BOGOR-KITA.com, KOTA BANDUNG – Semua sumber daya hampir terserap habis, termasuk anggaran. Oleh sebab itu, penanganan covid-19 di Jabar harus diintensifkan. Salah satunya dengan melakukan karantina desa atau kelurahan, yang sama dengan juga sejalan dengan pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) proporsional di tingkat kelurahan/desa.
Hal ini dikemukakan Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Berli Hamdani di Bandung, Senin (1/6/2020).
Dalam catatan BOGOR-KITA.com, jumlah desa di seluruh Jabar sebanyak 5.312 desa. Dari jumlah desa tersebut, menurut Berli ada 267 desa dan kelurahan yang memiliki pasien positif COVID-19. Dari 267 desa dan kelurahan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar mencatat ada sekitar 54 desa kritis dengan catatan kasus positif COVID-19 lebih dari enam pasien per desa.
Ke-54 desa tersebut, kata Berli, menjadi fokus Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar untuk melokalisir pasien positif beserta kontak tracing. Pelacakan yang komprehensif pun disertai dengan pembatasan aktivitas, peningkatan pelayanan kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan.
Pada tahap awal, 13 kelurahan/desa yang akan menjalani isolasi intensif selama 14 hari, mulai dari Selasa (2/6/2020) sampai Senin (15/6/20). Salah satunya adalah Desa Kasomalang Kulon, Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang.
“Tes swab akan dilakukan sebanyak dua kali. Tes pertama dilakukan pada hari pertama penanganan, dan tes selanjutnya dilakukan pada hari ke-14. Kami juga akan memobilisasi ambulans Puskesmas Keliling sebagai Mobile COVID-19 Test, mengoptimalkan Layad Rawat, MPUS, Mobile Laboratorium BIN,” ucap Berli.
Berli menyatakan, hasil pemeriksaan akan menjadi landasan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 dalam melakukan penyekatan dan menekan potensi kontak lokal COVID-19. Dengan begitu, penularan COVID-19 dapat dikendalikan, dan ruang gerak SARS-CoV-2 dapat terlacak.
Selain pemeriksaan, penanganan COVID-19 berskala mikro di daerah rawan disertai juga dengan pemantauan kesehatan, sterilisasi rumah, fasilitas sosial, dan fasilitas umum, pengawasan orang masuk dan keluar di daerah tersebut, dan pendirian dapur umum.
Menurut Berli, petugas non-kesehatan, seperti TP PKK kabupaten/kota setempat, Satgas Desa Siaga, relawan, TNI/POLRI, dan masyarakat sekitar, turut dalam penanganan COVID-19 di kelurahan/desa yang masuk zona kritis.
“Kesiapan Alat Pelindung Diri (APD) dalam posisi aman. Artinya, semua kebutuhan APD sudah terpenuhi atau dalam proses pemenuhan. Terkait makanan untuk karantina juga melalui program ketahanan pangan bersama OPD dan sektor terkait,” kata berli dilansir dari Humas Pemprov Jabar.
Selama penanganan, warga yang berada di kelurahan/desa rawan COVID-19 tidak diperkenankan keluar atau menerima tamu dari luar, kecuali untuk kepentingan darurat. Warga dapat beraktivitas di wilayah kelurahan/desa dengan menerapkan protokol kesehatan.
Setelah isolasi 14 hari selesai, warga yang berada di kelurahan/desa rawan COVID-19 menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta tanggap dan peduli pada pandemi. Di samping itu, pemantauan dan pengawasan orang masuk dan keluar, serta pemeriksaan kesehatan dan rapid test periodik, akan dilakukan.
Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar melalui Sub Divisi Edukasi Masyarakat mulai menyosialisasikan penanganan COVID-19 berskala mikro di kelurahan/desa kritis yang memiliki pasien positif lebih dari enam pasien per kelurahan/desa. [] Admin