BOGOR-KITA.com – Sisa lebih anggaran pembangunan (Silpa) yang tidak terserap di suatu daerah mengindikasikan sistem perencanaan pembangunan daerah yang tidak optimal.
Hal ini dikemukakan Dedy M Lawe SH, MH, yang juga praktisi hukum menanggapai besarnya Silpa Kabupaten Bogor yang mencapai lebih Rp 1 triliun selama dua tahun berturut-turut yakni tahun anggaran 2014 dan 2015.
Sisa anggaran pembangunan yang tidak terserap tidak serta merta mengindikasikan adanya tindak pidana, tetapi akan membebankan keuangan daerah, dan keuangan negara di mana terhadap dana dana yang tidak terserap akan menimbulkan beban biaya terhadap keuangan daerah itu sendiri yang pada gilirannya akan membebankan keuangan negara.
“Anggaran yang tidak terserap mengindikasikan sistem perencanaan yang kurang cermat dan sistem pengawasan perencanaan pembangunan yang kurang maksimal,” kata Dedy.
Menurut Dedy, sebaiknya Kementerian Keuangan dan Kemendagri menyerahkan sistem reward and punishment, atau bila perlu mendorong pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang reward and punishment terhadap sisa penggunaan anggaran tersebut, di mana jika penyerapan anggaran maksimal di suatu daerah dan digunakan secara benar, maka akan mendapatkan reward, misalnya kemudahan mendapatkan anggaran pembangunan pada tahun anggaran berikutnya.
“Demikian sebaliknya, jika penyerapan anggaran rendah apalagi disertai dengan pelanggaran kurangnya pengawasan dan pelanggaran penggunaan anggaran, maka daerah dimaksud diberikan punishment yang dapat berupa pembatasan anggaran untuk tahun anggaran berikutnya, atau bahkan penghentian anggaran yang akan berdampak kepada kepercayaan masyarakat terhadap kepala daerah bersangkutan,” tutup Dedy. [] BK-1