BOGOR-KITA.com, BOGOR – Permintan Walikota Bogor Bima Arya agar Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor menangguhkan penahanan terhadap 5 ASN Kota Bogor tersangka korupsi dana BOS dinilai kurang patut.
“Karena rentan terjadi penyalahgunaan wewenang,” kata pengamat sosial dan politik Yusfitriadi kepada BOGOR-KITA.com, Kamis (6/8/2020).
Yus, sapaan akrab Yusfitriadi, mengatakan pada prinsipnya di mata hukum, siapa pun mempunyai hak untuk menggunakan dan memanfaatkan instrumen hukum yang sudah disediakan oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk dalam hal ini hak untuk mengajukan penangguhan penahanan, menjadi hak semua warga, termasuk dalam hal ini adalah Walikota Bogor Bima Arya.
Yang menjadi masalah ada pada 3 hal :
Pertama, rentan penyalahgunaan wewenang. Ada kehawatiran perbedaan perlakuan Kejari, ketika masyarakat dan pejabat yang mengajukan penangguhan penahanan. Selama tidak ada perbedaan perlakuan yang itu mengarah kepada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, maka itulah yang tidak dibenarkan oleh hukum.
Kedua, kenapa harus walikota yang mengajukan penangguhan penahanan. Tentu bukan tanpa alasan, ketika walikota yang harus mengajukan penangguhan penahanan. Di situ yang memicu kerawanan persepsi publik. Sehingga tidak salah ketika muncul beragam persepsi publik, termasuk walikota yang di dalamnya terlibat dalam konspiratif dugaan korupsi dana bos tersebut.
Ketiga, masalah etika. Harapannya seorang walikota memberikan dukungan penuh terhadap upaya penegak hukum mana pun dalam melakukan proses hukum tanpa harus dikangkangi oleh tekanan-tekanan dari pihak manapun termasuk dari pihak walikota.
“Dengan demikian proses hukum akan dilihat berjalan tanpa ada intervensi dan campur tangan dari pihak mana pun. Sehingga apa pun hasilnya murni penegakan hukum dan yang salah akan terlihat salah,” tutup Yus. [] Hari