Kab. Bogor

Gerakan Membangun Desa

Oleh: Laila Dwitari Tuasikal

(Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah Pasca Sarjana IPB)

BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Dalam lingkup relasi desa kita perlu menumbuhkan kepercayaan antara setiap elemen yang saling berinteraksi satu dengan lain dan yang bermukim di dalam suatu wilayah desa. Tidak ada yang namanya pembatas, sebab pemerintah desa ada karena ada warga desa di dalamnya. Desa harus terbekali dengan tagar #Desaadalahkita, bukan pemerintah desa adalah mereka dan warga desa adalah kalian, semua elemen yang ada di desa harus merasa saling memiliki dan bertanggungjawab atas segala hal yang berlangsung pada setiap agenda di desa. Pemerintahan yang sehat dan tidak pincang sebelah harus memilliki “Gerakan Semangat Membangun Desa yang benar, untuk menujunya maka setiap elemen yang ada di desa harus terlibat dan mempunyai porsi peran yang terbuka agar ruang desa menjadi ruang yang partisipatif dan kolaboratif.

Pertanyaannya adalah bagaimana memulai Gerakan Membangun Desa ini?

Terbuka; pemerintah desa harus terbuka kepada warga desanya. Sudah menjadi rahasia umum bila dalam proses pemerintahan, desa memiliki sekelumit masalah, ini sebuah kewajaran karena praktik membangun manusia itu tidak mudah, tergantung bagaimana pemerintah desa memiliki strategi dan target yang baik dan jelas. Membangun manusia tidak sama dengan membangun sebuah benda mati atau menanam pohon tertentu yang dapat dengan mudah kita kontrol, membangun manusia butuh sebuah kejelasan target yang terukur, bukan tiba saat tiba akal (meminjam istilah orang yang kelabakan). Keterbukaan adalah landasan yang mesti ada pada isi kepala seorang leader desa atau kepala desa, dari situ akan lahir kepercayaan dari warga desa bagi kepala desa dan staff pemerintah desanya. Kepercayaan dari warga adalah modal besar untuk membangun sebuah desa, dari rasa kepercayaan dan budaya keterbukaan maka pemerintah desa akan lebih mudah berinteraksi dengan warganya. Misalnya akan lebih mudah berbagi dan menyampaikan masalah yang saat ini mendera desa dan mesti dihadapi secara bersama tanpa perlu ada kekhawatiran.

Baca juga  Kepala Desa Enduh Nuhudawi, Membangun Desa dengan ‘Rereongan Sarumpi’

Komunikatif; (kelompok sayap Barat menginginkan untuk didirikan rumah baca, kelompok sayap kiri menginginkan untuk dibangunnya rumah kreatif pusat ole-ole lokal sedangkan kelompok tengah menginginkan dibangunnya pasar terapung: sebuah contoh keinginan warga yang tersebar di suatu desa). Semua usulan dari warga menjadi PR bagi pemerintah desa, namun dilihat kembali hal-hal yang paling mendesak dan menjadi prioritas untuk dibangun terlebih dahulu. Biasanya telah terlebih dahulu diusulkan ketika proses musrebangdes, hanya ada skala prioritas pertahunnya. Desa yang partisipatif harus membiasakan ruang-ruang perjumpaan di tingkat RT/RW atau Dusun, ruang kecil ini kadang dianggap sepele, namun sangat berdampak bagi pelaksanaan pertemuan atau rapat penting di desa. ketika pemerintah desa membiasakan diri untuk terus komunikatif dengan warga desa pada tingkat RT/RW juga dusun maka pemerintah desa akan tahu kebutuhan yang paling dibutuhkan oleh warganya. Pelaksanaan program 5 (lima) tahun yang tertera pada dokumen RPJMDes harus berangkat dari target-target dan rencana pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kapasitas warga desa dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak nyaman menjadi nyaman. Tugas pemerintah desa adalah menciptakan kenyamanan menyampaikan pendapat oleh warganya agar warga desa tidak merasa ada sekat antara pemerintah desa dengan mereka.

