Opini: Sendi Semakin Terjepit, Aji Jaya terancam Tidak Mendapatkan Tiket Pilkada Kota Bogor
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Dua kekuatan politik di Kota Bogor semakin intensif membangun komunikasi politik. Setelah deklarasi KIB disusul intensitas komunikasi PKS dan PDIP Kota Bogor. Kondisi ini akan semakin mengkristalkan figur-figur yang berpeluang besar diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik dalam Pilkada Kota Bogor mendatang.
Dinamika dan eskalasi dalam pilkada memang tidak serta merta linier dengan dinamika yang terjadi pada pemilu 2024 kemarin. Sehingga tidak mesti koalisi-koalisi partai dan kekuatan politik yang terjadi pada pemilu 2024 kemarin harus terjadi juga di Pilkada serentak 2024.
Kondisi ini lebih disebabkan dua hal.
Pertama, kepentingan lokal. Relasi dan kepentingan politik di tingkat lokal jelas berbeda dengan relasi di tingkat elit. Sedangkan pilkada langsung akan menyentuh berbagai kepentingan lokal. Ketika partai-partai mempunyai kepentingan politik yang sama di tingkat lokal, maka akan mudah membangun koalisi. Tidak peduli apakah itu KIM adau KIB atau kekuatan lainnya.
Kedua, pilkada sangat ditentukan oleh figur. Ketika berbicara figur dalam konteks pilkada, maka kita akan bicara tiga hal, yaitu kualitatif, kuantitatif dan cuantitatif.
Kualitatif bisa dimaknai dengan sejauh mana pengalaman menata pemerintah daerah, bagaimana tingkat ketokohan di tengah-tengah masyarakat dan mempunyai karakter perekat berbagai elemen yang ada di masyarakat.
Adapun bicara kuantitatif, bagaimana timgkat elektabilitas dan peluang keterpilihan dalam pilkada.
Begitupun dengan cuantitatif, menjadi faktor penting dalam pertarungan di pilkada.
Sehingga saya melihat di hampir semua propinsi dan kabupaten atau kota komunikasi politik untuk kepentingan pilkada sangat cair dan tidak terlalu terjebak pada koalisi partai politik ketika pemilu 2024.
Makanya itupun terjadi di Kota Bogor, komunikasi intens dibangun oleh PKS dan PDIP, di situ terlihat bagaimana pilkada mempunyai karakteristik lokal.
Namun ketika PDIP dan PKS bergabung dan berkoalisi untuk mengusung pasangan calon di pilkada Kota Bogor, kemungkinan besar Pilkada Kota Bogor akan diikuti dua pasangan calon, artinya head to head.
Karena PDIP sudah memberikan baju kepada Rayendra, maka potensi Rayendra direkomendasikan PDIP sangat besar.
Sementara PKS sudah memastikan Atang yang akan diusung di pilkada Kota Bogor 2024.
Tinggal menyepakati saja siapa calon walikota dan siapa calon wakilnya. Namun jika melihat tingkat elektabilitas sampai saat ini Rayendra jauh di atas Atang. Sehingga Atang berpotensi menjadi calon wakil walikota pemdamping Rayendra.
Potensi yang akan bergabung dengan kekuatan PDIP dan PKS ini diantaranya PKB, PPP dan Nasdem.
Faksi kekuatan politik lainnya adalah Dedie Rachim yang sudah mengumpulkan 4 partai politik, yakni PAN, Golkar, Demokrat dan PSI.
Sedangkan Partai Gerindra saya lihat tinggal nunggu waktu saja untuk bergabung aja dengan partai-partai yang sudah mengusung Dedie A. Rachim. Saat ini belum bergabung, karena pandangan saya hanya sedang menaikkan posisi tawar untuk menyodorkan calon wakil walikotanya Dedie Rachim.
Sehingga pilihan calon wakil walikotanya Dedie Rachim pilihannya dari partai Gerindra atau partai Golkar. Dan dua-anya saya lihat akan mengusulkan kader internal partai sebagai calon wakil walikota pemdamping Dedie Rachim. Rusli dari partai Golkar atau Jenal Mutaqin dari partai Gerindra.
Dengan demikian Sendi dan Aji Jaya berpotensi “terlempar” lebih awal dari ring pertarungan pilkada Kota Bogor.
Walaupun kalau Sendi masih menunggu keputusan resmi partai Gerindra, karena termasuk salah seorang yang dipanggil oleh DPD Partai Gerindra Jawa Barat.
Namun saya lihat yang sudah hampir bisa dipastikan saat ini tidak akan masuk “ring” arena pilkada adalah Aji Jaya, karena hampir semua partai yang sejak awal berharap merekomendasikannya, nampaknya saat ini sudah menutup pintu untuk Aji Jaya. [] Oleh: Yusfitriadi/ Pengamat Politik