Laporan Utama

Ciliwung Masih Murung

BOGOR-KITA.com – Sejak 27 Juli 2011 melalui Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2011 tentang Sungai. Bunyi pasal 74 pada peraturan pemerintah tersebut adalah “Dalam rangka memberikan motivasi kepada masyarakat agar peduli terhadap sungai, tanggal ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini ditetapkan sebagai Hari Sungai Nasional”.

Sudah 8 tahun sejak ditetapkannya PP tersebut, kondisi sebagian besar sungai di Indonesia belum menggembirakan. Ibarat orang sakit, penyakitnya tak kunjung pergi.

Mengelola sungai bukan perkara mudah. Namun bila pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/ kota, kecamatan, desa/ kelurahan bersama dunia usaha, akademisi, komunitas/ masyarakat dan media masa bergandengan tangan alias gotong royong, sedikit demi sedikit persoalan sungai dapat dientaskan.

Sinkronisasi dan implementasi kebijakan pemerintah pusat – daerah, kerjasama antar lembaga pemerintah masih lemah. Kondisi ini juga diperparah dengan sense of crisis sebagian besar pejabat pemerintah pusat dan daerah. Keadaan ini terus berlangsung hingga saat ini.

Baca juga  Prof Arif Satria: Percepatan Transformasi Teknologi Pertanian Menuju 4.0 Harus Disegerakan

Sejarah mencatat, peradaban manusia selalu  berdampingan dengan sungai. Namun, dalam perjalanannya manusia tidak dapat merespon perubahan dengan cepat. Revolusi industri merubah kebiasaan atau gaya hidup manusia dengan hebat. Industri makanan, minuman, fashion, otomotif, hiburan, wisata tumbuh pesat. Bisa dikatakan semua aktivitas manusia meninggalkan sampah organik, an-organik dan B3. Perkembangan ini tidak dimbangi dengan edukasi terus menerus di level masyarakat dan penyediaan sarana – prasarana cukup. Akhirnya, sampah terus menggunung di TPA nyaris tidak dapat dikendalikan. Keadaan ini diperburuk dengan kebiasaan memindahkan sampah dari rumah ke tempat lain, misalnya sungai dengan jutaan alasan. Dunia usaha harus ikut bertanggung jawab dengan kemasan produk yang dihasilkan.

Baca juga  Sesjen Wantannas: Naturalisasi Ciliwung Harus Melibatkan Pentahelix

Perguruan tinggi dan lembaga penelitian, banyak menghasilkan kajian dan hasil penelitian menarik. Seharusnya, ini bisa mempercepat persoalan.

Dunia semakin terhubung, era revolusi industri 4.0 semakin mendekatkan orang yang memiliki passion sama. Maka, terbentuklah sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama. Salah satunya adalah Komunitas Peduli Ciliwung di Bogor. Komunitas ini sejak 2009 dengan konsisten mengajak banyak peran. Namun, komunitas ini memiliki kekurangan. Antaranya adalah waktu dan tenaga. Karena sebagian besar relawan yang tergabung pada Senin-Jumat sibuk dengan pekerjaan, pendidikan dan aktivitas lainnya. Praktis hal-hal lain tidak dapat dilakukan pada hari dan waktu kerja. Kecuali kampanye lewat jejaring media sosial.

Sementara peran media cetak, on-line, televisi, radio tidak kalah pentingnya. Lewat media, kondisi sungai, aktivitas terkait sungai dijadikan isi berita atau program secara berkesinambungan. Tentu ini sebuah tantangan. Bagaimana menyajikan konten senada dengan sudut berbeda. Harapannya tentu agar publik semakin sadar, bahwa sungai harus tetap dijaga. Seperti harta, keluarga atau bahkan tempat ibadah.

Baca juga  Udang Sudah Kelihatan, Air Ciliwung Kian Bersih

Kenyataannya, sungai saat ini tidak lagi dipelihara sebagai bagian penting kehidupan manusia. Di sungai, semua sampah dan limbah sisa aktivitas sehari-hari ada. Seperti yang dijumpai tim Satuan Tugas Naturalisasi Ciliwung, Tim Patroli , Warga di sungai Ciliwung, sekitar Griya Katulampa. Akhirnya, sungai merana. Ekosistemnya terganggu. Perlahan manusia akan dibuat menderita oleh kebiasaannya.

Sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Saatnya pemerintah, dunia usaha, akademisi/ peneliti, komunitas/ masyarakat dan media bergandengan tangan. Saling melengkapi. [] Suparno Jumar (Relawan Komunitas Peduli Ciliwung / Warga Kota Bogor)

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top