PAN dan Golkar Pemantik Memanasnya Suhu Politik
Oleh : Yusfitriadi
(Pengamat Politik)
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Semenjak Partai Golkar dan PAN menyatakan dukungannya ke Bakal Calon Presiden Prabowo Subianto, sekaligus bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), suhu politik seketika memanas dan nampaknya akan terus memanas.
Hal itu dibuktikan dengan beberapa hal : Pertama, saling menegasikan. Program yang sudah dicanangkan Jokowi dan diimplementasikan oleh Kementerian Pertahanan Food Estate dikritik keras oleh Sekjen PDIP Hasto Kristanto, bahkan menyebutnya dengan diksi kejahatan lingkungan.
Padahal ketika program Food Estate diprogramkan oleh Jokowi PDIP tidak mempermasalahkannya. Begitupun dengan tempat deklarasi dukungan Partai Golkar dan PAN ke Prabowo, yaitu meseum proklamasi, dipermasalahkan oleh PDIP, dengan berbagai argumentasi, diantaranya museum tersebut milik negara.
Namun ketika PDIP mengukuhkan Ganjar di Istana Batu Tulis tidak ada yang mempermasalahkan, padahal istanapun milik negara. Kondisi ini menjadi pemandangan yang tidak sehat, seharusnya persaingan gagasan yang dihidangkan kepada publik, bukan saling menegasikan dengan sesuatu yang tidak substansial.
Kedua, koalisi tersandera oleh Bacawapres.
Pertemuan Cak Imin dengan Ganjar Pranowo, seakan memperlihatkan masuknya PAN dan Golkar sebagai ancaman untuknya menjadi Calon Wakil Presiden yang akan mendampingi Prabowo. Sehingga mencari gerbong alternatif yang memungkinkan untuk mengambilnya menjadi Calon Wakil Presiden, dan yang paling memungkinkan adalah Ganjar Pranowo.
Hal itupun menuai reaksi dari pimpinan partai Gerindra, termasuk sekjen partai Gerindra. Begitupun dengan indikasi goyangnya PPP. Yang diperkirakan sudah pasti koalisi dengan PDIP, namun salah seorang pipinan DPP PPP menyatakan bisa jadi PPP akan hengkang dari PDIP ketika proposalnya yakni Sandiaga Uno tidak diambil oleh Ganjar sebagai wakil presiden.
Ketiga, berebut electoral efect Jokowi.
Hanya Bacapres Anies Baswedan yang tidak menyebut-nyebut Gibran berpeluang menjadi wakil presiden.
Sementara Ganjar melalui PDIP dan Prabowo sendiri memberikan pernyataan tegas bahwa Gibran berpeluang menjadi Bakal Calon Presiden, jika MK mengabulkan gugatan syarat Calon Presiden dan Wakil Presiden minimal 35 tahun. Kondisi ini memancing spekulasi berbagai macam opini.
Termasuk belomba mencari “berkah” suara dari Jokowi dengan memberikan peluang Gibran menjadi Bakal Calon Presiden.
Keempat, Airlangga dipersoalkan. Hal itu dilakukan oleh Kordinator Tim Pemrakarsa Kebangkitan Partai Golkar, Lawrence Siburian. Dia membawa kasus dukungan Airlangga ke partai Golkar ke mahkamah kehormatan partai politik.
Karena dukungan Airlangga ke Prabowo dianggap bukan atas persetujuan kelembagaan golkar.
Kondisi ini memancing spekulasi apakah ada intervensi dan campur tangan dalam kondisi ini.
Kelima, naiknya Elektabilitas Prabowo.
Beberapa lembaga survei dalam rilisnya menyampaikan trend naiknya elektabilitas Prabowo. Bahkan ketika disandingkan dengan Calon Wakil Presiden manapun. tentu saja hal ini membuat PDIP dan Ganjar mulai berhitung. Yang membuat kondisi panas, disebut-sebut semua ini diakibatkan oleh Jokowi Efect.
Karena beberapa bulan terakhir ini, Jolowi dianggap “king maker” dalam memainkan percaturan politik dalam konteks Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Saya berharap sepanas-panasnya suhu politik, para elit dan aktor politik diharapkan mendewasakan, menyehatkan dan tidak saling menjatuhkan. Terlebih jangan sampai orientasi kekuasaan yang dominan namun rakyat yang dikorbankan dalam perspektif apapun.