Nasional

Sri Mulyani Kenakan Zoom PPN, Trump Ngomel

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Aplikasi zoom menjadi sangat terkenal di Indonesia sejak pandemi covid-19. Hampir seluruh rapat di pemerintahan mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintahan daerah menggunakan aplikasi zoom dalam melakukan rapat daring. Aneka seminar yang sebelum pandemi dilaksanakan di hotel dan tempat pertemuan dengan mengumpulkan banyak orang, kini digelar secara daring, salah satunya dan yang paling populer adalah menggunakan aplikasi zoom.

Tidak heran kalau Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani mulai mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen, bagi perusahaan pengelola zoom dan aplikasi lainnya. Akibatnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump ngomel, tak terima perusahaan milik Amerika itu dikenai pajak.

Pengenaan pajak aplikasi zoom yang masuk dalam kategori pajak digital itu, dikemukakan Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sesuai Rapat Terbatas Kabinet, Rabu (3/6/2020).

Baca juga  Market Place untuk Komunitas, Mal Online untuk Semua

Sri Mulyani mengatakan, netflix hingga zoom mulai bulan depan harus menyetorkan pajak ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selama ini perusahaan ini tidak bayar PPN dengan dalih bukan Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Tak pelak, Amerika Serikat (AS) ngomel. “Presiden Donald Trump khawatir bahwa banyak mitra dagang kami mengadopsi skema pajak yang dirancang untuk menargetkan perusahaan kami secara tidak adil,” kata perwakilan USTR Robert Lighthizer, dikutip dari Reuters, Rabu (3/6/2020).

“Kami siap untuk mengambil semua tindakan untuk membela bisnis dan kepentingan kami dari diskriminasi semacam itu,” kata Robert Lighthizer.

Namun, Sri Mulyani menanggapi enteng. Soal “pajak digital saya gak mau jawab dulu,” ujar Sri Mulyani.

Baca juga  Bekraf Dorong Kreatfitas Anak Muda Lewat Industri Game dan Aplikasi

Pakar keamanan siber Indonesia Dr Pratama Persadha menilai, pengenaan pajak digital terhadap zoom dan aplikasi lainnya merupakan hal wajar.

Kepada BOGOR-KITA.com, Rabu (3/6/2020), Pratama Persadha mengatakan perusahaan teknologi digital itu bisa memperoleh keuntungan dari berbagai sumber.

“Setiap perusahaan tentu berbeda-beda. Namun umumnya perusahaan teknologi, salah satu keuntungan utamanya adalah dari data dan dari bursa saham, bagi yang sudah go public. Bagi yang belum, investor akan datang dan menanamkan modal,” kata Pratama.

Netlix, Zoom dan Spotify, penghasilan utamanya dari biaya langganan bulanan para penggunanya. Bahkan netflix tidak ada mode gratis, beda dengan zoom dan spotify yang menyediakan mode gratis dengan fitur terbatas.

Baca juga  Gelar Halalbihalal, Industri DPLK Tegaskan Pentingnya Program Pensiun Pasca Covid-19

“Spotify membuka iklan bagi pihak ketiga. Netflix membuka iklan, terutama bagi film-film yang mereka produksi. Bahkan rencananya Netflix juga akan menyiapkan kerja sama dengan sejumlah jaringan bioskop untuk memutar film mereka,” kata Pratama.

Apa konsekuensi bagi publik apabila zoom, spotify, netflix dikenai PPN?

“Kemungkinan besar ada kenaikan karena faktor biaya PPN. Namun bisa jadi juga tetap, karena mereka sudah menyiapkan dana tersebut. Artinya komponen biaya pajak sudah dimasukkan dalam biaya langganan di Indoneisa, kita lihat saja,” kata Pratama.

Yang pasti, kata Pratama, pemeirntah harus tahu bagaimana menentukan pajak untuk raksasa teknologi. Misalnya dalam hal Google, pemerintah masih kesulitan menagih pajak yang semestinya,” tutup Pratama. [] Hari

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top