4 Kali Kebanjiran, Ponpes Salafiyah Jatinunggal Tuntut Perhatian Perusahaan Tambang Dan Pemerintah
BOGOR-KITA.com, RUMPIN – Musibah banjir yang melanda belasan rumah warga di RT 01 RW 06 Kampung Jatinunggal Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin ternyata bukan baru saat ini terjadi.
Menurut keterangan warga, setidaknya sudah terjadi empat kali musibah banjir merendam belasan rumah dan sebuah pondok pesantren yang berada di Kampung Jatinunggal tersebut.
Hal ini dibenarkan Pengasuh Ponpes Salafiyah Jatinunggal, Ustad Fahru Boa saat dihubungi redaksi media ini. Dia menjelaskan, akibat terendam banjir tersebut banyak buku kitab, peralatan santri hingga kobong yang rusak.
“Jadi sebenarnya bukan karena faktor hujan deras dan adanya tanggul yang jebol saja jadi penyebab banjir. Tapi juga karena banyaknya lumpur bekas galian yang bikin dasar sungai jadi dangkal,” ungkap Ustad Fahru.
Pria yang karib dipanggil Abah Boa ini menegaskan, dalam kurun beberapa tahun terkahir, sudah empat kali terjadi banjir dan merendam sekitar 15 rumah warga termasuk kobong ponpes.
“Kami meminta perhatian dari pihak perusahaan tambang dan pemerintah untuk memberi solusi jangka panjang agar banjir tidak terus terjadi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, bukan berarti bantuan makanan dan lainnya tidak bermanfaat, tapi yang lebih penting lagi adalah solusi bagaimana agar Kali Cibunar ini bisa kembali bersih, tidak cetek (dangkal), dan tidak menjadi rawan banjir.
“Seharusnya pihak perusahaan peduli pada kondisi kali. Rutin dibersihkan, diangkat endapan lumpur nya. Mereka itu usaha disini, jangan cuma mikir cari keuntungan saja, tetapi tidak punya kepedulian,” cetus Abah Boa.
Ia menegaskan, jika tidak ada solusi jangka panjang dan kepedulian soal perawatan Kali Cibunar, maka banjir bisa saja terus terjadi. Menurutnya, pihak perusahaan tambang dan pemerintah seharusnya lebih peka dan peduli atas masalah – masalah di tengah warga.
“Alam sudah memberikan peringatan. Masa kami harus juga kasih pelajaran ke perusahaan tambang dan pemerintah. Kami minta mereka peduli dan jangan tutup mata atau pura-pura nggak tau,” tandas Abah Boa.
Dirinya menjelaskan, ada puluhan anak santri yang saat ini sedang menuntut ilmu agama di ponpes. Tapi akibat banjir rutinitas belajar itu terganggu. Karena majelis dan kobong terendam banjir.
“Dampak lainnya, air di sumur jadi keruh. Banyak peralatan santri juga rusak. Ini kan tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Dampak banjir juga dirasakan belasan keluarga lainnya yang berada dan tinggal di kampung ini,” tegasnya.
Abah Boa menambahkan, di ponpes salafiyah Jatinunggal ada sekitar 30 kobong (kamar santri). Karena dampak banjir, material kayu dan bambu sering alami kerusakan karena terendam air.
“Kami harap kejadian musibah banjir ini bisa mengetuk hati dan membuka mata pelaku usaha tambang dan pemerintah agar lebih peduli kepada dampak negatif yang dirasakan warga,” ujarnya.
Abah Boa juga mengungkapkan, telah mendapat undangan untuk musyawarah di Kantor Desa Cipinang bersama pihak perusahaan, kecamatan dan desa guna membahas masalah banjir tersebut.
“Kami hanya meminta perhatian dan kepedulian. Jangan sampai masalah banjir hanya dianggap selesai dengan bantuan mie dan sejenisnya. Perhatikan lingkungannya, sungainya, sampahnya. Masa harus warga dan santri saja yang merawat,” tutup Abah Boa. [] Fahry