BOGOR-KITA.com – Rencana pembangunan Rest Area Gunung Mas di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, yang digadang-gadang menjadi solusi persoalan Pedagang Kaki Lima (PKL) Puncak kini dipersoalkan DPRD Kabupaten Bogor. Sebab, proyek yang sudah dianggarkan dari APBD 2019 senilai Rp15 miliar, yang posnya ada di Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) lima bulan jelang tahun anggaran 2019 ini berakhir belum ada tanda-tanda akan dibangun.
Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Selamet Mulyadi mengatakan, pembangunan rest area Gunug Mas kemungkinan akan terancam batal jika melihat dari tahun anggaran. Karena tinggal tersisa 5 bulang lagi.
“Tahun anggaran 2019 ini kan tersisa lima bulan lagi, saya jujur saja sanksi proyek yang difungsikan sebagai tempat penampungan PKL yang berjualan di sepanjang Jalur Puncak terbangun,” ujar Selamet kepada wartawan, Kamis (18/7/2019)
Lanjut dia, proyek Rest Area Puncak itu bukan untuk kepentingan daerah semata, tapi pemerintah pusat juga, karena bagian dari program besar penataan kawasan Puncak. Penataan dimulai dengan pelebaran jalan.
“Nah, karena rest area belum ada kejelasan apakah mau dibangun atau sebaliknya dibatalkan, pelebaran Jalan Puncak pun menjadi terhambat, lantaran masih adanya bangunan semi parmanen dan lapak-lapak milik PKL,” ungkapnya
PKL sendiri, lanjut dia, sesuai dengan kesepakan tahun 2018 lalu, bersedia membongkar sendiri tempat jualannya, namun dengan catatan kios-kios penampung yang jumlahnya sekitar 540 unit sudah dibangun.
“Pertanyaannya, ketika bangunan semi parmanen milik PKL dibongkar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), mereka (PKL) di mana akan ditampung, padahal berjualan di pinggir jalan merupakan sumber mata pencaharian mereka,” jelasnya.
Slamet menegaskan, terkatung-katungnya proyek pembangunan rest area tersebut akan menjadi bahan evaluasi Badan Anggaran DPRD, ketika rapat pembahasan RAPBD Perubahan 2019.
“Kami sudah menyetujui alokasikan anggaran Rp15 miliar untuk pembangunan kios di rest area, karena belum ada kejelasan soal pembangunan, kami pun akan mempertanyakannya kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), bagaimana nasib uang rakyat yang sudah dialokasikan,” tegasnya.
Sementara, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Nuradi menjelaskan, proyek Rest Area Puncak tertunda, lantaran revisi Detail Engineering Design (DED) dari Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPERA) belum diserahkan, karena belum selesai.
“DED itu kan jadi dasar, untuk membangun, kalau beres kan ga bisa, makanya sampai sekarang masih menunggu. Revisi DED itu diperlukan, untuk menyesuaikan penambahan areal yang awalnya lima menjadi tujuh hektar,” kata mantan sekretaris DPRD itu.
Di lokasi kata Nuradi, sudah ada kegiatan perataan tanah dengan pelaksanan rekanan dari Kementerian PUPERA, proyek perataan atau cut and fill informasinya akan selesai Desember mendatang.
“Selain itu di lokasi juga ada proyek pembangunan jalan. Pelaksana sama dengan perataan rekanan dari Kementerian PUPERA, anggarannya bersumber dari APBN,” jelasnya.
Ketika disinggung, soal nasib anggaran Rp 15 miliar yang dialokasikan APBD untuk pembangunan kios, Nuradi menjelaskan, uang itu akan dikembalikan lagi ke kas daerah, karena tak mungkin dalam waktu lima bulan proyek pembangunan diselesaikan. Namun begitu, pengajuan dana untuk realisasi pembangunan rest area Gunung Mas kemungkinan akan ditambahkan di tahun anggaran 2020.
“Kami akan mengusulkan lagi, anggaran pembangunan kios di rest area, di RAPBD 2020 nanti. Di sini perlu saya tegaskan, tidak terserapnya anggaran Rp 15 miliar itu semata-mata bukan kesalahan dari daerah,” tandasnya. [] Admin/Pkr