Laporan Utama

Munas IMI, Bamsoet dan Sirkuit Mandalika

Erwiyantoro (kiri) besama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo

BOGOR-KITA.com JAKARTA – Bicara dunia otomotif Indonesia, wajib menyebut nama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto (1991 – 1995) dan Bob Nasution (1995 – 2003).

Mengapa harus menyebut kedua tokoh otomotif ini?

Karena, keduanya mampu menggelar event internasional, salah satunya World Rally Championship (WRC).

Bahkan, saat event internasional ini digelar, nama Rod Nillen pun, pernah ikut WRC tahun 1990 dan 1992.

Sedangkan, dari Indonesia, deretan nama-nama pereli juga ikutan naik daun, seperti Tommy Soeharto, Candra Halim, Ricardo Galael, Beng Siswanto, Dolly Indra Nasution. Sedangkan generasi setelah mereka ada Rifat Sungkar.

Puncaknya, WRC 1996 dan 1997, hadir pereli dunia, seperti Tommi Makinen, Colin McRae, Carlos Sainz.

Tommy Bono Hetami, putra pemilik SUARA MERDEKA, korannya Jawa Tengah, tak pernah absen, setiap ada rally di Medan.

Dunia otomotif Indonesia, juga pernah menggelar event kelas dunia, di Sirkuit Sentul, Bogor Jawa Barat tahun 90-an.

Bahkan, Valentoni Rossi, yang masih “young guns” ikut dalam motor GP, kelas 125 cc, Max Biaggi kelas 250 cc.

Sedangkan kelas “Gipi Gopek”, nama-nama legenda Michael Doohan, Alex Barros, Loris Capirossi, Alex Criville, Luca Cadalora hingga Norifumi Abe, pernah menikmati udara Sentul, tahun 1996 dan 1997.

Menjelang Musyawarah Nasional (Munas) Ikatan Motor Indonesia (IMI), yang akan digelar di Makassar, 20 Desember 2020 nanti, calon kuat pengganti Sadikin Aksa (2016 – 2020), harus super sibuk, super fokus, kreatif dan wajib mengaktualisasikan event-event internasional yang pernah digelar di Indonesia, seperti WRC dan GP500

Baca juga  Bima Arya: Tanaman Hias Ibarat Hubungan Suami Istri

MotoGP, menjadi salah satu “icon” Indonesia, jika mampu tepat waktu membangun Sirkuit Mandalika, Lombok Nusa Tenggara Barat.

Kandidat tunggal, Bambang Soesatyo, jika ingin memimpin dunia otomotif, wajib tidak boleh tanggung-tanggung, atau dianggap sambil lalu. Mengingat, posisinya saat ini, sebagai Ketua MPR RI 2019 – 2023.

Menurut CEO Dorna Carmelo Ezpeleta, trek Sirkuit Mandalika, sepanjang 4.32 Km dengan 18 tikungan ini, menjadi perjudian pemerintah Indonesia, cq Ketua IMI yang baru nantinya. Karena, saat ini, Sirkuit Mandalika, masuk dalam daftar cadangan MotoGP tahun 2021. Artinya, Bamsoet wajib mengontrol day to day, agar Sirkuit ini, bisa masuk kalender MotoGP 2021. Semuanya, tergantung selesai atau tidak pembangunannya. Mampukah?

Bambang Soesatyo bersama Pemerintah, wajib mengontrol dan menyelesaikan pembangunan Sirkuit Mandalika, dari proses konstruksi, homologasi, dan pengujian. Artinya, sosialisasi sebagai sirkuit yang pantas dikendarai para pembalap MotoGP, dan juga sosialisasi sebagai event organizer, membutuhkan kerja yang super serius.

Saya hanya mencoba menantang Bambang Soesatyo. Bahwa, menjadi Ketua IMI di jaman milinial ke-3 ini, beda sekali dengan jaman orde baru dan jaman reformasi.

Bamsoet, tak bisa leyeh-leyeh, ketika Sirkuit Mandalika, menjadi salah satu agenda MotoGP. Mampukah?

Indonesia, sudah saatnya mencetak pembalap-pembalap muda, yang masuk dalam jaringan pembalap-pembalap dunia. Lahirnya Mandalika Racing Team Indonesia, menurut saya, untuk mempersiapkan pembalap tuan rumah Indonesia, bisa bergaul di level internasional. Bahwa, Mandalika, bukan sekadar ajang pembalap dunia, bukan sebagai penonton doang. Melainkan, juga wajib mencetak pembalap anak-anak yang bermimpi menjadi “New” Valentino Rossi dari Indonesia.

