Kota Bogor

Bijak Menangani dan Mengkonsumsi Pangan, Kurangi Food Loss dan Food Waste

Neny Mariyani Mahasiswa S3 Ilmu Pangan, IPB University

Oleh: Neny Mariyani

Mahasiswa S3 Ilmu Pangan, IPB University

Dosen Sekolah Vokasi, IPB University

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Setiap tanggal 29 September diperingati sebagai International Day of Awareness of Food Loss and Waste. Food Loss adalah kehilangan makanan yang berasal dari bahan pangan mentah (seperti buah-buahan dan sayuran) yang sudah tidak dapat diolah menjadi makanan dan akhirnya dibuang begitu saja. Food Loss terjadi di sepanjang rantai food supply setelah pemanenan sebelum ke retail. Food waste merupakan makanan yang siap dikonsumsi namun dibuang begitu saja, kehilangan ini terjadi di tingkat retail dan konsumen. FAO mendefinisikan food loss dan food waste sebagai penurunan kuantitas dan kualitas makanan di sepanjang rantai makanan (FAO 2019). Dari definisi FAO, bahan pangan yang dikonversi untuk keperluan yang lain seperti untuk pakan, dan bagian makanan yang tidak dapat dimakan seperti tulang, bulu, dan kulit tidak termasuk ke dalam definisi food loss dan food waste.

The Waste and Resourches Action (Quested dan Johnson 2009), mengkategorikan food waste ke dalam avoidable dan unavoidable food waste. Avoidable food waste merupakan food waste yang dapat dihindari, yaitu makanan yang sebenarnya masih dianggap dapat dimakan, tetapi dibuang, seperti sisa makanan, sisa sayuran atau buah-buahan yang tidak memenuhi standar tertentu dan stok makanan yang sudah rusak yang tidak dapat digunakan. Unavoidable food waste adalah food waste yang tidak dapat dihindari, yang dapat terjadi saat persiapan, produksi, termasuk produk sampingan yang tidak dapat dimakan dalam keadaan normal, seperti kulit buah dan sayuran, tulang, lemak dan bulu.  

Data dari Global Hunger Index 2021, Indonesia menempati urutan ke-73 dari 116 negara, dengan skor GHI 18 yang menunjukkan Indonesia memiliki tingkat kelaparan yang sedang. Data dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) di tahun 2021, sebanyak 40,5% sampah berasal dari sisa makanan. Di satu sisi di Indonesia terjadi tingkat kelaparan yang sedang, sedangkan di sisi lain food loss dan food waste ini masih terus terjadi, hal ini perlu menjadi perhatian bersama. Dalam Sustainable Development Goals (SDGs) Report tahun 2022, khususnya SDG 12 yaitu Ensure Sustainable Consumption and Production Pattern, food loss dapat terjadi saat harvesting, transport, storage dan processing. Food waste terjadi diantaranya di tingkat house, grocery store, household dan restaurant. Diperkirakan sebanyak 13,3% food loss di dunia terjadi setelah pemanenan dan sebelum mencapai pasar retail, dan sebanyak 17% dari total food waste terjadi di level konsumen. Untuk SDG 12 (target 12.3), pada tahun 2030 ditargetkan untuk mengurangi separuh food waste di tingkat retail dan konsumen dan mengurangi food loss di sepanjang rantai produksi dan supply chain, termasuk kehilangan di pasca panen.

Baca juga  Penghasilan Sopir Angkot Anjlok, Bantuan Pemprov Jabar Harus Tepat Sasaran

Beberapa penyebab terjadinya food loss diantaranya penanganan pasca panen yang tidak tepat, misalnya dalam penyimpanan, penanganan, pengemasan dan distribusi sehingga tidak menghasilkan produk bermutu baik, aman, dan sesuai dengan keinginan pasar. Kenaikan harga yang melonjak di pasar dan kurangnya permintaan konsumen di pasar juga akan menyebabkan tidak terjualnya produk dan menyebabkan food loss. Konsumen yang kurang bijak dalam membeli bahan makanan, yakni membeli bahan makanan dalam jumlah banyak, disimpan di lemari es, sampai akhirnya bahan makanan tersebut membusuk juga akan menyebabkan food loss.

