BOGOR-KITA.com – Kehadiran Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim dengan latar KPK, sudah semestinya dioptimalkan untuk dapat menjadi teladan dan role model pencegahan praktik korupsi. Siapapun pelakunya tentu Pemkot Kota Bogor memiliki amanah menciptakan ASN di ranah wewenangnya untuk zona anti toleransi pada korupsi. Tentu tidak mudah karena perlu dukungan semua pihak.
Hal itu dikemukakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Raden Muhammad Mihradi, S.H.,M.H kepada BOGOR-KITA.com, Kamis (20/6/2019). Menurut Mihradi, kasus dugaan korupsi di KPU Kota Bogor harus menjadi momentum meningkatkan kewaspadaan terhadap korupsi di semua lini ASN.
“Termasuk yang di Kota Bogor dengan leadership dari Pak Walikota dan Pak Wakil Walikota,” tutur Mihradi. Mihradi menambahkan, Indonesia adalah negara hukum. Semua sama di depan hukum. Setiap penindakan hukum harus setara untuk semua pihak serta menghargai asas praduga tak bersalah.
“Dugaan tindak pidana korupsi di KPU Kota Bogor dapat menjadi pembelajaran untuk optimalisasi pengawasan, membangun ekologi anti korupsi serta penguatan SDM berintegritas,” tuturnya.
Praktisi hukum Guntur Siliwangi SH, menduga ada pihak lain yang terlibat dalam proyek fiktif pengadaan barang dan jasa di KPU Kota Bogor tersebut. Ia berharap Kejaksaan Negeri Kota Bogor untuk memeriksa semua unsur yang terlibat.
Selain itu, senada dengan Mihradi, Guntur menyebut Dedie A. Rachim sesuai latar belakangnya sebagai mantan petinggi KPK, semestinya memiliki pengaruh untuk melakukan pencegahan agar wilayah Bogor terbebas dari korupsi.
Seperti diketahui mantan bendahara KPUD Kota Bogor bernama Harry Astama dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan kelas II A, Paledang, Kota Bogor, Selasa (18/6/2019) terkait dugaan pengadaan proyek fiktif di KPUD Kota Bogor saat pilwalkot 2018. [] Hari