BOGOR-KITA,com, JAKARTA – Data klaim BPJS Ketenagakerjaan membingungkan karena jumlahnya tidak sesuai dengan data jumlah pemutusan hubungan kerja atau PHK akibat pendemi covid-19.
Hal ini dikemukakan Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP BPJS) Hery Susanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/6/2020) sore.
Hery Susanto mengatakan, ada banyak sumber data PHK akibat pandemi covid-19. Hingga Mei 2020, data Kemenaker menyebutkan ada 3 juta pekerja yang mengalami PHK. Sementara itu data Kemenkeu menyebutkan ada 5 juta pekerja, data Kadin 6.4 juta pekerja alami PHK.
Sementara Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, mengungkapkan bahwa pada akhir Mei lalu ada 1,161 juta kasus klaim JHT. Namun, awal bulan Juni ini, menurutnya data tersebut berubah lagi, di mana secara nasional klaim JHT ada 921 ribu kasus. Sebelumnya lagi, Krisna Syarief, Direksi Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan mengatakan ada 790 ribu kasus pengajuan klaim jaminan hari tua atau JHT.
Menurut Hery Susanto, data dan informasi yang disampaikan BPJS ketenagakerjaan membingungkan publik.
“Besarnya kasus PHK sudah pasti berdampak pada peningkatan jumlah kasus klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan, mengapa jumlah kasus klaim JHT justeru tidak berbanding lurus terhadap kasus PHK,” kata Hery Susanto.
Hery Susanto juga mengritisi sistem pelayanan klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan yang masih menerapkan pembatasan kuota pelayanan klaim yang minim dan tidak sebanding dengan jumlah fakta pekerja korban PHK di lapangan.
“Kuota pelayanan klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan masih membatasi jumlah peserta yang sebenarnya. Jadi pembatasan kuota pelayanan klaim itu subtansi persoalannya di bagian hulu, bukan pada penanganan kecepatan pelayanan via model one to many yang saat ini sedang diujicoba BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Hery Susanto mengapresiasi BPJS Ketenagakerjaan yang telah menyediakan berbagai kanal klaim yang dapat digunakan oleh peserta melalui protokol Layanan Tanpa Kontak Fisik (LAPAK ASIK), yang terdiri dari kanal online, offline dan kolektif.
Namun, katanya, LAPAK ASIK offline ini tetap tidak mempertemukan petugas BPJS Ketenagakerjaan dan peserta secara langsung. Kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan menyediakan bilik- bilik yang dilengkapi layar monitor yang terhubung dengan petugas secara video conference untuk kebutuhan komunikasi dan verifikasi data.
Melalui metode ini, setiap petugas Customer Service Officer (CSO) melayani 4-6 orang sekaligus dalam waktu bersamaan, sehingga metode pelayanan ini disebut “One to Many”.
Hery Susanto mengatakan model one to many tersebut mempunyai pengertian relasi antara satu karyawan BPJS Ketenagakerjaan dan beberapa peserta klaim BPJS Ketenagakerjaan. Satu karyawan BPJS Ketenagakerjaan melayani lebih dari satu peserta klaim BPJS secara offline.
“Jadi model one to many pelayanan klaim BPJS ketenagakerjaan itu hanya mempercepat proses pelayanan dari pengajuan klaim JHT yang telah terdaftar, bukan mengakomodasi peserta yang masih kesulitan akibat tertolak mendaftar klaimnya sebab ada pembatasan kuota pelayanan klaim online di sektor hulu yang selalu penuh. Pembatasan kuota pendaftaran pelayanan klaim BPJS Ketenagakerjaan harus dicabut alias non kuota, biarkan sesuai faktanya,” kata Hery Susanto. [] Admin