KPAD Kabupaten Bogor Dukung Pembelajaran Di Bulan Ramadan
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bogor mengapresiasi dan suport atas keputusan pemerintah yang telah menetapkan bahwa selama bulan suci Ramadan tahun 2025, siswa tetap akan mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penyesuaian jam belajar.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa istilah yang digunakan adalah “pembelajaran di bulan Ramadan,” bukan “libur Ramadan.”
Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2025.
Isi dari Surat Edaran Bersama tersebut adalah, libur awal Ramadan pada 27 Februari hingga 5 Maret 2025; Pembelajaran selama ramadan pada 6 Maret hingga 25 Maret 2025, dengan penyesuaian jam belajar yang diserahkan kepada pemerintah daerah untuk mengatur sesuai kondisi setempat;
Libur dan cuti bersama Idul Fitri pada 26 Maret hingga tanggal 8 April 2025.
Dan kembali masuk sekolah pada 9 April 2025.
Dengan demikian, jadi pembelajaran selama periode di bulan Ramadan, siswa yang beragama Islam dianjurkan untuk mengikuti kegiatan seperti tadarus Alquran, pesantren kilat, dan kajian keislaman.
Sementara itu, siswa non-Muslim dianjurkan melaksanakan kegiatan bimbingan rohani sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
Surat Edaran Bersama beberapa Kementerian ini menjadi jawaban atas keresahan para orang tua ketika anak harus libur penuh selama bulan Ramadan.
Berkaca pada pembelajaran di masa covid beberapa tahun silam, ketika anak-anak dipaksa mengikuti pembelajaran di rumah, banyak orang tua yang stres membimbing anak-anaknya belajar di rumah, di samping kendala fasilitas, juga masalah keterbatasan kemampuan orang tua yang bervariatif turut memicu efektivitas belajar.
Belum lagi faktor motivasi anak yang kurang, sehingga keberadaan anak di rumah bukannya belajar melainkan banyak menghabiskan waktunya dengan berbagai permainan dan suguhan kontens di gadgatnya.
Sebagaimana kita maklumi bersama, dengan diliburkannya pembelajaran selama Ramadan ini berpotensi munculnya dampak-dampak negatif lainnya, seperti penurunan efektivitas pembelajaran, ketimpangan pendidikan, pengurangan keterlibatan sosial dan penyesuaian kurikulum.
Di samping potensi dampak negatif tersebut, libur penuh selama Ramadan tidak selaras dengan tujuan dari pelaksanaan ibadah puasa tersebut, yaitu membentuk insan yang bertakwa.
Jadi ibadah puasa Ramadan tidak bisa dijadikan alasan untuk meliburkan semua aktivitas yang selama di luar Ramadan berjalan. Justru dengan hadirnya bulan suci Ramadan harus memacu semangat untuk tetap produktif.
Bagi seorang pelajar, tentu produktivitasnya di bidang akademik yang harus tetap berjalan.
Bagi orang tua dan masyarakat secara umum, kehadiran Ramadan jiga menjadi momentum meningkatkan produktivitas kehidupannya.
Misalnya di lingkungan keluarga, Ramadan menjadi perekat hubungan antara orang tua dan anak, di sana akan banya ruang dan waktu yang menjadi momentum menguatkan kebersamaan, seperti di waktu makan sahur dan berbuka puasa, tadarus alquran, juga dalam aktivitas dan ibadah lainnya.
Di lingkungan masyarakat pun demikian, masjid-masjid menjadi ramai dengan aktivitas ibadah berjamaah. Yang kesemuanya itu menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belajar dalam membentuk karakter anak bangsa. [] Asep Saepudin