Nasional

10 Kali, Pencurian Peralatan Monitoring Gempa Dan Tsunami BMKG, Membahayakan Keselamatan Masyarakat

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sejak 2015 telah terjadi setidaknya sebanyak 10 kali kasus pencurian dan perusakan terhadap peralatan monitoring gempa dan peringatan dini tsunami yang dikelola BMKG.

Rincian kasus tersebut yaitu pada tahun 2015 di Cisompet, Garut, Jawa Barat (2 kali). Tahun 2017 di Muara Dua, Sumatera Selatan dan pada tahun 2018 di Manna, Bengkulu. Lalu pada tahun 2022 di Indragiri Hilir, Riau.

Tahun 2022 di Kluet Utara, Aceh Selatan dan
tahun 2022 di Sorong, Papua Barat. Kasus serupa terjadi pada tahun 2022 di Jambi.
Tahun 2022 di Sausapor, Tambrauw, Papua Barat, tahun 2024 di Pulau Banyak, Aceh Singkil dan tahun 2025 ini terjadi di Sidrap, Sulawesi Selatan sebanyak 4 (empat) kali.

Hal ini diungkapkan Direktur Gempa bumi dan Tsunami BMKG Dr. Daryono, S.Si., M.Si.
dalam keterangan resmi kepada sejumlah redaksi media, Sabtu (15/2/2025).

Ia menjelaskan, kasus terbaru pencurian dan perusakan terhadap peralatan monitoring gempa dan peringatan dini tsunami terjadi di Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, pada 12 Februari 2025 sekitar pukul 23.00 WITA.

Baca juga  Pilkada 2020, Ketua Dewan Pers Ingatkan Media Tak Berpihak

Dalam kejadian ini, pencuri mengambil sebanyak 6 unit aki yang digunakan untuk menghidupkan sensor seismograf serta 2 unit panel surya yang terpasang di atas bangunan shelter stasiun SPSI Sidrap.

“Ini merupakan kasus ke – empat kalinya pencurian dan perusakan peralatan BMKG yang terjadi di lokasi yang sama,” ucapnya.

Daryono menuturkan, pada kejadian kali ini, pencuri membongkar bangunan shelter, masuk ke dalamnya, dan mengambil seluruh baterai (aki) yang berfungsi sebagai sumber daya utama bagi stasiun monitoring gempa.

“Akibatnya, BMKG terpaksa mencabut seluruh peralatan yang tersisa, termasuk sensor, digitizer, dan peralatan komunikasi, untuk menghindari kerugian lebih besar,” imbuhnya.

*Daerah Rawan Gempa*

Daryono menjelaskan, wilayah ini secara tektonik merupakan daerah rawan gempa karena berada di jalur patahan aktif Sesar Walanae. Berdasarkan laporan Pusat Gempa Nasional (Pusgen, 2017), Sesar Walanae di Sulawesi Selatan bukanlah sesar mikro, melainkan sesar regional yang bisa emicu gempa hingga magnitudo M7,1.

Baca juga  Berkat Program Milenial Bangun Sekolah, Dompet Dhuafa Hadirkan Gedung Baru MIS Nurul Huda

Menurut peta seismisitas atau kegempaan, kawasan Teluk Mandar, Pinrang, Rappang, dan Pare Pare memiliki tingkat aktivitas kegempaan yang sangat tinggi akibat aktivitas Sesar Walanae.

“Selain gempa bumi, wilayah ini juga berpotensi mengalami dampak ikutan gempa yaitu longsor (landslide), runtuhan batu (rockfall), dan likuifaksi,” jelasnya.

Sebagai catatan, wilayah ini pernah diguncang gempa dahsyat berkekuatan Mw6,0 pada 29 September 1997, yang mengakibatkan: 16 orang meninggal dunia, 35 orang luka berat, 50 rumah rusak berat, dan lebih dari 200 rumah rusak ringan.

*Dampak Pencurian Terhadap Keselamatan Masyarakat*

Daryono menegaskan, pencurian peralatan BMKG sangat merugikan keselamatan masyarakat, karena tanpa sensor gempa yang berfungsi, maka kecepatan dan akurasi BMKG dalam memberikan informasi gempa dan peringatan dini tsunami di Sulawesi Selatan akan menurun.

“Perlu diingat, bahwa wilayah Sulawesi Selatan juga pernah terdampak tsunami dari Teluk Mandar yang dipicu gempa Mw6,3 pada 11 April 1967, menyebabkan 58 orang meninggal dunia,” ujarnya.

Baca juga  PSBB Hari ke-51 di Jakarta: Positif Baru Turun, 101 Jadi 7.228 Orang

*Imbauan kepada Masyarakat dan Pemerintah Daerah*

Terkait hal ini, BMKG memohon dengan sangat kepada masyarakat untuk tidak melakukan vandalisme, perusakan, atau pencurian peralatan BMKG. Jika belum bisa aktif terlibat dalam mitigasi bencana dan pengurangan risiko bencana, setidaknya jangan merusak alat yang bertujuan melindungi keselamatan banyak orang di Sulawesi Selatan.

“Kami juga meminta pemerintah daerah untuk ikut berperan dalam mengamankan peralatan BMKG yang telah dipasang di lokasi strategis demi kepentingan masyarakat Sulawesi Selatan,” harapnya.

Daryono menambahkan, dalam situasi dan kondisi saat ini, tidak mudah untuk segera mengganti peralatan yang hilang atau rusak, karena peralatan tersebut menggunakan teknologi canggih dengan biaya yang sangat tinggi.

“Oleh karena itu, kami berharap pengertian dan perhatian dari semua pihak untuk menjaga keberlangsungan sistem peringatan dini bencana di Sulawesi Selatan khususnya dan di seluruh wilayah Indonesia pada umumnya,” tandas Daryono. [] Fahry

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top