Kab. Bogor

Penelitian Berbasis Paten/HKI: Bagaimana Melakukan Penelitian yang Dapat Menghasilkan HKI?

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) bekerja sama dengan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University menggelar Webinar TROPBRC ke-8. Kali ini mengangkat tema “Penelitian Berbasis Paten/HKI: Bagaimana Melakukan Penelitian yang Dapat Menghasilkan HKI?” Selasa (14/9/2021). Webinar bertujuan memberikan pencerahan khususnya bagi dosen dan peneliti IPB University untuk mendapatkan paten dari riset.

Dr Tjahya Muhandri, Dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) berbagi kiat perolehan HKI (Hak Kekayaan Intelektual).  Bagi Dr Tjahya, aspek komersialisasi riset penting untuk menentukan bentuk paten yang didaftarkan.

“Bila riset dianggap bernilai komersialisasi tinggi maka disarankan didaftarkan dalam bentuk paten. Sedangkan bila nilai komersialisasinya rendah atau tidak ingin melakukan perlindungan, komersialisasi didaftarkan dalam bentuk hak cipta,” ujar peneliti di Pusat Studi Biofarmaka Tropika IPB University ini.

Baca juga  Jubir Covid-19 Kabupaten Bogor:  Penularan di Cibinong Masih Tinggi

Ia menilai bahwa seringkali dosen atau peneliti membuat proposal riset yang sebenarnya tidak terlalu bernilai komersial. Sehingga ia menekankan sebelum mendaftarkan paten dipastikan riset dapat menjadi produk komersial di lapangan.

Menurutnya, peneliti wajib menelusuri paten sejenis. Karena draft dokumen paten dijadikan inti pemeriksaan perbedaan dengan paten sebelumnya. Setelah memastikan klaim dari paten, hasil riset dapat dikirimkan ke unit di IPB University yang bertugas menangani hal ini yaitu di Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi (LKST).

“Kiat berikutnya adalah mau berkomunikasi secara berkala dengan tim di LKST IPB University,” tambah peneliti di Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB University ini.

Sementara itu, Dr Waras Nurcholis, Dosen IPB University dari Departemen Biokimia, FMIPA juga turut membagikan tips bagaimana mengembangkan penelitian yang memicu paten dan hak cipta.

Baca juga  Dosen IPB Sebut Pandemi Covid-19 Perparah Depresi, Sebabkan Tindakan Anarkis Orang Tua kepada Anak

Menurutnya, riset harus memiliki roadmap yang baik sesuai tujuan penelitian.

“Roadmap harus memiliki scientific background yang terdapat kajian tepat dan update terkait pustaka. Kajian pustaka yang dilakukan tidak terbatas pada jurnal ilmiah yang update. Namun pada kajian yang dilakukan berbasis KI dan paten. Sehingga memperoleh poin-poin penting yang menentukan kebaruan dari hasil riset yang dibangun.

“Itu menjadi penting karena kita ingin mendapatkan novelty yang akan kita patenkan. Jadi kita harus melakukan kajian pustaka sebaik mungkin sehingga ketika kita membangun suatu roadmap, itu menghasikan roadmap yang baik,” ungkap peneliti di Pusat Studi Biofarmaka Tropika IPB University ini.

Pada kesempatan yang sama, Prof Irmanida Batubara, Kepala Pusat Studi Biofarmaka Tropika IPB University menjelaskan terkait penelitian berbasis paten internasional. Menurutnya, WIPO (World Intellectual Property Organization) mengaturnya dalam Patent Cooperation (PCT). PCT ini dirancang untuk memfasilitasi proses perolehan perlindungan di banyak negara. Sistem tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh negara maju.

Baca juga  Hikmah Idul Fitri, Maaf Lahir Batin Jangan Hanya di Linimasa

“Permohonan perlindungan internasional paten melalui PCT bisa memberikan perlindungan hukum di banyak negara. Pemilihan negaranya disesuaikan dengan keinginan pemohon, dengan syarat negara itu harus anggota PCT,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih murah serta hemat waktu. Namun ada kelemahannya. Yaitu International Pleminary Examination Report (IPER) yang diterbitkan tidak bersifat mengikat. Hak untuk menolak atau mengabulkan permohonan paten tiap negara pun berbeda.

“Paten internasional tersebut telah dicoba ketika PT Kao Corporation melakukan riset bersama dengan IPB University bagi bahan alam Indonesia. Tantangannya, Indonesia masih sedikit memanfaatkan PCT padahal telah diratifikasi sejak tahun 1997. Pengalaman terkait pendaftaran PCT juga masih terbatas. Perlu adanya kerjasama dengan industri agar dapat komersial,” imbuhnya. [] Hari

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top