BOGOR-KITA.com, BOGOR – Survey yang dibuat oleh Lembaga Survey Indikator tentang kualitas demokrasi di Indonesia setelah 7 bulan pandemi, cukup banyak jadi objek bahasan di televisi. Namun, dari tiga objek yang disurvey, isu tentang kualitas demokrasi mendominasi. Isu pilkada dan capres kurang mendapat perhatian.
Padahal “Hari H” pilkada yang digelar serentak di 270 wilayah, 9 Desember 2020, sudah di ambang pintu.
Isu pilkada yang disurvey dinilai cukup penting dipublikasi, karena di masa pandemi ini banyak warga yang memilih tidak keluar rumah jika tidak penting.
Bagaimana dengan pilkada? Apakah masyarakat melihat pilkada sebagai suatu yang penting dan terdorong datang ke tempat pemilihan suara atau TPS memberikan suaranya pada 9 Desember 2020 mendatang?
Dari laporan yang didownload BOGOR-KITA.com dari situs yang dikelola Indikator, survei dilakukan pada 24-30 September 2020, dengan 1.200 responden. Sebanyak 1200 responden ini dipilih secara acak dari 206.983 responden pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang 2 tahun terakhir.
Secara rata-rata, sekitar 70% di antaranya memiliki nomor telpon. Jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelpon sebanyak 5.614 data, dan yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei yaitu sebanyak 1200 responden
Sekitar 57.4% dari 1.200 responden tinggal di wilayah di mana akan diselenggarakan pilkada serentak Desember mendatang.
Seperti apa minat masyarakat datang ke tempat pemilihan suara atau TPS pada pilkada 9 Desember mendatang?
Menurut survey, partisipasi publik diperkirakan rendah. Ini berarti golput akan tinggi.
Selengkapnya kesimpulan Indikator termasuk soal penundaan pilkada, dan kaitannya dengan covid-19, sebagai berikut:
- Seandainya Pilkada serentak tetap diselenggarakan, pontensi partisipasi juga tampak rendah, hanya sekitar 43.9% responden yang berada di wilayah yang akan melaksanakan Pilkada serentak Desember mendatang, menyatakan besar atau sangat besar kemungkinannya datang ke TPS.
- Publik terbelah dalam menilai apakah Pilkada serentak sebaiknya ditunda atau tetap diselenggarakan. Pada kelompok responden yang berada di wilayah yang akan menyelenggarakan Pilkada, sekitar 47.9% menilai sebaiknya Pilkada ditunda pelaksanaannya, sekitar 46.3% menilai Pilkada sebaiknya tetap dilaksanakan karena tidak tahu kapan pandemi berakhir, dan selebihnya tidak bisa menilai, 5.8%.
- Seandainya Pilkada serentak tetap diselenggarakan, mayoritas menilai metode pemilihan tetap dilakukan di TPS, 57.2%. Kegiatan kampanye dilakukan secara terbatas, tertutup dengan peserta maksimal 50 orang (45.4%), atau kampanye secara virtual atau daring (33.9%). Ini terutama karena publik menilai bahwa penyelenggaraan Pilkada serentak sangat rawan terhadap penyebaran virus corona, 83.5%.
- Mayoritas publik berpendapat, jika ada calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan maka diskualifikasi dari pencalonan merupakan sanksi yang sepadan. \
Sumber: Survey Indikator
[] Admin