Kab. Bogor

Keluarkan Izin Baru, Pemprov Jabar Seperti Bangunkan Mayat di Pegunungan Kandaga  

Oleh: Guntur Siliwangi, S.H.

 Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) 

BOGOR-KITA.com – Keluarnya izin baru dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) terkait pertambangan batuan andesit di Pegunungan Kandaga di Desa Antajaya, Kabupaten Bogor, kepada Koperasi Primer Karyawan Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Primkopkar Perhutani) seperti menghidupkan mayat yang sudah lama mati.

Pasalnya pada tanggal 5 September 2017 Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan putusan terhadap permohonan kasasi warga, Erwin Irawan dan Muhammad Amir. Dalam putusannya, MA mengabulkan permohonan warga dan membatalkan izin Primkopkar Perhutani. 

Keluarnya izin itu terjadi pada bulan November tahun 2018. Tak pelak warga Desa Antajaya terkejut dengan kabar adanya izin baru. Karena, Primkopkar Perhutani sendiri telah lama berhenti menambang.  

Keluarnya izin baru atas pertambangan membuat warga Desa Antajaya dirundung rasa ketakutan seperti yang dahulu kerap dirasakan saat perusahaan tambang beroperasi di daerahnya sejak tahun 1997 sampai tahun 2017.  

Warga takut kembali merasakan kesulitan air bersih, takut akan bunyi bising yang kembali ditimbulkan dari kendaraan alat berat, adanya sering dilewati kendaraan alat berat, takut aktivitas perusahaan tambang berpotensi merusak kelestarian lingkungan dan mengakibatkan konflik sosial antar sesama warga serta mengganggu akses sosial ekonomi warga yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perkebunan. 

Ancaman, intimidasi, penangkapan dan penahanan juga pernah dialami oleh warga Desa Antajaya yang menolak keberadaan aktivitas pertambangan. Pada bulan Agustus tahun 2015, seorang warga bernama Muhammad Miki mengalami kriminalisasi. Miki dituduh mencuri barang milik perusahaan. Ia ditangkap dan ditahan selama 4 bulan oleh Polres Bogor, hingga akhirnya diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor. 

Baca juga  LBH-KBR Apresiasi Langkah Pemkot Canangkan Inventarisasi Aset Daerah

Desember tahun 2016, di lokasi pertambangan, seorang warga bernama Ojak juga pernah mengalami percobaan pembunuhan dan beberapa warga lainnya mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh preman yang diduga merupakan kaki tangan perusahaan. Pelaku kemudian sudah dilaporkan ke kepolisian dan perkaranya sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Cibinong, namun Majelis Hakim hanya menjatuhkan hukuman 4 bulan penjara. 

Izin Baru Masalah Baru 

Izin baru yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Provinsi Jawa Barat, melalui Surat Keputusan Nomor : 540/41/10.1.06.2/DPMPTSP/2017 tertanggal 18 Agustus 2017, tentang Persetujuan Perpanjangan Kesatu Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Primkopkar Perhutani, disinyalir syarat dengan maladministrasi, karena dalam hal ini penerbitan surat keputusan tersebut tidak mempertimbangkan putusan kasasi MA yang mengabulkan permohonan warga dan membatalkan izin Primkopkar Perhutani. 

Gugatan warga Desa Antajaya yang diajukan pada tanggal 29 Oktober 2015 di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara Bandung (PTUN Bandung), bermula dari dikeluarkannya Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tertanggal 21 Januari 2011, tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkopkar Perhutani), yang merupakan pembaharuan izin tahun 1997. Selain itu warga menilai penerbitan izin pertambangan tersebut tanpa melalui pemenuhan syarat-syarat perijinan yang seharusnya, seperti tidak adanya Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan IUP Eksplorasi sebelum menjalankan produksi. 

