Kota Bogor

Catatan Mahasiswa Asal Bogor Hadapi Pandemi di Turki

Oleh: Ilma Alya Nabila

(Mahasiswa Selcuk University Turki)

BOGOR-KITA.com, TURKI – Turki merupakan negara berada di dua benua, Eropa dan Asia. Negara ini juga terdampak virus corona. Pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyib Erdogan terus bekerja keras melawan corona.

Website endcoronavirus.org memasukkan Turki sebagai negara yang hampir menaklukkan corona. Sampai Kamis (21/5/2020) Pemerintah Turki telah melakukan tes sebanyak 1.729.988, dengan hasil positif sebanyak 153.548, sembuh sebanyak 114.990, dan 4.249 orang meninggal dunia. Wali Kota Bogor Bima Arya sebelum dinyatakan positif covid-19, sempat melakukan kunjungan kerja ke Turki dan Azerbaijan.

BOGOR-KITA.com, secara khusus mendapat cerita dari salah satu mahasiswa asal Bogor yang sedang berkuliah di Selcuk University Konya, Turki Ilma Alya Nabila. bagaimana Turki menangani corona? Berikut penuturan Ilma Alya Nabila terkait perlakuan terhadap mahasiswa asing di Turki.

Menjadi pelajar di luar negeri pastinya punya kisah tersendiri. Apalagi di saat keadaan genting seperti wabah corona seperti ini. Begitu banyak perubahan sistem di dunia termasuk perubahan keputusan-keputusan yang diambil oleh negara yang saat ini sedang saya tempati Turki.

Turki salah satu negara yang tanggap dalam menghadapi wabah corona. Bagaimana tidak sebelum wabah masuk ke perbatasan Turki saja pemerintah sudah mengambil keputusan untuk membatasi penerbangan ke dan dari negara-negara yang sudah terkena wabah corona.

Terutama saat wabah corona sudah mulai menyerang  Iran, negara yang tepat berada di sebelah Turki. Pemerintah memutuskan untuk menutup jalur darat dan udara untuk pergi ke Iran. Penerbangan hanya dibuka untuk memulangkan warga negara Iran yang ingin pulang ke negaranya.

Wabah corona mulai terdeteksi di Turki setelah satu minggu melanda tanah air kita Indonesia, tepatnya tanggal 11 Maret 2020.

Pemerintah Turki cukup tanggap menghadapi hal ini. Bisa dilihat dari keseriusan mereka yang langsung mengambil tindakan untuk menutup sekolah dan universitas tepat dua hari setelah diumumkannya kejadian pertama yakni tanggal 13 Maret 2020.

Pemerintah Turki mengumumkan agar universitas mulai diliburkan pada tanggal 16 Maret 2020, dikarenakan tanggal 13 Maret bertepatan dengan hari Jumat para pelajar mulai berbondong-bondong pulang ke kotanya masing-masing ketika keputusan ini diumumkan.

Suasana asrama menjadi sangat sepi, hanya tersisa mahasiswa asing seperti kami. Selain itu pemerintah membuat keputusan agar universitas membuat sistem yang dapat dipakai untuk belajar jarak jauh melalui internet.

Sehingga pada tanggal 23 Maret 2020 beberapa universitas yang sudah mempunyai sistem tersebut dapat memulai kegiatan belajar mengajarnya.

Sedangkan untuk anak-anak sekolah setara SD hingga SMA, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan melalui siaran televisi dan sistem internet yang dibawahi langsung oleh kementerian pendidikan.

Baca juga  Ikatan Pelajar Muhammadiyah Dukung Perda KTR Kota Bogor

Untuk mendukung keberlangsungan kegiatan tersebut, setiap siswa mendapat internet gratis yang hanya dapat digunakan di situs-situs pembelajaran jarak jauh, sebanyak 8 GB yang diperbaharui setiap bulannya selama kegiatan berlangsung.

Di awal masa wabah ini mulai memasuki Turki, pemerintah mulai menutup penerbangan internasional untuk beberapa negara dengan jumlah pasien corona tinggi.

Seiring berjalannya waktu pemerintah memutuskan untuk menutup seluruh penerbangan internasional.

Tapi dikarenakan jumlah penderita yang semakin melonjak, pemerintah memutuskan menutup semua penerbangan internasional maupun domestik, termasuk perjalanan domestik melalui darat. Hanya dengan izin dari walikota setempat perjalanan luar kota dapat berlangsung.

