Kab. Bogor

Mencuat Dugaan Pungli Pada PPDB Di SMPN 1 Ciawi

BOGOR-KITA.com, CIAWI – Kasus dugaan jual beli kursi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mencuat di SMP Negeri I Ciawi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

Hal ini mencuat setelah salah satu siswa yang tempat tinggalnya masuk dalam zonasi ternyata tidak lolos, sebelum membayar uang Rp 3 sampai Rp 7 juta.

Kasus transaksional ini dialami keponakan Kepala Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Alex Purnama Johan (APJ) yang secara terang-terangan dimintai uang oleh pihak sekolah sebesar Rp 7 juta untuk keponakannya yang akan masuk sekolah di SMP Negeri 1 Ciawi.

“Keponakan saya daftar online dari SDN Cikopo Selatan, tinggal di rumah saya di sini Desa Banjarwangi, daftar juga pakai zonasi sudah diukur. Sudah daftar chip dan zonasi. Tiba-tiba ada surat tidak diterima. Yang jadi dasar alasan tidak diterima itu apa. Zonasi terlalu jauh, atau apa. Sehingga keponakan saya diminta uang sebesar Rp 7 juta,” ujar APJ, kepada wartawan Senin (10/7/2023).

Alex mempertanyakan uang yang diminta pihak sekolah tersebut untuk apa. Padahal keponakannya sudah dinyatakan tidak lolos menjadi siswa . Jika ada iuran pembayaran sekolah harus memiliki dasar aturan, apakah sumbangan atau uang bangunan. Intinya, harus jelas terbuka dan transparan.

“Kalau memang udah diterima jadi siswa, terus pembayaran melalui rapat dengan komite sekolah, secara umum pasti kita ikut bayar. Misalnya, untuk donasi pembangunan atau pembelian bangku sekolah. Tetapi ini pribadi, kejelasannya itu uang 7 juta itu untuk apa,” bebernya.

Baca juga  Atalia: Jarak Domisili dengan Sekolah dan Nilai UN Indikator Utama Daftar PPDB

Sebaga tokoh masyarakat, lanjur Alex, praktik jual beli bangku saat PPDB ini mencederai prinsip keadilan akibat adanya suap. Untuk itu, dirinya mengajak mengimbau kepada para sekolah baik SMP maupun SMA atau SMK agar mengikuti aturan yang ada sesuai dengan zonasi.

“Ikuti lah aturan. Jangan sampai ada jual beli bangku dengan pilih pilih orang, siapa orang tuanya, sehingga ini menjadi masalah setiap tahunnya. Saya berharap penanganan PPDB ini tidak sekasar ini, sampai diwarnai jual beli bangku,” jelasnya.

Dalam zonasi ini seharusnya memenuhi wilayah zonasi sebanyak 50 persen, setelah itu di luar zonasi bisa melalui tahap lain yang di atur oleh sekolah. Menurutnya, PPDB ini harus menjadi perhatian dinas pendidikan Kabupaten Bogor dan Provinsi Jawa Barat, dan Kementerian Pendidikan. Sehingga jangan sampai terjadi praktik seperti itu dalam PPDB SMP dan SMA wilayah kabupaten Bogor dan wilayah lain di Indonesia.

“Misal 50 persen zonasi, 50 persen lagi terserah lah. Kan gitu. Kita tidak ikut campur. Tetapi ini kan ada yang masuk zonasi itu, tetapi tidak diterima ada istilah tidak diterima dulu dasarnya apa. Kita melihat bukan hanya warga yang tidak mampu juga. Ini bukan masalah uang ya. Tetapi, ini masalah aturan. Kecuali yang diluar zonasi, itu kita tidak permasalahkan. Ini dalam zonasi tetapi diminta anggaran kepada siswa,” pungkasnya.

Baca juga  RSUD Parung Segera Dibangun, Para Tokoh Parung Bersyukur

Sementara itu dikonfirmasi, pihak SMP Negeri 1 Ciawi menjelaskan alur PPDB yang dilaksanakan sudah mengikuti mekanisme penerimaan. Dan, membantah adanya jual beli kursi Rp 7 juta persiswa dalam PPDB kepada orang tua siswa.

“Enggak ada di sini (jual beli kursi). Kita kan ini apa namanya itu, seleksi, kita mengikuti apa. Jalur yang sudah ada seusai arahan dari Dinas Pendidikan gitu,” jelas Humas SMP Negeri 1 Ciawi Suparman.

Lanjut Suparman, tidak ada yang perlu dijelaskan oleh pihak sekolah karena jual beli tersebut tidak pernah ada.

“Saya tidak bisa menjelaskan karena memang tidak pernah ada. Mau bagaimana menjelaskannya kalau tidak ada. Kan kita seusai dengan apa aturan yang ada,” jelasnya.

Selain tetap megikuti aturan, lanjut Suparman, pihaknya dalam hal ini guru dan seluruh staf sekolah sudah melakukan PPDB secara maksimal. Dalam penerimaan ini sekolah tidak bisa bermain-main.

“Kita berusaha semaksimal mungkin melakukan yang terbaik, sampai malam kita tetap melayani yang mendaftar. Mungkin ada kesalahan atau ketidak puasa dari (orang tua tersebut), dan kita tidak bisa bermain-main karena di sana ada laporan langsung di sistem, pada hari kamis sudah ditutup dan terkunci sudah aplikasinya,” imbuhnya.

Terkait yang dialami keluarga Alex Purnama Johan yang masuk zonasi namun tidak diterima dan harus membeli kursi Rp 7 juta, pihak sekolah juga membantahnya.

Baca juga  Liga 1 Indonesia: Kebobolan Lima Gol, Pelajaran Bagi Persikabo 1973 dari Pendekar Cisadane

“Saya kira tidak. Aplikasi PPDB itu pakai google maps. Kita tidak bisa. Selain google maps itu juga nilainya bagus, lalu zonanya dekat. Begitu yang diutamakan,” jelasnya.

Namun demikian, kata Suparman, jika ada fakta terkait adanya kesalahan sistem, pihaknya berjanji akan memperbaikinya.

“Kalau kami mungkin ada kekeliruan mungkin akan kami perbaiki ya. Karena ini sistem yang bekerja, mungkin saja ada kekeliruan, mungkin ya pasti. Karena tidak mungkin 100 persen benar karena kami juga manusia saking capenya, mungkin waktu itu salah menujukan wilayah atau tidak pas titiknya,” ungkapnya.

Dengan demikian, pihak sekolah tidak percaya jika terjadi jual beli kursi siswa. Dan meminya pihak yang menuding menujukan siapa oknum sekolah yang bermain. Sejak awal pihak sekolah tidak memungut uang.

“Kami tidak percaya ya. Karena saya juga bagian informasi. Segala sesuatunya selalu memonitor. Kalau terjadi seperti itu saya tidak percaya, kenapa sampai jual beli kursi dua juta tiga juta saya rasa enggak mungkin, karena dari awal tidak pakai dana apa-apa gratis disaksikan semua pihak, kalau ditutup sistemnya juga sama-sama, kalau ada siapa orangnya dan kami akan membina orangnya karena itu salah, ya kan, kami pasti bina,” tandasnya. [] Danu

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top