Prasetyo Utomo
BOGOR-KITA.com – Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) Prasetyo Utomo menyarankan empat hal sebelum DPRD Kota Bogor menggunakan hak interpelasi terhadap kebijakan Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto terkait Direksi PD PPJ, optimalisasi Terminal Baranangsiang, dan pembelian lahan Pasar jambu Dua.
Empat saran tersebut dikemukakan Prasetyo melalui siara pers yang dikirim ke BOGOR-KITA.com, Senin (16/2/2015).
Keempat saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Agar DPRD Kota Bogor dan Walikota Bogor, dapat bersama-sama membangun Kota Bogor dalam rangka mensejahterakan warga Kota Bogor dengan fungsi dan perannya masing-masing sebagaimana dimaksud di dalam UU Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dan bertitik tolak kepada kepentingan masyarakat Kota Bogor secara keseluruhan dengan mempertimbangkan tuntutan dan juga keluhan masyarakat.
2. Agar apa yang terjadi antara DPRD Kota Bogor dan Walikota Bogor bukanlah menjadi sebuah konflik yang dapat menumbalkan dan mengorbankan kepentingan warga Kota Bogor dengan mengesampingkan esensi dari fungsi dan tugas kedua punggawa pemerintahan daerah ini, mengingat fungsi dan peran masing-masing adalah untuk melaksanakan otonomi daerah dengan tujuan utama menciptakan kesejahteraan dan pemenuhan hak bagi seluruh masyarakat di daerahnya dalam hal ini adalah masyarakat Kota Bogor
3. Agar apa yang dilakukan oleh Walikota Bogor dengan kebijakannya dan DPRD Kota Bogor dengan hak interpelasinya jangan sampai mengakibatkan persoalan utama menjadi tenggelam, yaitu sehubungan dengan pengadan tanah untuk kepentingan umum (lahan Pasar Jambu Dua), sarana untuk kepentingan umum (Terminal Baranangsiang), dan persoalan lainnya di Kota Bogor, mengingat tujuan utama dari kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang adalah untuk digunakan sebaik-baiknya bagi kepentingan rakyat dalam hal ini masyarakat Kota Bogor secara keseluruhan.
4. Agar masyarakat turut serta mengawasi dan menggunakan hak peran sertanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 278 UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Jo. Peraturan Pemerintah NOMOR 68 Tahun 1999, sebagai sosial kontrol yang diperlukan dalam mewujudkan peran serta masyarakat guna menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, bersih dan bebas dari, korupsi, kolusi serta nepotisme. [] Admin