Kota Bogor

Bapenda Kota Bogor Sosialisasikan Perhitungan Tarif Retribusi Kepada OPD

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor menggelar rapat koordinasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) semester 2 dan sosialisasi tata cara perhitungan tarif retribusi di Sahira Butik Hotel, Paledang, Kota Bogor, Kamis (17/11/2022).

Dalam rakor tersebut, Bapenda Kota Bogor membuat rancangan Perda terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) tahun 2023 sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) atau UU No.1 Tahun 2022.

“Ini kita akan melakukan evaluasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di semester kedua tahun 2022 sekaligus sosialisasi perhitungan tarif retribusi menghadapi tahun 2023 sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) atau UU No.1 Tahun 2022,” ucap Kepala Bapenda Kota Bogor, Deni Hendana.

Deni mengatakan, masih ada pekerjaan rutin hingga akhir tahun ini yaitu mengamankan pendapatan di tahun 2022 baik pajak daerah, retribusi daerah dari BUMD maupun lain-lain PAD.

“Kita masih memiliki waktu satu bulan lebih untuk bisa merealisasikan target-target yang sudah ditetapkan di masing-masing OPD incomers maupun di Bapenda,” katanya.

Selain itu, lanjut Deni, pihaknya juga harus menyiapkan RAPBD 2023 dimana tahun 2023 ini merupakan tahun terakhir dari kepemimpinan Bima Arya. Jadi, banyak kebutuhan-kebutuhan biaya atau belanja di tahun 2023 nanti.

“Kita benar-benar harus bisa merealisasikannya karena kebutuhan itu tidak bisa ditunda lagi. Beberapa OPD harus benar-benar menghitung ulang target yang sudah biasa ditetapkan di setiap tahunnya. Mungkin di 2023 nanti tidak hanya biasa tapi harus luar biasa karena Bapenda sendiri mendapatkan tantangan target yang lebih besar di 2022 ke 2023 ini, dibanding pada 2021 ke 2022 lalu,” ungkapnya.

Baca juga  PKL Lawang Seketeng-Pedati Mengeluh ke DPRD Kota Bogor

Ia berharap mendapatkan arahan dari sekda selaku ketua tim intensifikasi pendapatan di samping dirinya akan mengevaluasi juga pendapatan yang masuk sampai dengan hari ini baik pajak daerah maupun retribusi BUMD dan dari lain-lain PAD.

“Kepada narasumber yang hadir memberikan materi bisa memberikan sosialisasi kepada kita terkait dengan persiapan kita untuk membuat rancangan Perda terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) di tahun 2023 yang harus kita masukkan di awal tahun 2023 nanti. Karena sudah masuk ke dalam jadwal pembahasan peraturan daerah di 2023,” jelasnya.

Pihaknya pun sudah sepakat dengan DPRD, bahwa ini jangan sampai melewati tahun karena tanggal 5 Januari 2024 Perda ini sudah harus ditetapkan dan bisa dijalankan. Jika lewat dari itu dan belum bisa ditetapkan maka ada sanksinya berdasarkan UU No.1 tahun 2022 tentang UU HKPD.

“Kita sudah sepakat juga dibantu oleh bagian hukum untuk bersama sama mengamankan Perda PDRD yang menjadi landasan peraturan pajak maupun retribusi di tahun 2024,” ujarnya.

Sementara, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah Dwikorawati yang juga Ketua Tim Intensifikasi Pendapatan menuturkan, ada dua point yang dibahas yakni penerapan UU HKPD dan tata cara perhitungan tarif retribusi.

“Tadi dijelaskan di tahun 2024 nanti kita harus mengikuti UU HKPD. Jadi, dari 23 retribusi nanti turun menjadi 15. Hari ini juga akan dievaluasi oleh Bapenda mengenai pencapaian PAD sampai bulan Oktober. Masih ada beberapa yang belum mencapai target masih di bawah 70 persen. Tapi ada juga yang sudah 100 persen. Kita minta supaya pencapaiannya ini sesuai dengan yang awal ditetapkan yakni tercapai 100 persen,” kata Syarifah.