Melalui kuasa hukumnya Lembaga Bantuan HuKum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR), Lembaga Bantuan Hukum Bandung (LBH Bandung) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat (Walhi Jabar), warga memenangkan gugatan. Dengan dimenangkannya permohonan kasasi warga atas pembatalan izin Primkopkar Perhutani, warga berharap agar perusahaan tersebut berhenti melakukan pertambangan di daerahnya. Namun selama persidangan berjalan ternyata perusahaan sudah mendapatkan kembali izin pertambangan sejak tanggal 18 Agustus 2017, sebulan sebelum putusan kasasi dibacakan oleh Mahkamah Agung pada tanggal 5 September 2017. 

Baca juga  Mahasiwa IPB University Ciptakan Alat Pemanen Jambu Kristal

Keluarnya surat keputusan perpanjangan izin tambang tersebut, seakan menerobos sekat penghalang yang dibangun warga dalam perjuangannya menolak tambang. Primkopkar Perhutani dan Pemprov Jabar seakan tak peduli atas hasil putusan kasasi MA tersebut kendati sudah bersifat final dan binding. Mereka masih berniat membangun penguasaan atas hutan di Pegunungan Kandaga untuk mencari keuntungan atas tambang. 

Pemprov Jabar Fasilitasi Perusakan Lingkungan 

Pegunungan Kandaga yang terletak di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, merupakan kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2 Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2016-2036.

Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk memproduksi hasil hutan, di mana dalam pengelolaannya melibatkan peran Perum Perhutani sebagai badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 tentang Pendirian Perusahaan Umum Kehutanan Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah dan diatur kembali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara. 

Baca juga  LBH KBR dan Walhi Gugat Bupati Bogor dan Gubernur Jabar Terkait Tambang

Perum Perhutani melalui Primkopkar dalam melakukan pemanfaatan hutan produksi di Pegunungan Kandaga, melakukan kerjasama dengan PT. Gunung Salak Rekhanusa (PT GSR). PT GSR merupakan perusahaan swasta yang selama ini dilibatkan oleh Primkokar Perhutani dalam kerjasamanya melakukan operasi produksi pertambangan batuan andesit. 

Selanjutnya untuk melakukan eksplorasi tambang berupa batuan andesit di Pegunungan Kandaga, pada tahun 2017 Perum Perhutani melalui Primkopkar mendapat izin lokasi eksplorasi dari Pemprov Jabar dengan luas 142,2 Ha. Sementara untuk lokasi produksi Primkopkar Perhutani mendapat konsesi lahan seluas 18,82 Ha yang semula seluas 12,5 Ha.  

Dengan bertambahnya luas lokasi produksi dan eksplorasi, Primkopkar Perhutani semakin leluasa melakukan aktivitasnya dalam memanfaatkan hasil hutan di Pegunungan Kandaga untuk pertambangan. Dampak perluasan wilayah izin usaha pertambangan tersebut tentunya akan amat besar dirasakan kembali oleh warga terutama permasalahan hak atas air dan lingkungan hidup yang baik, juga dapat berdampak hilangnya wilayah yang seharusnya dipergunakan sebagai wilayah hutan. 

Belum selesai dengan masalah yang ditimbulkan dari aktivitas sebelumnya, yang seharusnya segera dilakukan pemulihan atas kawasan yang terdampak kerusakan lingkungan, Primkopkar Perhutani kembali meminta izin untuk melakukan pertambangan di Pegunungan Kandaga tanpa mengindahkan penolakan yang selama ini dilakukan warga. Selain itu keberadaan tambang memang dirasa warga tidak memberikan manfaat, justru banyak permasalahan yang ditimbulkan karena pertambangan.

Warga Desa Antajaya meyakini gunung adalah “paku bumi.” Apabila gunung dirusak (ditambang) maka hilanglah keseimbangan alam semesta dan jika keseimbangan itu hilang, maka bersiaplah terhadap segala bencana (longsor, banjir, hilangnya sumber kehidupan dan sebagainya).***

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top