Baca juga  Bupati Bogor Instruksikan Tahun 2021 OPD Harus Fokus pada Program Pancakarsa

Dorna Carmelo Ezpeleta sebagai CEO, menurut mBah Coco, tidak asal-asalan melihat potensi balapan sekaliber MotoGP. Bahkan, Mandalika, juga bukan sekadar ajang “barter” bisnis antara gank pebisnis kelas dunia di kawasan Lombok, dengan pemerintah Indonesia.

Masa depannya, untuk menggaet penonton yang selalu berlimpah di Sirkuit Mandalika, menurut mBah Coco, kandidat kuat Ketua Umum IMI, di Munas 20 Desember, wajib memiliki tim riset dan tim talent, untuk membantu mencetak pembalap kelas dunia, dengan lembaga-lembaga yang sudah mapan di MotoGP, seperti Gresini Racing.

Mampukah Bamsoet, mempersiapkan para pembalap-pembalap muda, untuk dicetak masuk dalam kategori GP MotoE, Moto3, Moto2, dan berlanjut ke level tertinggi MotoGP “GoPek”.

Sedangkan, World Racing Champions, wajib diupdate kembali, untuk digulirkan, tidak saja di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara,  melainkan juga bisa digelar di Lombok, yang sangat indah dan masih “perawan” bagi destinasi dunia.

Ada perbedaan mencolok, setiap sosok menjadi ketua umum cabang olahraga, jaman 80-an dan jaman “now.”

Dulu, banyak sekali pejabat negara dan pengusaha kakap, saat mengelola cabang olahraga. Rata-rata mampu melahirkan atlet dan menghasilkan prestasi dunia. Mereka mengelola cabang olahraga memakai hati. Kalau saat ini, hanya sekadar diceburin.

Bob Hasan,  Ketua Uumum PB PASI, mencetak Purnomo dan Mardi Lestari lolos ke Olimpiade.

Bahkan, sebelum meninggal tahun 2019 lalu, sudah mencetak pelari berbakat Lalu Mohammad Zohri. Tri Sutrisno, saat jadi KSAD dan Ketua Umum PBSI, mencetak Alan Budikusuma dan Susi Susanti.

Murdiono, sebagai Mensekneg dan Ketua Umum PELTI mencetak Yayuk Basuki, hingga ranking 40 dunia.

Baca juga  Skybridge Bojonggede Mulai Diujicoba Besok

Di dunia renang, MF Siregar dan Dadang Suprayogi saat mengelola PRSI, mampu mencetak perenang-perenang, seperti Kristiono Sumono (peraih perah Asian Games 1978), Lukman Nioade, serta Jerry dan John Hp Item bersaudara, Kun Hantio, serta Elfira Rosa Nasution. Bandingkan, saat jaman milinieal, dari Purnomo Yusgiantoro, Hilmi Panigoro, Sandiaga Uno, hingga Anindya Bakrie, terkesan hanya pencintraan.

Cabang tinju, induknya Pertina sepertinya “mati suri” selama dipegang Jhony Asadoma. Padahal, Asodoma dilahirkan dari event internasional President Cup, yang pernah digelar M. Anwar dan Sahala Rajagukguk sebagai orang nomer satu di dunia tinju.

Hingga, melahirkan banyak petinju kelas dunia, seperti Samsul Anwar, Thomas Americo hingga Ellyas Pical.

Ali Said, saat jadi Jaksa Agung, juga mampu membangun prestasi internasional, dari para petenis meja, hingga melahirkan Sugeng Utomo, ranking ke-5 dunia. Kemudian ada Abdul Rodjak, Sinyo Supit, Faisal Rachmad, Diana Wuisan, Anton Suseso, hingga Rossi Syechabubakar.

Namun, kini di jaman “now”, PTMSI justru terbelah menjadi dua organisasi, versi Dato Sri Tahir dan Oegroseno.

Contoh-contoh di atas, hanya ingin dijadikan referensi bagi para pejabat yang ingin duduk di cabang olahraga.

Mau jadi ketua umum atas ambisi sendiri, atau dijorokin masuk di kancah yang bukan bidangnya.

Bambang Soesatyo, apakah, mampu mengelola secara fokus, profesional dan mencetak altet berprestasi?

[]  Penulis: Erwiyantoro, adalah wartawan senior. Artikel ini , disadur atas seizin penulis dari akun FB Cocomeo Cacamarica milik penulis,

 

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top