Pendidikan

Opini : Pondok Bantaeng Bukan Beslan Rusia

Oleh : Abu Swandana

Founder Indonesia Digital Communication dan Rumah Konseling Tumbuh Kembang Anak

Tubuhnya menggantung di kolong rumah panggung. Dengan kondisi sarung mengikat kuat di lehernya. Beberapa teman menduga itu hanya prank. Candaan yang biasa dilakukan oleh anak gen Z. Kakak RF, yang juga menimba ilmu di tempat yang sama, percaya bahwa itu hanya prank. Semua mendekati dan memberi perintah agar candaan disudahi. Perintah tidak digubris. Dibantu teman-teman, kakak RF menurunkan tubuh adiknya dari atas. Lalu, melepaskan lilitan sarung. Beberapa kali coba disadarkan dan diberi nafas bantuan. Tapi, drama tidak juga berakhir. Pada menit berikutnya, RF dinyatakan oleh dokter sudah tidak bernyawa.

Dusun Tanetea, Desa Nipa Nipa, Kecamatan Pajukukang, Bantaeng, Sulawesi Selatan. Sabtu, 23 November 2024, menjadi tanggal duka bagi keluarga RF. Juga kabar ironi bagi Mendikdasmen, Abdul Mu’ti yang baru dilantik 34 hari lalu. Seorang santri ditemukan meninggal dunia di dalam lingkungan tempatnya menimba ilmu.

Baca juga  Endin Mujahidin Jabat Rektor UIKA Bogor

JPPI mencatat ada 293 kasus kriminalitas di sekolah. Data tersebut terhitung dari awal tahun hingga September 2024. Kasus setiap tahunnya meningkat. Pada 2023, ditemukan 285 kejadian. Kekerasan seksual mendominasi dengan jumlah mencapai 42 persen. Anak perempuan menjadi korban terbanyak dengan angka mencapai 78 persen. Dan anak laki-laki mencapai 22 persen.

Angka kasus perundungan 31 persen. Kekerasan fisik 10 persen. Kekerasan psikis 11 persen. Dan, kebijakan yang mengandung kekerasan 6 persen. Pelaku kriminal didominasi oleh laki-laki dengan angka 89 persen, sedangkan perempuan 11 persen.

Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) merilis data, sejak Januari sampai Februari 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap anak telah mencapai 1.993. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat sepanjang 2023 terdapat 3.547 aduan kasus kekerasan terhadap anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Januari sampai Agustus 2023, mencatat ada 2.355 kasus pelanggaran terhadap pelindungan anak.

Dari jumlah tersebut, 861 kasus terjadi di lingkup satuan pendidikan. Dengan perincian, anak sebagai korban dari kasus kekerasan seksual sebanyak 487 kasus, korban kekerasan fisik dan/atau psikis 236 kasus, korban bullying 87 kasus, korban pemenuhan fasilitas pendidikan 27 kasus, korban kebijakan 24 kasus. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (Kementerian PPPA) menyebutkan bahwa pada tahun 2023, telah terjadi 2.325 kasus kekerasan fisik terhadap anak.

Baca juga  IPB University Wakili Indonesia di Ajang Cyberathelete Collegiate Mobile Legend Asia Tenggara 2021

Tapi, Bantaeng bukanlah Gontor. Yang pada 1948, Gontor dikepung oleh pasukan Muso setelah berhasil menguasai karesidenan Madiun, Ponorogo, Magetan, Pacitan dan Ngawi. Muso, yang memproklamirkan Indonesia Soviet, mengerahkan pasukan untuk memporak-porandakan bangunan pesantren dan membakar kitab-kitab. Lembaga pendidikan, ternyata tetap menjadi ruang atensi eskalasi konflik politik, setelah kemudian rumah sakit dan kantor media.

Bantaeng bukan Beslan. Di mana sejarah pengepungan 1 September 2004 terjadi di sebuah sekolah terbesar di Kota Beslan, republik otonomi di kawasan Kaukasus, Ossetia Utara, Federasi Rusia. Pengepungan dilakukan sebagai sikap insurgensi untuk mencari pengakuan kemerdekaan Chechnya. 1.128 orang disandera di dalam aula sekolah. Di antaranya guru, siswa dan orangtua. Drama penyanderaan berlangsung selama sekitar 50 jam. Sejarah 3 hari yang berakhir tragis dengan meninggalnya 385 orang, di antaranya anak-anak dan 750 orang terluka.

Baca juga  Selamat Jalan Prof. Dr. Conny Semiawan, Mantan Rektor UNJ, Sang Guru Teladan

Sejarah kelam Beslan melahirkan kekuatan publik dengan berdirinya gerakan sosial: Mothers of Beslan. Mereka menuntut dilakukannya penyelidikan objektif dan penyelesaian kasus penyanderaan oleh pemerintah Rusia. Rentetan sejarah kelam kriminalitas di lingkungan sekolah di Indonesia sepertinya membutuhkan berdirinya gerakan sosial: Mothers of Indonesia atau istilah semisalnya untuk sebuah komite. Gerakan non kepanduan yang concern membersihkan lingkungan sekolah dari potensi lahirnya karakter kriminalistik dan menstimulus lahirnya regulasi pendidikan yang lebih detail dalam memantau tumbuh kembang anak didik.

Parung yang cerah, 26 November 2024

Tulisan dari Tepi Barat

 

Sumber:

berkas.dpr.go.id/Achmad Muchaddam Fahham, Analisis Legislatif Madya

kompas.com, 24 Oktober 2024

wartakini.co, 1 Oktober 2019

kumparan.com, 25 September 2017

beritasatu.com, 24 November 2024

id.wikipedia.org

rri.co.id, 01 Sep 2024

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top