Warga Parung Panjang, Cigudeg, Rumpin, Ini Hak Yang Tinggal Di Sekitar Area Pertambangan
BOGOR-KITA.com, RUMPIN – Selama puluhan tahun, warga masyarakat di Kecamatan Rumpin, Cigudeg, Parungpanjang dan sekitarnya, menjadi saksi atas kegiatan usaha pertambangan yang membawa berbagai dampak positif maupun negatif bagi kehidupan mereka.
Seperti diketahui, Kecamatan Rumpin dan Cigudeg, menjadi area pertambangan galian C atau galian batu andesit. Sementara itu, Kecamatan Gunungsindur, Parungpanjang dan Ciseeng menjadi daerah lintasan bagi kendaraan angkutan distribusi tambang.
Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) Junaedi Adi Putra mengatakan, memang harus di akui ada dampak positif dari adanya kegiatan usaha pertambangan. Diantaranya lapangan pekerjaan bagi warga dan ada beberapa jadi pengusaha galian dan pengusaha armada angkutan tambang.
Tapi di sisi lain, lanjutnya, semua pihak juga tidak bisa menutup mata dan memungkiri, ada berbagai dampak negatif yang jauh lebih banyak dirasakan oleh masyarakat sekitar yang tinggal di area pertambangan.
“Diantaranya polusi udara, ISPA, kerusakan alam dan infrastruktur jalan, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas hingga ada korban jiwa serta lainnya. Maka kami sejak lama sudah menuntut pembangunan jalur khusus tanbang,” cetus Kang Jun, sapaan akrabnya.
Lalu, sebenarnya apa saja yang menjadi hak warga masyarakat di area pertambangan? Bagaimana soal peran dan kewajiban dari pemerintah? Dampak apa saja yang harus diperhatikan semua pihak – pihak terkait?
Ika Heriansyah, S.Hut, M.Agr, P.hd, seorang peneliti ahli bidang kehutanan yang tinggal di Bogor menjelaskan, warga masyarakat yang tinggal di lokasi area pertambangan memiliki sejumlah hak yang amat penting.
Diantaranya memiliki hak atas perlindungan budaya, tanah adat serta saat pengambilan keputusan terkait pertambangan. Ada pula hak atas minimal 1 persen dari gross out put kegiatan usaha pertambangan yang beroperasi di wilayah adat tersebut.
“Termasuk warga masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan pertambangan,” tutur Ika Heriansyah saat dihubungi redaksi, Sabtu (15/2/2025).
Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga punya hak untuk memberikan informasi, saran dan pendapat soal pengelolaan pertambangan. Atau melaporkan apabila terjadi kerusakan – kerusakan di bidang lingkungan hidup.
Lalu terkait peran pemerintah daerah baik itu provinsi atau kabupaten, sambung Ika,
diantaranya yaitu melakukan pengumuman mengenai rencana wilayah pertambangan rakyat kepada masyarakat secara terbuka.
Memastikan bahwa kegiatan pertambangan rakyat tidak dilaksanakan pada tanah milik masyarakat adat sebelum mendapatkan persetujuan dari masyarakat adat setempat.
“Pemerintah juga memiliki peran melakukan demarkasi tanah yang diikuti oleh sejumlah roses administratif seperti registrasi dan sertifikasi,” jelas dosen pembimbing S2 dan S3 di Fakultas Kehutanan IPB University ini.
Ika menegaskan, kepemilikan hak dan peran partisipatif masyarakat maupun peran aktif dari pemerintah itu sangat diperlukan agar dampak – dampak negatif dari adanya giat usaha pertambangan dapat diminimalisir secara tepat dan benar.
Pria yang juga peneliti ahli utama BRIN ini menjelaskan, ada sejumlah dampak negatif kegiatan usaha pertambangan yang harus dibuatkan mitigasi dan penanganan secara baik dan benar sehingga tidak merugikan.
Dampak – dampak negatif itu diantaranya, penurunan produktivitas lahan, kepadatan tanah bertambah, erosi dan sedimentasi,
gerakan tanah/longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat dan perubahan iklim mikro.
“Makanya semua dampak itu harus bisa di antisipasi dan di mitigasi secara tepat. Dan satu hal lagi yang juga sangat penting yaitu bagaimana melakukan reklamasi setelah kegiatan pertambangan selesai,” tukasnya. [] Fahry