Orang Turki, pada dasarnya sama seperti di negara lain, termasuk Indonesia yang tidak terlalu menganggap wabah ini sesuatu yang berbahaya. Sehingga, pada masa awal, sekolah-sekolah dan universitas-universitas ditutup, mereka menggunakan kesempatan ini untuk berlibur bersama keluarga untuk berjalan-jalan keluar rumah.

Akan tetapi pemerintah mengambil tindakan tegas dengan menutup tempat-tempat berkumpul seperti restoran, mal, situs pariwisata, gedung pernikahan, teater, masjid, tribun olahraga, gedung konferensi dan lain lain.

Tetapi segelintir orang Turki terutama yang sudah berusia sangat gemar keluar rumah untuk mencari udara segar dan duduk- duduk di kursi yang tersedia hampir di seluruh taman kota ataupun pinggir jalan raya.

Maka sebagian kota memutuskan untuk mengangkat bangku-bangku yang ada di taman kota tersebut.

Saat orang-orang tua ini masih juga nekad keluar rumah walaupun bangku-bangku sudah diangkat, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk melarang orang-orang usia 65 tahun ke atas untuk keluar rumah.

Dinilai tak cukup juga, kali ini remaja dan anak-anak usia 20 tahun ke bawah juga mendapat larangan keluar rumah dikarenakan mereka dianggap populasi yang rentan terhadap virus ini.

Turki memiliki jumlah masyarakat yang banyak menetap di luar Turki, terutama di negara-negara Eropa.

Ketika negara-negara Eropa Barat tidak dapat menangani masalah di negaranya sehingga berdampak kepada warga negara asing yang tinggal di sana menjadi terbengkalai, di saat itu warga negara Turki yang menetap di negara tersebut meminta dipulangkan ke negaranya.

Turki membuka kesempatan untuk memulangkan warga negaranya yang ingin pulang dengan melakukan penjemputan. Ribuan warga dipulangkan dari berbagai negara dan dikarantina di asrama pemerintah.

Asrama, dipakai untuk menampung para mahasiswa itu. Para warga yang dipulangkan termasuk juga jemaah haji tersebut dikarantina di beberapa titik terutama dibuat sentral untuk menempatkan mereka di Kota Ankara, Konya, Istanbul dan beberapa kota kecil lainnya.

Baca juga  Danrem 061/SK Undang Pimpinan Ponpes Se-Kota Bogor, Cegah Adu Domba Oleh Pihak Luar

Setiap harinya jumlah orang yang didata rapid test corona diumumkan di laman kementerian Kesehatan Turki.

Hingga saat ini sudah ada sekitar 1.675.517 orang yang dites corona per 19 Mei 2020, dengan angka tes per harinya mencapai puluhan ribu orang, sangat jauh dari Indonesia yang hingga saat ini hasil tes keseluruhan hanya berkisar 221.883 orang per 20 Mei 2020.

Turki menggunakan alat test yang hasilnya dapat dilihat dalam waktu yang singkat, bahkan menurut kabar terbaru untuk mengetahui hasilnya hanya dibutuhkan sekitar 15 hingga 20 menit.

Ketika situasi semakin genting, Turki mengeluarkan keputusan larangan keluar rumah, diberlakukan mulai 10 April 2020. Larangan keluar rumah ini diberlakukan setiap akhir pekan dan hari libur nasional.

Pemerintah Turki sangat sigap mengambil keputusan-keputusan di masa pandemi, sehingga perubahan keputusan dadakan bisa terjadi setiap waktu.

Masih banyak keputusan-keputusan yang diambil.

Keadaan ini juga sangat berpengaruh bagi saya sebagai pelajar yang tinggal di Turki. Kami dipindah dari asrama yang kami tempati ke asrama lain dan kami sebagai mahasiswa asing dikumpulkan di dua asrama yang sama, satu untuk putra dan satu untuk putri.

Dikarenakan jumlah mahasiswa asing di beberapa kota jumlahnya sangat sedikit, maka dibuatlah 19 titik di 19 kota tempat pengumpulan seluruh mahasiswa asing yang sebagian besar merupakan penerima beasiswa Pemerintah Turki untuk dikarantina di asrama tersebut.

Setiap asrama memiliki peraturan yang berbeda. Beberapa asrama membolehkan mahasiswanya keluar dengan alasan pergi ke mini market untuk membeli kebutuhan pokok. Sebagian lainnya tidak memperbolehkan sama sekali mahasiswanya keluar.

