Laporan Utama

Catatan 75 Tahun Indonesia, Banyakkan Cinta Sedikitkan Benci

Oleh: Syarifudin Yunus

(Pegiat Literasi & Dosen Universitas Indraprasta PGRI)

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Sahabat, katakan dengan penuh cinta. Dirgahayu ke-75 Republik Indonesia.

Mari kita bersyukur bersama. Demi bangsa dan negara Indonesia tercinta. Agar lebih maju. Dan lebih banyak cinta daripada benci. Karena memang, tidak mudah mengatur bangsa sebesar Indonesia. Ada 270 juta jiwa. Dengan isi kepala yang berbeda-beda. Sama sekali sulit mencapai kata sepakat.

Kita, bersyukur jadi bangsa Indonesia.

Karena kita masih bisa beribadah dengan aman dan tenang. Masih bisa bermedia sosial tanpa perasaan takut. Masih bisa berpendapat sesuka pikiran. Hingga bisa “ngomongin negara” secara terbuka di televisi. Bahkan rajin mengkritik pemerintah pun justru diberi bintang penghargaan. Jadi, apa kurangnya demokrasi di negeri ini? Sementara di luar sana, ada bangsa yang tiap hari bergeluT dengan suara bom. Ada bangsa yang tanahnya direbut bangsa lain. Bangsa yang belum reda dari perang saudara. Bangsa-bangsa yang kepulan asap roket menghantui rakyatnya, kaum minoritas yang ibadahnya dikebiri, hingga di rumah pun bisa meregang nyawa. Sekali lagi, kita patut bersyukur.

Bahwa bangsa Indonesia punya utang iya. Bahwa bangsa ini belum mampu menyejahterakan rakyat yang miskin itu pasti. Bahkan masih banyak “pekerjaan rumah” bangsa ini yang harus dibenahi itu pasti. Itu semua tanda, bangsa Indonesia dan kita harus berani mengoreksi diri sendiri.  Berani memperbaiki diri.

Baca juga  Sepak Bola Indonesia Mundur Lagi, Kompetisi Liga 1 Tanpa Degradasi, Liga 2 Dihentikan

Ada yang bilang, utang bangsa ini sangat besar. Bisa iya, bisa tidak. Tergantung kita mau lihat dari sisi mana? Siapapun, di sistem ekonomi kapitalis begini, sulit menghindar dari utang. Negara super power sekalipun, punya utang lebih besar dari bangsa Indonesia. Bahkan tidak ada satu negara di belahan bumi ini yang tidak punya utang. Semua punya utang. Tapi apa karena utang kita miskin? Belum tentu. Di ekonomi keluarga yang paling sederhana pun, utang bikin siapapun untuk berpikir dan bergerak. Agar bisa bayar utang dan lebih berdaya. Berjuang agar bisa lebih sejahtera dari hari ini. Bangsa ini boleh dibilang miskin, silakan. Tapi harus diakui pula, bangsa ini pun terus berjuang. Bangsa ini tidak pernah menangis dan tidak miskin hati.

Lalu apa yang kurang dari bangsa Indonesia?

Bisa jadi, bangsa ini hanya kurang satu hal. Berpikir positif terhadap bangsanya sendiri. Kurang membanyakkan cinta dan menyedikitkan benci. Rakyatnya banyak dan ramah. Alamnya indah dan terbentang luas. Tanahnya subur, lautnya keren. Tapi sayang, potensi itu cepat sirna. Akibat terlalu mudah membenci bangsanya sendiri. Terlalu banyak berpikir negatif. Atau bisa jadi pikun, untuk lebih memberi solusi dan aksi.

Apalagi di tengah wabah covid-19 dan kondisi ekonomi yang minus. Belakangan ini, kita terlalu sering dijejali “narasi” media sosial yang mengupas tuntas bobroknya bangsa Indonesia. Hingga menguliti lemahnya pemimpin sendiri. Seolah-olah, bangsa ini paling koruptif, pemerintahnya paling tidak becus, hukumnya paling tumpul, miskinnya paling melarat. Itu semua belum tentu benar. Karena hanya lahir dari pikiran yang negatif. Lalu kita ”membabi buta” mendambakan bangsa lain. Memuja bangsa lain lebih hebat daripada bangsa Indonesia. Bisa jadi, itu hanya omong kosong.

Baca juga  Rektor IPB University: Teknologi Pasca Panen Kurangi Food Waste Indonesia

Banyakkan cinta, sedikitkan benci.

Mungkin karakter itu yang dibutuhkan bangsa Indonesia. Agar bisa lebih maju, lebih baik. Cintai bangsanya, sedikitkan benci. Agar kita tidak fokus membenci bangsa sendiri. Mencerca rupa nusantara yang indah ini. Mencaci-maki yang tidak pantas, tidak etis. Hingga menghujat sana menghujat sini. Berkata-kata baik pun tidak mau, apalagi berkontribusi yang lebih baik?

Sahabat merah putih. Katakan dirgahayu Indonesia.

Kita boleh berbeda. Beda pilihan politik, beda idola pemimpin. Beda partai, beda cara pandang, dan beda-beda yang lainnya. Itu semua sah-sah saja. Tapi di saat yang sama, kita harus tetap gentle untuk bilang “kita sama sebangsa, setanah air”. Kita lahir, hidup, dan akan mati di tanah bangsa Indonesia yang berkah ini. Yaitu bumi pertiwi Indonesia.

Banyakkan cinta, sedikitkan benci.

Karena tidak ada bangsa yang membentang begitu luas di garis khatulistiwa. Tidak ada bangsa yang punya ribuan pulau dengan ratusan bahasa. Kita boleh miskin uang. Tapi kita kaya budaya. Bangsa ini masih punya sikap ramah-tamah, gotong-royong, peduli satu sama liannya, kekeluargaan, dan toleransi. Itu semua hanya ada di Indonesia. Itulah alasan kita berbeda-beda. Tapi kita tetap satu Indonesia, Bhineka Tunggal Ika.

Baca juga  WHO: Covid-19 Adalah Ujian Solidaritas Global

Bila ada suatu bangsa di dunia ini, saat berulang tahun. Kita masih bisa menikmati lomba tarik tambang, makan kerupuk, lomba bakiak, lomba kelerng, karnaval sepeda, bahkan lomba panjat pinang (bukan panjat dulu baru pinang). Itu ada di bangsa Indonesia. Bahkan, hanya di Indonesia, orang yang meninggal dunia “diantar” teman dan kerabat sekampung hingga ke liang lahat.

Banyakkan cinta, sedikitkan benci untuk bangsa sendiri.

Agar esok bisa lebih baik. Jangan terlalu gemar mem-bully bangsa sendiri. Bangunlah narasi positif tentang bangsa sendiri. Ambil posisi untuk kontribusi. Bukan narasi untuk sensasi. Jangan terhipnotis oleh perbedaan, jangan terbuai pikiran benci. Karena masa depan bangsa ini, ada di tangan kita sendiri. Bukan di tangan bangsa lain.

Maka, banyakkan cinta sedikitkan benci. Karena esok, kita akan menutup mata di tanah bumi pertiwi. Indonesia.

SELAMAT HUT ke-75 Republik Indonesia. Sungguh, kita tidak sedang berhenti berjuang. Tapi harus berjuang lebih keras lagi. MERDEKA!!! #DirgahayuIndonesia #HUTRI []

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top