartikan oleh Latif sebagai bagian dari pemberdayaan uang, yang dapat dibaca meletakkan bunga uang deposito sebagai bagian dari usaha PD PPJ.
Ini menjadi ranah kejaksaan untuk menentukan apakah perspektif seperti ini salah atau tidak.
Namun, dalam Perda tentang Pendirian PD PPJ ada bab yang mengatur secara khusus tentang bidang usaha PD PPJ, yakni Bab VI tentang Bidang Usaha.
Dalam Pasal 6 (1) disebutkan, Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, PD Pasar Pakuan Jaya menyelenggarakan usaha pengelolaan dan penyewaan sarana dan prasarana pasar, seperti tempat berdagang, perparkiran, tempat bongkar muat, pengelolaan kebersihan, Mandi Cuci Kakus (MCK), serta usaha lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan pasar.
Kalimat serta usaha lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan pasar sengaja digaris tebal karena tidak tertutup kemungkinan kata serta usaha lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan pasar, dijadikan pintu masuk oleh Direksi PD PPJ untuk mendepositokan uang di Bank Muamalat.
Seandainya kejaksaan menganggap pemberdayaan dana dalam bentuk deposito itu lazim sebagaimana dikemukakan Latif, maka objek pengusutannya terbatas pada ada tidaknya permainan selisih bunga deposito yang dimainkan oleh Direksi PD PPJ.
Tetapi, jika pemberdayaan dana itu dianggap tidak lazim, maka Direksi PD PPJ juga sudah dianggap melanggar pasal 6 (1) Perda Nomor 4 Tahun 2009.
Selain itu dalam Pasal 6 ayat (2) Perda Nomor 4 Tahun 2009, juga dijelaskan bahwa Jenis usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Walikota atas usulan Direksi.
Pertanyannya, apakah langkah mendepositokan dana PD PPJ itu sudah diusulkan dan disetujui oleh Walikota? Ini tentunya juga menjadi objek pengusutan kejaksaan.
Walikota Bima Arya sudah mengatakan pihaknya tidak pernah memperoleh pengajuan tentang hal itu.
Kejaksaan tentunya harus memastikan dan membuat terang tentang hal ini. Sebab dalam Pasal 24 huruf e, Perda Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pendirian PD PPJ, disebutkan, tugas dan wewenang direksi dalam mengelola PD Pasar Pakuan Jaya adalah, menyusun dan menyampaikan Rencana Bisnis dan Anggaran Tahunan PD Pasar Pakuan Jaya yang merupakan penjabaran tahunan dari Rencana Strategi Bisnis kepada Walikota melalui Badan Pengawas.
Berdasarkan pasal ini, ada tiga kemungkinan, pertama Walikota tidak membaca secara lengkap rencana bisnis tahunan yang dibuat Direksi PD PPJ atau Direksi PD PPJ tidak mencantumkan ichwal penempatan dana sebesar Rp15 miliar dalam bentuk deposito di Bank Muamalat Bogor, atau Badan Pengawas tidak menyampaikan rencana bisnis dan anggaran tahunan itu kepada walikota.
Kasus sejenis pernah terjadi di DKI Jakarta tahun 2014. Ketika itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dengan tegas mengatakan, DPRD tak mempermasalahkan pengalokasian dana anggaran dalam bentuk penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Yang penting, anggaran harus digunakan untuk kepentingan masyarakat.
“Kita kan mau menyetujui, ya harus tahu (dana anggarannya) untuk apa. Kalau memang penjelasannya jelas, saya dan teman-teman pasti berikan,” kata Pras di Gedung DPRD DKI, Jumat (19/12/2014). Pras mengakui ada sebagian anggota DPRD yang tidak setuju dengan pengalokasian dana anggaran ke BUMD. Para anggota DPRD, khawatir, dana anggaran tersebut akan diendapkan di rekening bank dalam bentuk deposito, yang keuntungannya dinikmati oleh para direksi BUMD.
“Kita kan minta penjelasan, uangnya untuk apa-apa saja karena ini kan uang rakyat. Kalau uang rakyat diminta, tetapi tidak dipakai, untuk apa kita kasih? Kalau uangnya diminta terus ditaruh di Bank DKI, terus disimpan dalam deposito, ya itu enggak betul juga,” ujar Prasetyo ketika itu.
Dana Rp15 miliar yang didepositokan oleh PD PPJ di Bank Muamalat memang tidak besar, apalagi APBD Kota Bogor sudah lebih Rp2 triliun. Walau demikian, dalam rangka menciptakan BUMD yang sehat maka sekecil apapun dana yang dianggap menyimpang haruslah diusut. Kata Bang Napi, “Ingat, kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. [] Petrus Barus