Kota Bogor

Bagian Hukum HAM Pemkot Bogor Jawab Kritik PSI Soal Sanksi PSBB

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Menanggapi kritikan Ketua DPD PSI Kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso (STS) yang meminta Wali Kota  Bogor mencabut Perwali nomor 37 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bagian Hukum dan HAM Pemkot Bogor menggulirkan analisa yuridis terhadap perwali nomor 37 tahun 2020 itu.

Seperti diketahui, sanksi PSBB tahap kegiatan ini mulai diberlakukan pada Sabtu (16/5/2020) ada 14 orang yang mendapat sanksi sosial berupa menyapu jalan dan membersihkan sampah di titik yang ditentukan.

Kabag Hukum dan HAM Pemkot Bogor, Alma Wiranta mengatakan, analisis yuridis di antaranya, bahwa kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan penanganan bidang kesehatan merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, oleh karenanya dengan adanya perubahan paradigma mengenai kesehatan yang saat ini perlu dibarengi dengan perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan,sebagaimana tuntutan dan kebutuhan hukum di masyarakat dijadikan konsideran menimbang di Perda Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan.

“Dan Pemerintah Daerah Kota Bogor sebagai Daerah Otonom yang tidak terpisah sesuai kewenangannya yang diberikan oleh pemerintah pusat dapat membentuk peraturan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar diantaranya kesehatan, ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan sosial. Hal tersebut tertuang dalam pasal 11 ayat (2), pasal 12 ayat (1) huruf b, huruf e dan huruf f Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ungkapnya dalam keterangan tertulis pada senin (18/5/2020).

Alma menjelaskan, di dalam pembentukan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 11 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan, sasaran penyelenggaraan kesehatan adalah terdistribusikannya tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab kesehatan secara proporsional kepada seluruh pemangku kepentingan kesehatan yaitu swasta, masyarakat, dan Pemerintah Daerah Kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 huruf d.

“Dan pasal-pasal dalam Perda Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan telah disusun sebagaimana mekanisme Pembentukan Produk Hukum Daerah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor  12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang diubah dengan Undang-Undang  Nomor 15 tahun.  Menyangkut materi muatan mengenai ketentuan sanksi administrasi dan sanksi pidana telah dituangkan dalam Perda tersebut,” jelasnya.

Baca juga  Pemkot Bogor Selamatkan Aset Senilai Rp1,5 Triliun dari 30 Perkara Kakap

Alma menerangkan, bahwa Perwali Kota Bogor Nomor 37 Tahun 2020 tanggal 12 Mei 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penerapan Sanksi Pelanggaran PSBB Dalam Penanganan Covid-19 Di Kota Bogor, yang merupakan amanat dari Pasal 126 ayat (3) yang berbunyi ‘tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Wali Kota’. Dan Pasal 126 ayat (2) menyebutkan bentuk sanksi administratif yang isinya sama diatur  dalam Pasal 5 ayat (5) Permendagri Nomor 80 tahun 2015 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 120 tahun 2018.

“Kemudian didalam Pasal 126 ayat (1) yang berisi beberapa pasal, maka merujuk pada pasal 122 ayat (3) juncto pasal 121 Perda No. 11/2018 yang menyatakan Pemerintah Daerah Kota melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yang pembinaannya diarahkan untuk melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya terhadap kesehatan,” terangnya.

Alma membeberkan, PSBB yang merupakan kebijakan pemerintah pusat yang selanjutnya disetujui untuk diterapkan di daerah adalah untuk melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya terhadap kesehatan, dalam hal ini adanya wabah Covid-19 sehingga kebijakan Pememerintah Daerah harus menggunakan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan, selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan  Corona Virus Disease-2019 (COVID-19), hal ini dituangkan dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21/2020.

“Kemudian Pemkot Bogor memberlakukan PSBB yang diterbitkan dalam Perwali Nomor 30 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB dalam rangka penanganan Covid-19 di Kota Bogor, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/248/2020 tentang Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi,” bebernya.

Masih kata Alma, provinsi Jawa Barat dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.221-Hukham/2020 tanggal 12 April 2020 tentang pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar di daerah Kabupaten Bogor, Daerah Kota Bogor, Daerah Kota Depok, Daerah Kabupaten Bekasi dan Daerah Kota Bekasi, dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Baca juga  Andi Gantikan Kozer Pimpin PFI Bogor

“Tujuan PSBB di Kota Bogor adalah memperkuat upaya penanganan kesehatan akibat Covid-19 yang dicantumkan dalam Pasal 3 huruf c Perwali 30/2020, hal tersebut selaras dengan pengertian Upaya kesehatan sebagaimana tercantum dalam pasal 1, dan pasal 46 huruf e  Perda Nomor 11/2018, yaitu setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah,” tambahnya.

