BOGOR-KITA.com, BOGOR – Herd immunity sebagai strategi baru penanganan covid-19 dinilai merupakan bentuk kebijakan pemerintah pusat yang ambigu.
Hal ini dikemukakan pengamat sosial yang juga Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi menanggapi pernyataan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto yang menganjurkan masyarakat Indonesia menjalani pola hidup baru dengan melaksanakan protokol kesehatan ketat sebagai solusi menghadapi pandemi covid-19.
“Itu bentuk ambiguitas pemerintah yang baru dalam menerapkan kebijakan penanganan covid-19,” kata Yusfitriadi kepada BOGOR-KITA.com, Minggu (17/5/2020) malam.
Pernyataan Yuri soal pola hidup baru dengan protokol kesehatan ketat disampaikan di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (16/5/2020).
“Hal tersebut perlu dilakukan karena hanya itu satu-satunya cara untuk berdamai dengan virus corona jenis baru,” kata Yuri.
Yuri mengatakan, berdamai bukan menyerah. Tetapi, katanya, kita harus beradaptasi untuk mengubah pola hidup kita, dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat, yang benar, yang berdisiplin. “Ini yang kita sebut sebagai pola kehidupan yang baru,” ujar Yuri .
Yuri menyadari dalam beberapa waktu terakhir ini banyak masyarakat yang terpaksa tidak bisa bekerja akibat dampak COVID-19. Banyak masyarakat yang harus kehilangan pekerjaan sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan yang kompleks, mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, hingga pertahanan dan keamanan.
Oleh karena itu, melalui cara berpikir yang baru, bersikap yang baru dan lebih produktif, maka masyarakat dapat menghindari permasalahan yang muncul akibat dari dampak COVID-19 tersebut.
“Ini harus kita laksanakan dan harus segera diimplementasikan. Sekarang harus kita mulai berubah dengan cara berpikir yang baru, dengan bersikap yang baru, yaitu kita harus produktif dan aman dari COVID. Produktif dan aman dari COVID,” jelas Yuri.
Berdamai dengan covid-19 dengan protkol kesehatan ketat, menurut Ketua Ikatakan Dokter Indonesaia (IDI) Kota Bogor dr. Zainal Arifin, SpS, sama dengan herd immunity. Dikutip dari situs alodokter, herd immunity diartikan sebagai kondisi ketika sebagian besar orang dalam suatu kelompok telah memiliki kekebalan terhadap penyakit infeksi tertentu. Semakin banyak orang yang kebal terhadap suatu penyakit, semakin sulit bagi penyakit tersebut untuk menyebar karena tidak banyak orang yang dapat terinfeksi. Namun, cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kekebalan pada banyak orang sekaligus adalah dengan vaksinasi.
Yusfitriadi mengemukakan, dalam membuat kebijakan, pemerintah tidak bisa hanya menggunakan pendekatan struktural dan politis, dalam arti pemerintah hanya membuat kebijakan dan berbagai peraturan, setelah itu lepas tangan begitu saja, tanpa ada pengawasan dan evaluasi apakah kebijakan dan berbagai peraturan tersebut berjalan dengan atau tidak, efektif atau tidak.
“Pemerintah juga harus menggunakan pendekatan sosial dan tradisi, termasuk dalam penanganan covid-19,” kata Yus, sapaan akrab Yusfitriadi.
Yus mengatakan, bagaimana bisa pemerintah hanya melempar peraturan dan kebijakan, sementara di lapangan pemerintah tidak mau tahu apakah peraturan yang dibuatnya berjalan baik atau tidak, atau tanpa pengawasan apakah aparatur pemerintah yang berada di tingkat implementasi, sudah bekerja dengan atau belum.
Persoalan rakyat, kata Yus, tidak selesai hanya dengan membuat kebijakan dan berbagai peraturan. Semua akan sia-sia jika tidak dikontrol dan diawasi dengan ketat. “Preseden ini sangat jelas terlihat dalam penanganan Covid-19 ini,” kata Yus.
Oleh karena itu, anjuran menjalani kebiasaan baru atau pola hidup baru dengan protokol kesehatan ketat, diyakini tidak mencapai sasaran apabila tidak ada kontrol baik bagi masyarakat maupun bagi aparatur di tingkat implementasi.
“lebih dari itu, masyarakat tidak mungkin bisa melaksanakan berbagai kebijakan pemerintah dalam menjalankan protokol covid-19 ketika pemerintah sendiri terlihat ambigu (tidak jelas) dalam mengimplementasikan kebijakan,” kata Yus lagi.
Yus kemudian menyebut masjid dan tempat-tempat kegiatan sosial yang dilarang dengan keras menjalankan aktivitas, namun di stasiun, di bandara, di pasar terus terjadi kerumunan.
“Akan sangat sulit bagi masyarakat beradaptasi dengan tradisi baru atau pola hidup baru dengan protokol covid-19 ketat apabila kebijakan pemerintah bersifat ambigu,” tandas Yus. [] Hari