Beberapa penyebab terjadinya food waste diantaranya konsumen/individu yang tidak menghabiskan makanannya (mengkonsumsi makanan tidak sesuai porsi), membeli atau memasak makanan yang tidak disukai dan adanya rasa malu/ gengsi untuk menghabiskan makanan di depan orang banyak, serta memakan makanan karena mengikuti trend/ gaya hidup semata, tetapi tidak dihabiskan.

Baca juga  Bima Berikan Bappeda Arahan Khusus Terkait Program ke Depan

Food loss dan food waste dapat meningkatkan efek rumah kaca. Sampah makanan yang membusuk di tempat pembuangan sampah akan menghasilkan gas metana. Gas ini dapat memanaskan atmosfer bumi dan menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Sebanyak lebih dari 1 miliar ton sampah makanan akan menyumbang 10% dari emisi gas rumah kaca (worldwildlife.org). Untuk setiap makanan yang terbuang, maka semua sumberdaya yang digunakan juga akan terbuang sia-sia. Kerawanan pangan mungkin juga dapat terjadi karena berkurangnya makanan yang tersedia. Food loss dan food waste juga dapat menyebabkan penurunan status gizi.

Beberapa alternatif solusi untuk mengatasi food loss dan food waste diantaranya: menghindari over produksi, memperbaiki pengemasan dan fasilitas penyimpanan, mengurangi kelebihan makanan dengan menjamin disitribusi makanan seimbang, dan memberikan edukasi kepada konsumen terkait perencanaan makanan yang tepat, pemahaman best-before dates, dan pembelian makanan yang tidak sesuai standar pengawasan mutu hanya karena faktor estetika. Hal ini untuk mengurangi avoidable food waste (Papargyropoulou 2014). Untuk mengurangi unavoidable food waste dapat  dilakukan dengan memanfaatkan limbah/ produk samping dalam bahan pangan untuk memproduksi new food ingredient atau non-food materials.  Residu dari sampah baik yang berasal dari avoidable maupun unavoidable food waste dapat dibuat pupuk kompos sebagai nutrisi untuk tanah dan dapat digunakan untuk siklus lain dalam proses produksi (Jurgilevich et al. 2016).  Dalam sistem pangan sirkular, limbah idealnya tidak ada, karena digunakan sebagai bahan baku untuk siklus lainnya menciptakan sistem yang menirukan regenerasi alami (Ellen MacArthur Foundation 2019).

Baca juga  Peringati Hari Pahlawan, Sinar Kencana Gelar Festival Pencak Silat

Pemanfaatan unavoidable food waste yang sebagian besar mencakup produk sampingan atau bahan sampingan dari industri pengolahan makanan, telah menghasilkan teknologi makanan baru yang memanfaatkan limbah makanan secara maksimal dan memberikan nilai tambah. Beberapa contoh produk yang dihasilkan dari produk/bahan sampingan dari  unavoidable food waste diantaranya: (1) whey protein sebagai emulsifier (bahan tambahan pangan), berasal dari whey hasil produksi keju (Lagrange et al. 2015), (2) astaxanthin sebagai pewarna makanan berasal dari kulit dan tulang ikan dari pengolahan seafood (Kandra et al. 2012), (3) karotenoid, flavonoid, fenolik, dan metabolit sekunder lainnya berasal dari limbah sereal, buah-buahan, sayuran dari produksi plant-based food (Rahmanian et al. 2014; Plazotta et al. 2017; Saini et al., 2019).

Mari jadikan momen International Day of Awareness of Food Loss and Waste tahun ini untuk bersama-sama lebih berupaya dan berinisiatif untuk mengurangi food loss and food wwaste, dalam rangka efisiensi penggunaan Sumber Daya Alam, mitigasi perubahan iklim dan mendukung ketahanan pangan (food security) dan gizi. Mari bersama “Stop food loss and waste, for the people and planet” (www.fao.org).

1 Comment

1 Comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top