Asrama yang saya tempati di Kota Konya memenuhi kebutuhan makan dua kali untuk sarapan dan makan malam.

Karantina juga berlaku di tempat kami, ada sekitar 220 orang mahasiswa asing yang ditempatkan di asrama ini. Kami ditempatkan di kamar dengan kapasitas 4 orang dengan hanya menempatkan 2 orang di satu kamarnya.

Kami juga dilarang makan di kantin. Makanan yang kami ambil dari kantin harus dibawa dan dimakan di kamar masing-masing. Dan kami harus memakai masker ketika mengambil makanan di kantin.

Semua perlengkapan makan yang dipergunakan adalah perlengkapan sekali pakai. İzin keluar juga hanya diberikan sekali saja untuk mengambil barang dari asrama lama dengan diberi batasan waktu sekitar 1 atau 2 jam saja.

Selebihnya kami tidak bisa keluar dari asrama kecuali ada sesuatu yang mendesak, itu pun harus menuliskan surat permohonan kepada kepala asrama terlebih dahulu.

Baca juga  Dua CPNS Difabel di Kota Bogor Akhirnya Sah Jadi PNS

Waktu yang diberikan pun sangat terbatas mulai jadi 45 menit, 1 jam hingga 2 jam saja. Untungnya kami masih dapat menerima kargo dan pesanan makanan dari luar untuk dapat memenuhi kebutuhan kami.

Tentunya kuliah kami juga terpengaruh oleh hal ini, di beberapa universitas sangat tanggap menghadapi keadaan ini dan memutuskan untuk belajar mengajar jarak jauh dan melakukan ujian online.

Sayangnya beberapa universitas seperti universitas saya belum siap menghadapi keadaan ini, hingga perubahan keputusan selalu terjadi seiring keputusan yang diambil pemerintah. Dosen-dosen kami sangat mendukung adanya ujian langsung yang dilaksanakan di kampus.

Oleh karena itu ketika pemerintah mengeluarkan keputusan pada tanggal 4 Mei 2020 bahwa akan membuka universitas pada tanggal 15 Juni 2020, kami direncanakan untuk mengikuti UTS pada tanggal 15 Juni 2020.

Namun ketika keputusan institusi pendidikan yang membawahi universitas memutuskan untuk menutup segala kegiatan belajar mengajar termasuk ujian offline pada tanggal 11 Mei 2020, seketika semua sistem berubah dan diputuskan agar semua mahasiswa agar mengikuti ujian online, atau membuat tugas, presentasi, makalah yang setara dengan UTS dan UAS untuk menyelesaikan semester ini.

Dengan adanya perubahan sistem yang terus menerus terjadi kami sebagai mahasiswa kesulitan untuk mengikuti perubahan ini. Seperti halnya sekarang ini dosen-dosen kami memberi waktu hingga tanggal 31 Mei 2020 untuk menyelesaikan semua tugas dari semua mata kuliah yang wajib kami ikuti untuk mendapatkan nilai UTS.

Ramadhan kami kali ini hanya bisa kami jalankan di asrama, dengan makan yang disediakan oleh asrama untuk sahur dan berbuka. Kami  sahur dengan memakan roti ataupun bakery khas Turki seperti poğaça dan simit. Dan berbuka dengan makanan berat yang disediakan oleh asrama.

Beruntung kami tinggal di kota dengan masyarakat Indonesia yang terhitung banyak. Terkadang dalam masa pandemi ini sabagai solidaritas pelajar Indonesia-Turki yang ada di Konya, beberapa teman kami yang tinggal di rumah memasak dan mengantarkan makanan indonesia seperti baso, ayam rica-rica dan lainnya untuk berbuka puasa kepada kami yang tidak bisa keluar asrama.

Kami memanfaatkan mushola kecil yang ada di dalam asrama untuk bersama-sama sholat tarawih. Saya di sini bersama delapan orang Indonesia lainnya menjalani Ramadhan di dalam asrama dalam masa pandemi ini. Saya harap pembaca juga menjalani masa Ramadhan kali ini di rumah saja. Semoga pandemi ini segera berakhir dan keadaan kembali normal.

[] Ilma Alya Nabila juga aktif menulis di blog pribadinya indonesianstudentinturkey.blogspot.com.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top