Kab. Bogor

Belajar dari Tukang Becak

syarifudin yunus
Syarifudin Yunus

Oleh: Syarifudin Yunus,

(Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka Bogor)

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Becak, sudah makin langka. Bila tidak mau dibilang punah.
Becak bolehlah dibilang alat transportasi tradisional, kendaraan zaman dulu. Tanpa bahan bakar, tanpa polusi udara. Bisa jalan bila digenjot abang-nya. Selalu ada kegembiraan pada setiap genjotannya. Baik yang menggenjot atau yang digenjot. Lalu, ngacir dengan penuh senyuman.

Secara etimologi. Becak berasal dari bahasa hokkien. Yaitu “be-chia” yang berarti “kereta kuda”. Banyak orang menganggap, becak identik dengan kaum marjinal. Kaum miskin atau warga kelas bawah. Tentu sah-sah saja, Karena memang becak bukan jalan untuk menjadi kaya. Tidak ada kemewahan di balik kayuhan tukang becak.

Baca juga  Respons Instruksi Bupati Bogor soal New Normal, Diskominfo Tata Ulang Ruang Kerja

Tapi becak bisa jadi simbol. Tentang pentingnya ikhtiar. Tentang kerja keras tanpa mengenal lelah. Bukan berdiam diri atau tidak mau berjuang. Tukang becak, menegaskan siapa pun hanya bisa ikhtiar. Tapi tidak bisa menentukan hidupnya. “Teruslah mengayuh hingga tak sanggup”, begitulah filosofi becak.

Seperti berjuang di taman bacaan. Sangat butuh sikap militansi seperti tukang becak. Tidak boleh menyerah, jangan pernah cepat lelah. Karena taman bacaan adalah satu-satunya “lawan tanding” anak-anak tukang main gawai. Bahkan taman bacaan adalah “musuh” narkoba, putus sekolah, dan pernikahan dini. Maka siapa pun di taman bacaan, harus berjiwa pantang menyerah.

Jika hari ini, banyak orang menyangka “dunia itu kejam”. Justru tukang becak tidak pernah berpikir seperti itu. Rezeki itu sudah diatur Allah SWT. Rezeki itu tidak akan pernah tertukar antar orang per orang. Bahkan rezeki pasti ada dan selalu mengalir, tidak putus-putus. Asal tetap mau ikhtiar dan doa. Asal tidak serakah. Dan apa yang kita miliki hari ini, sangat pantas untuk kita.

Baca juga  Ridwan Kamil Pastikan Minyak Goreng Murah di Purwakarta Tepat Sasaran

Di balik literasi becak. Selalu ada pelajaran berharga. Bahwa siapa pun harus menerima apa yang diberikan Allah SWT. Agar tidak meminta apa yang tidak diberikan dalam hdup. Tanpa perlu mengeluh, tanpa perlu membandingkan. Karena tukang becak, selalu bersyukur atas apa dipunya.

Selain sederhana, berani, ulet, dan mampu mengendalikan diri. Tukang becak berpesan “hidup tidak perlu memberontak terhadap hidup itu sendiri”. Salam literasi.[]

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top