Baca juga  Bogor Hejo Berikan Bantuan Sembako Kepada Korban Longsor Wargamulya

Syarifah menerangkan, untuk realisasi pajak sudah 81 persen tapi untuk retribusi masih di angka 46 persen. Ini harus dikejar terutama yang besar karena ada ketentuan dari pusat seperti IMB berubah jadi PBG, itu targetnya Rp14 miliar. Sekarang pencapaiannya baru Rp1,3 miliar. Jadi, sangat turun karena dalam PBG ini banyak hal baru yang harus diikuti.

Terkait perubahan tarif, kata Syarifah, nanti diajari bagaimana cara menghitung tarif karena nanti harus bikin naskah akademis, bikin raperda, harus dibahas lagi di raperda di penerapan HKPD.

“Sekarang harus mulai dihitung. makanya mereka diajari bagaimana penyusunan tarif, kemudian mereka nanti bikin naskah akademis, bikin Raperda. 2023 harus beres dan mulai dibahas dengan DPRD. Nanti diterapkannya 2024,” jelasnya.

Syarifah menambahkan, adanya UU HKPD, pendapatan daerah tidak terlalu berubah. “Tapi ada yang memang hilang, ada yang dikelompokkan, dan ada juga beberapa persen yang masuk PAD,” pungkasnya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Bapenda (Sekban) Kota Bogor, Lia Kania menuturkan, ini momentumnya pas karena Bapenda sedang menyusun naskah akademis terkait dengan Raperda pajak dan retribusi daerah dimana pajak dan retribusi daerah ini harus diberlakukan pada Januari 2024.

“Kita sudah ada kesepakatan dengan DPRD juga bahwa dimasa sidang kedua di bulan April Raperda tersebut akan disampaikan dan dibahas di DPRD. Tarif retribusi ini menjadi sesuatu yang penting karena nilai harus wajar dan sesuai dengan kemampuan masyarakat, kemudian ada fungsi pengendaliannya,” ujar Lia.

Lia menjelaskan, ada tiga jenis retribusi. Pertama, retribusi jasa umum. Ini yang bersifat pelayanan kepada masyarakat dimana nilai tarif retribusinya maksimal sama dengan biaya operasional yang dialokasikan di sisi belanja. Tapi pemerintah daerah bisa mensubsidi atas kekurangan dari sisi pendapatan.

Baca juga  Maksimalkan Potensi BPHTB, Bapenda Kota Bogor Gelar Rakor dengan BPN dan PPAT

Sebagai contoh sambung Lia, misalnya biaya operasional persampahan Rp30 miliar tapi retribusinya hanya Rp12 miliar. Secara pendapatan artinya itu ada subsidi. Nah, itu diperkenankan karena memang konteksnya retribusi jasa umum sebagai pelayanan dasar kepada masyarakat. Tapi jika konteksnya masuk ke kategori jasa usaha nilai tarif retribusi itu harus lebih karena konteksnya harus ada keuntungan.

“Yang penting adalah bagaimana pelayanan terhadap masyarakat bisa optimal. Tentunya diimbangi dengan biaya operasional dan modal serta tidak los dari sisi retribusi ke masyarakat. Ini akan dirumuskan kembali yang penting seluruh OPD incomer menyusun draf tarif retribusi yang nantinya akan dimasukan ke dalam Raperda tarif pajak dan retribusi,” ungkapnya.

Lebih lanjut Lia menjelaskan, ada beberapa jenis pajak dan retribusi yang ada di dalam UU No.28 Tahun 2009 berubah berdasarkan UU No. 1 Tahun 2022. Ada beberapa yang hilang. Seperti dari sisi pajak daerah ada penyederhanaan. Contoh pajak hotel restoran dan hiburan digabung menjadi pajak barang dan jasa tertentu. Kecuali BPHTB, PBB, reklame masih sama. Pajak barang dan jasa tertentu dengan regulasi tarif diatur juga sedemikian rupa di UU No.1 Tahun 2022. Itu ada beberapa yang tarifnya berubah dan ada batasan maksimum.

“Kita lihat nanti untuk tarif yang sesuai agar tidak terjadi penurunan yang signifikan dan masyarakat juga tidak berat dengan tarif pajak dan retribusi yang kita buat. Tantangannya memang cukup besar di samping potensi pajak dan retribusi belum bertambah secara signifikan. Tapi memang target kita juga cukup tinggi untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang bersifat dasar dan strategis,” pungkasnya. [] Ricky

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top