Partisipatif; dalam lingkup rumahtangga, praktik ini sebenarnya sudah ada, misalnya ibu memasak dan ayah bertani atau berkebun, kemudian tugas anak selain belajar adalah membantu orangtuanya. Yaitu sebuah contoh paling kecil untuk mudah memaknai defenisi partisipatif, saya coba menarasikan dalam lingkup desa. Desa yang partispatif adalah desa yang memegang prinsip bahu membahu dan melibatkan semua unsur yang ada di desa, bukan siapa yang memegang kendali utama, maka dialah sebagai penentu semua arah pembangunan di desa. Itu keliru dan tidak sesuai dengan semangat partisipatif yang digalakkan oleh Pemerintahan Jokowi Jilid II ini. Partisipatif menjadi ukuran keberhasilan setiap program pembangunan, saya masih melihat setiap pembangunan desa di Indonesia masih didominasi pada pembangunan infrastruktur saja dan cenderung mengabaikan manusianya. Hal ini didasari pada sebuah pandangan keliru bahwa semakin banyak dibangun infrastruktur maka warganya akan senang, padahal belum tentu. Setiap warga di desa memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, hingga daya kebutuhan yang di rasa perlu ada di desa pun berbeda.

Baca juga  Ade Yasin Lantik Tiga Kepala Desa

Pemerintah desa bertugas mengakomodir hal ini dengan mengajak semua unsur baik keterwakilan anak muda, keterwakilan RT/RW, keterwakilan tokoh perempuan, tokoh agama, tokoh masyarakat, BPD atau Saniri, PKK, kelompok lansia, kelompok disabilitas, pengusaha lokal, akademisi bila ada, pendamping desa dan pihak kecamatan. Tujuannya adalah untuk mengakomodir mana kebutuhan pembangunan yang di butuh oleh warga desanya. Melalui ruang partispatif maka semua unsur akan mudah mengenali dan belajar membuka diri untuk melihat kebutuhan daripada keinginan mereka akan pembangunan di desanya, baik pembangunan infrastruktur atau pembangunan manusianya.

Kolaboratif; sebagai kunci dalam strategi keberhasilan program sesuai target waktu yang sudah ditentukan. Kolaboratif menjadi kunci kebaharuan program berlangsung dengan baik, pihak-pihak yang terwakili dari masing-masing lembaga atau unsur yang ada di desa menjadi kunci kolaboratif, disamping dalam pemaksimalan program desa secara baik kita membutuhkan pihak luar untuk dapat memfasilitasi proses yang tertera dalam kalender pembangunan juga alur pembangunan desa yang partisipatif sesuai dengan mekanisme undang-undang desa. pihak-pihak luar ini bisa dari perguruan tinggi atau dari pihak lembaga yang fokus pada pemberdayaan desa untuk menuju gerakan membangun desa yang baik. Kunci pembangunan harus terfokus sesuai dengan kebutuhan warga desa, kolaboratif sebagai upaya untuk membuka ruang agar desa terus meningkatkan pelayanan bagi warga desa, peningkatan kapasitas apartur desa dan perbaikan layanan dasar lainnya dari berbagai pihak yang secara sukarela memberikan metode baru untuk kemajuan desa.

Baca juga  Sentul City Bagikan Sembako kepada Warga Kampung Sudi

Terakhir untuk menjawab Gerakan Membangun Desa dengan 4 (empat) variabel yang sudah saya tulis diatas, bahwa kita perlu sebuah keseriusan, ketekadan dan komitmen yang besar, disamping visi dan misi kepala desa dan kerjasama staf desanya. Membangun sebuah desa itu ibarat merawat tubuh kita sendiri, bagian kepala memegang kendali utama, mengatur bagaimana ritme kaki melangkah, bagaimana tangan memegang dan bagaimana mata mengamati serta memfungsikan pancaindera dan anggota tubuh lainnya agar tetap akur dan konsisten mengendali interaksi internal dan eksternal tubuh kita sendiri. Harus digaris bawahi bahwa membangun desa tidak melulu soal berapa banyaknya infrastruktur di suatu desa, namun bagaimana desa membiasakan untuk penyediaan ruang belajar bagi usia-usia produktif dan berfokus penuh pada pembangunan manusia sebelum memulai #Gerakbareng untuk membangun desa dengan pendekatan lokal. []

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top