LBH GP Ansor Kota Bogor Minta KPK dan Kejagung Tuntaskan Kekisruhan PPDB
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Setelah membuka hotline pengaduan bagi korban Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SDN / SMPN / SMAN di Kota Bogor. Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda (LBH GP) Ansor Kota Bogor, kini telah melayangkan surat terbuka kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Jaksa Agung RI.
Hal itu dilakukan LBH GP Ansor untuk mendorong penyelidikan terhadap kesemrautan sistem PPDB Kota Bogor.
Menurut Ketua LBH Ansor Kota Bogor Rudi Mulyana, dirinya bersama sekretaris dan anggota LBH Ansor telah melayangkan surat terbuka berupa permohonan kepada Aparat Penegak Hukum yakni KPK dan Jaksa Agung RI, agar turun tangan untuk menangkap para pelaku kejahatan PPDB.
“Dari aduan yang kami terima, ada beberapa modus operandi yang dilancarkan oleh pelaku diantaranya dugaan suap, manipulasi data semisal KTP, KK dan lain lain, sampai kepada intervensi kekuasaan dari srakeholder guna menitip sanak saudaranya agar diterima di sekolahan tersebut,” kata Rudi, Sabtu (15/7/2023).
Dari hasil gelar perkara tim LBH Ansor Kota Bogor, Rudi menuturkan mengingat Pemerintah Kota Bogor merupakan peyelenggara dari PPDB ini maka mulai dari walikota, kepala dinas pendidikan, kepala dinas kependudukan dan catatan sipil Kota Bogor harus bertanggungjawab.
Hal itu, kata Rudi telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, menyebutkan bawhwa “Dinas Pendidikan merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan bidang pendidikan, Dinas pendidikan sebagaimana dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada walikota melalui sekretaris daerah, pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan tugas dan fungsinya”.
“Insya Allah kami sangat serius terhadap perkara umat, kami akan kawal hingga tuntas. Qulil Haqqa Walau Kana Morran “Katakanlah yang benar walaupun pahit,” ucapnya.
Sementara itu Dewan Penasehat LBH Ansor Kota Bogor Rd. Anggi Triana Ismail, menyampaikan terkait kekisruhan PPDB Kota Bogor bukanlah kali pertamanya. Artinya terdapat ketidakseriusan dari Pemerintah Kota Bogor dalam menjalankan amanah konstitusi.
Hal itu tertuang jelas di Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasad 1945, berbunyi : “(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya”.
Menurutnya, ini noda sosial yang tak kunjung dibersihkan dan sengaja dibiarkan begitu saja. Untuk itu, dirinya memandang ada beberapa yang bisa disampaikan atas kekacaubalauan ini.
Pertama, kata Anggi tidak maksimalnya sosialisasi sistem PPDB terhadap masyarakat Kota Bogor, menyebabkan keterputusan pemahaman yang tentu menimbulkan praktik suap.
Kedua, lemahnya pengawasan untuk memantau kegiatan dari awal hingga akhir, memberikan peluang bagi pelaku untuk melakukan pelanggaran hukum
Selanjutnya, SDM dinas pendidikan sebagai penyelenggara pun memiliki kualitas yang kurang baik, sehingga menyempurnakan perilaku korup.
“Penegakan hukum yang kurang maksimal, menjadikan peristiwa ini rentan pembelajaran atas hikmah, sehingga diulang kembali di fase-fase selanjutnya,” paparnya.
Ia menyebut bahwa langkah LBH Ansor Kota Bogor sudah tepat, untuk meminta APH pusat agar segera turun tangan guna menuntaskan kekacaubalauan ini.
“Maka kami meminta kepada APH pusat agar turun tanpa lagi banyak berfikir kembali, karena selain perkara hukum, ini merupakan perkara kemanusiaan,” pungkasnya. [] Ricky