Prasetyo Utomo
BOGOR-KITA.com Pohon tumbang di Kebun Raya Bogor (KBR) pada hari Minggu (11/1/2015) yang menewaskan 7 orang pengunjung dan 22 orang luka-luka merupakan tragedi kemanusiaan. Sebab itu dinilai perlu dibuat aturan hukum tentang KRB.
Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH-KBR) Prasetyao Utomo dalam siaran pers yang dikitrim ke Redaksi BOGOR-KITA. com, Jumat (30/1). LBH-KBR memandang bahwa peristiwa pohon tumbang yang menelan korban jiwa itu merupakan momentum bagi Pemkot Bogor untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait pengelolaan KRB, terutama terkait regulasi. Merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan yang ada, penting sebenarnya untuk menjelaskan kepada public, apakah KRB merupakan domain Pemkot Bogor atau bukan. Apabila KRB termasuk domain Pemkot Bogor, maka sebaiknya harus ada regulasi yang jelas (Perda dan/atau Perwali) yang mengatur tentang KRB. Mengingat, tragedi pohon tumbang yang menewaskan dan melukai beberapa beberapa orang itu, membuat masyarakat bingung akan pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban,” kata Prasetyo. Regulasi tentang KRB patut didorong, mengingat beberapa peraturan telah mengatur tentang Kebun Raya. Pasal 1 angka 11 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2011 Tentang Kebun Raya, menjelaskan bahwa unit pengelola adalah unit kerja yang menangani pengelolaan Kebun Raya yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Kepala Lembaga atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Dalam Pasal 2 aturan yang sama, Kebun Raya disebutkan terdiri dari: (a) Kebun Raya yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat; (b) Kebun Raya yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi; dan (c) Kebun Raya yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 18 ayat 2 (2) diatur bahwa Pengelolaan Kebun Raya yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh unit pengelola teknis daerah. Dan ayat (4) mengatur, dalam hal unit pengelola teknis daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terbentuk, maka pembentukannya harus mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Lebih lanjut, dalam Pasal 34 (2) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung mengatur bahwa pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung di kabupaten/kota, dilaksanakan oleh organisasi perangkat daerah dan instansi terkait sesuai tugas pokok dan fungsinya, yang diatur oleh bupati/walikota. Ditambah lagi jika memang secara de facto di dalam tiket masuk KRB terdapat retribusi kepada Pemkot Bogor, maka terdapat secara otomatis, telah terjadi kontrak tanggung jawab atas pengelolaan KRB, dengan demikian maka dalam pengelolaannya Pemkot Bogor memiliki tanggung jawab yang sama dengan LIPI meskipun mungkin tidak sebanding dengan LIPI itu sendiri. Disamping itu adalah sebuah fakta, bahwa Kebun Raya Bogor Berada di wilayah administrasi Bogor yang berarti bahwa ada satu tanggung jawab terhadap pengelolaan tempat wisata yang juga menjadi icon kota Bogor tersebut. Oleh karena itu, LBH-KBR merekomendasikan beberapa hal, sebagai berikut: 1. Mendorong DPRD dan Pemkot Bogor untuk membuat regulasi terkait KRB yang berisi tentang Peran Pemkot dalam pengelolaan ataupun pengawasan pengelolaan KRB, atas dasar ketentuan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2011 Tentang Kebun Raya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013, dan ketentuan mengenai retribusi daerah, agar Pemkot Bogor dapat melakukan tindakan pengawasan terhadap pengelolaan KRB sehingga tragedi yang terjadi tidak terulang kembali di kemudian hari. 2. Mendorong Pemkot Bogor, Pihak KRB, dan LIPI untuk memberikan pemulihan kepada korban baik secara psikis maupun fisik yang ditimbulkan oleh tragedi tersebut. [] Admin