Alma memaparkan, selanjutnya pada penerapan sanksi administratif sebagaimana tercantum dalam Pasal 126 Perda Nomor 11/2018 yang subyek hukum diberikan kepada setiap orang, merujuk pada unsur setiap orang dalam pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d Perda Nomor 11/2018, mengenai kewajiban setiap orang dalam penyelenggaraan kesehatan yaitu, setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan, menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial, berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

“Menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan unsur badan hukum menjadi Korporasi yang dimaksudkan dalam Perwali nomor 37/2020 adalah kantoran, toko, restoran, mall, dan sejenisnya berdasarkan kewenangan Pemerintah Daerah yang melekat pada Perangkat Daerah Kota Bogor seperti Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sebagaimana  pasal 20 Perwali 37/2020,” paparnya.

Alma menegaskan, bahwa logika yang dibangun dalam penerapan sanksi kerja sosial harus didasarkan pada sanksi sosial atas pelanggaran norma dimasyarakat, sehingga jika pelanggar PSBB tidak dapat membayar denda administratif, maka diberi sanksi sosial seperti membersihkan sarana fasilitas umum dan hal tersebut sebagai pembinaan bagi pelanggar, diskresi oleh Pemerintah Daerah yang tidak boleh melanggar HAM atau melebihi kewenangan pemerintah daerah, hal tersebut merujuk pada Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2020 tentang pedoman pengenaan sanksi terhadap pelanggaran pelaksanaan PSBB dalam oenanggulangan Covid-19 di Daerah Kabupaten Bogor, Daerah Kota Bogor, Daerah Kota Depok, Daerah Kabupaten Bekasi dan Daerah Kota Bekasi.

“Terkait adanya Diskresi penerapan sanksi administratif turunan Perda Nomor 11/2018 tentang sanksi berupa kerja sosial sebagaimana dalam Perwali 37/2020, merujuk pada pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Oleh karenanya sebagaimana tadi sayankatakan, pelanggar tidak dapat membayar denda administratif yang ditentukan, dapat diganti dengan kerja sosial. Dan kerja sosial bukan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang yang menerapkan sanksi Pidana,” tegasnya.

Baca juga  Pemkot Buka Pendaftaran Calon Direktur PDJT Kota Bogor

Alma melanjutkan, untuk lebih memahami kedudukan kewenangan pemerintah daerah, sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, berbunyi diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang. Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Dan hal ini yang digunakan Pememrintah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat dalam pengenaan sanksi administratif bagi pelanggar PSBB.

“Selain daripada itu, di pasal 125 Perda Nomor 11/2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan berbunyi ‘masyarakat dapat berperan serta baik secara perorangan maupun terorganisasi dalam menetukan kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan kesehatan, dan Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui, memberi masukan dalam proses pengambilan keputusan, serta mengawasi penyelenggaraan kesehatan’ terkait hal ini tentunya dilakukan bersama forkopimda, akademisi dan masyarakat setiap evaluasi pemberlakuan PSBB disertai rekomendasi agar pelaksanaan PSBB dapat efektif,” tuturnya.

Ia menuturkan, bahwa Pemkot Bogor sebagaimana amanat Pasal 60 Perda No.11/2018 tentang penyelenggaraan kesehatan, mengupayakan bertanggungjawab dalam penanggulangan penyakit menular Covid-19, sehingga Wali Kota menetapkan kejadian luar biasa dan mengambil tindakan darurat kesehatan dalam rangka penanggulangan wabah penyakit menular, sebagaimana SK Wali Kota Bogor Nomor 900.45-214 tanggal 20 Maret 2020 tentang wabah penyakit akibat Covid-19 sebagai Kejadian Luar Biasa di Kota Bogor.

“Segala pertimbangan agar pelaksanaan penanggulangan percepatan Covid-19 di Kota Bogor berjalan sesuai prosedur yang cepat, tepat, fokus dan terpadu antar instansi pemerintah, badan usaha, akademisi, masyarakat serta media, melalui pembentukan Gugus Tugas percepatan penanganan Covid-19 Kota Bogor,” pungkasnya. [] Ricky

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top