Soal Tudingan Jual Air Mineral ke Pedagang, Ini Tanggapan Camat Bogor Tengah
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Camat Bogor Tengah Abdul Wahid menanggapi soal tudingan dirinya terlibat dalam kembalinya pedagang di tempat penampungan sementara (TPS) Mawar berjualan di pinggir jalan dan trotoar Jalan Merdeka.
Tudingan itu disampaikan oleh wakil ketua Koperasi Mirah Jaya Berkarya (KMJB) di salah satua media lokal Bogor.
Berdasarkan informasi yang pihaknya dapat dari pedagang, peristiwa tersebut dikarenakan kebijakan koperasi yang secara sepihak menaikkan sewa lapak yang membuat para pedagang keberatan.
Selain itu, terkait tudingan sejumlah dus air mineral yang dititipkan ke sekretariat koperasi untuk dijual ke pedagang TPS Mawar atas permintaannya, Wahid dengan tegas menyatakan tidak benar.
Menurutnya, kejadian tersebut terjadi 8 bulan lalu. Kala itu koordinator pedagang yang bernama Kusnalin meminta tolong kepadanya untuk memesankan 40 dus air mineral.
“Pada saat itu kebetulan saya sedang mengerjakan pembangunan sentra kuliner sempur bersama PT. Mayora yang memiliki produk air mineral, sehingga saya membantu pemesanan air mineral dari saudara Kusnalin ke PT.Mayora,” ucap Wahid, Jumat (29/7/2022).
Dirinya juga tidak membenarkan soal tudingan yang menyebut dirinya memaksa pedagang membayar Rp25 hingga Rp30 ribu dalam satu hari untuk air mineral dan satu bungkus rokok sebagaimana disampaikan oleh Salim Basalamah.
“Silahkan ditanyakan kepada pada pedagang kapan saya atau melalui siapa saya melakukan hal sebagaimana disebut di atas,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, ia juga menyinggung soal foto yang diyakininya foto petugas kecamatan yang menurunkan logistik makan dan minum untuk petugas penertiban pada eks Presiden Teater agar masuk ke TPS Mawar.
Sementara, Koordinator Pedagang, Putra mengatakan, bahwa kewenangan camat sebatas membantu menyukseskan program penertiban dengan mensosialisasikan agar pedagang bisa mengisi TPS Mawar.
“Saya selalu koordinasi, menyampaikan keluhan dan keinginan pedagang. Pak camat mendorong agar para pedagang mengisi TPS,” kata Putra.
Putra juga menegaskan tidak benar soal isu camat menjual paksa air mineral dan sebungkus rokok kepada pedagang.
“Tidak ada itu pak camat jual rokok dan air disitu, silahkan saja tanya ke para pedagang. Kalau memang ada, yang seharusnya berjualan ke pedagang itu saya karena saya koordinatornya,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, keputusan pedagang yang meninggalkan TPS, kemudian berjualan kembali di luar tidak ada kaitannya dengan camat.
“Secara logika saja mana mungkin pedagang keluar TPS karena pak camat, itu tidak masuk akal. Pedagang pada kembali berjualan di luar karena di TPS itu sepi, para pedagang nggak bisa mendapatkan uang, sementara mereka harus membayar kewajibannya yakni retribusi,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Amsyar, pedagang sayuran mengaku, dirinya mengikuti arahan pemerintah untuk mengisi TPS Mawar sejak September 2021. Ia memilih kembali berjualan di luar dikarenakan kondisi di TPS sepi.
“Jualan di TPS itu kalau sudah jam 06.00 WIB sepi tidak ada lagi pembeli yang masuk. Makanya saya ikut keluar lagi, karena kalau tetap berjualan di dalam tidak akan dapat uang, apalagi yang lain juga banyak yang tetap berjualan di luar, saya ikut saja,” jelas Amsyar.
Selain itu, ia mengaku selama berjualan tidak pernah diminta untuk membeli air mineral atau rokok apalagi secara paksa. “Tidak pernah saya disuruh harus beli rokok dan air,” ungkapnya.
Direktur Operasional Perumda Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor Denny Ari Wibowo menjelaskan, TPS Mawar merupakan tempat relokasi pedagang atau pedagang kaki lima di sekitar eks Presiden Teater kawasan Jalan Merdeka. Pemindahan pedagang ke tempat tersebut merupakan program dari Pemerintah Kota Bogor.
“Ini memang programnya Pemkot Bogor. Kebetulan ada pihak ketiga yang memiliki lahan di sekitar (eks) presiden bioskop. Makanya Pemkot menunjuk Perumda untuk bekerja sama dengan pihak ketiga tersebut terkait pengelola pasar relokasi tersebut,” terang Denny.
Dalam pengelolaan TPS Mawar, pihaknya kerja sama dengan Koperasi Mirah Jaya Berkarya. Dalam perjanjian kerja sama (PKS) tertuang sejumlah poin, di antaranya tarif sewa yang berlaku dari Rp2,5 hingga 3,5 juta per lima tahun per lapak. Sementara untuk service charger terdiri dari keamanan, kebersihan, listrik dan air dari Rp25 hingga 35 ribu per hari.
Ia menambahkan TPS sendiri memiliki kapasitas 300 lapak. Namun baru sekitar 30 persen atau 100 lapak yang ditempati pedagang. Namun, lanjutnya, setelah rekolasi berjalan ternyata banyak aduan pedagang bahwa tempat tersebut sepi.
“Mereka pada keluar karena sepi. Terlebih di area presiden masih ada yang berjualan jadi para pedagang yang di TPS pada ngikut. Saya tidak melihat ada keterlibatan pak camat di situ,” paparnya.
Berkaitan hal tersebut, pihaknya sudah menekankan pengelola koperasi melalui PIC masing-masing, apabila pedagang tidak lagi menempati TPS, maka lapak yang ada akan diisi oleh pedagang lain.
“Jika (pedagang) kembali lagi ke sana kita akan verifikasi lagi, dan jika masih ada yang kosong (lapak) kita tawarkan ke pedagang lainnya,” pungkasnya. [] Ricky