Pemkot Bogor: Penyegelan Kelurahan Kencana Perbuatan Pidana
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Penyegelan Kantor Kelurahan Kencana dapat dikategorikan perbuatan pidana, dikarenakan menyegel dengan sewenang-wenang fasilitas pelayanan masyarakat berupa gedung pemerintah.
Hal ini dikemukakan Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta, Senin (4/1/2021).
“Perbuatan melanggar hukum ini harus diberi konsekuensi karena melakukan tindakan main hakim sendiri, ini negara hukum dan kita semua harus hormati,” kata Alma yang dikneal sebagai Kabag Hukum yang aktif.
Penyegelan Kantor Kelurahan Kencana itu dilakukan H. Edyson Muslim yang mengklaim lahan kantor itu adalah miliknya.
Alma mengakui bahwa ada masalah di atas lahan kantor kelurahan itu. Tetapi, katanya, hal itu tidak lantas dilakukan dengan penyegelan.
Alma menerangkan, soal bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak penggugat maupun pihak pemkot sebagai tergugat, akan dipastikan keabsahannya saat persidangan nanti.
Maka seyogyanya tidak ada tindakan yang terlalu berlebihan seperti yang dilakukan penggugat, karena telah mengganggu ketertiban umum, ketenteraman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Oleh karenanya diharapkan agar penyegelan fasilitas pemerintah segera dibuka dan tidak terjadi lagi,” tandas Alma.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim juga menyampaikkan respons tegas terkait penyegelan itu.
Dedie yang mantan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan mengeluarkan ancaman, apabila segel tidak dibuka, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui bagian Hukum dan HAM akan mempidanakan H. Edyson Muslim.
Dedie rachim menegaskan, penyegelan kantor Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal itu, selain berujung kericuhan antara warga dan pihak Edyson, juga berimbas kepada pelayanan di kantor kelurahan tersebut.
Menurut Dedie, dulu pihak penggugatnya Edyson, membuat surat penyerahan PSU kepada Pemkot Bogor tahun 1999. Kemudian tahun 2000 oleh Wali Kota Bogor saat itu Edi Gunardi sudah ditetapkan jadi bagian dari aset pemkot.
“Tetapi tahun 2004 Edyson mengeluarkan lagi surat yang menyatakan bahwa lahan itu bukan lahan PSU. Jadi menurut saya, kami harus lihat hasil putusan dari Mahkamah Agung (MA). Kemudian, jika pemerintah harus membayar, kami siap bayar. Tadi masyarakat marah kenapa harus di segel, kan mengganggu pelayanan. Saya tadi pagi sudah bilang kalaupun harus ditutup ya harus buat pelayanan darurat, di mana tempatnya ya cari,” ungkap Dedie kepada wartawan.
Dedie menjelaskan, pihaknya akan mencari solusi yang baik. Apabila memang pemkot harus membayar kompensasi terhadap lahan dan itu sesuai dengan aturan juga ketentuan, siap dilaksanakan. Tetapi harus sesuai keputusan MA.
“Saya sudah sampaikan kepada BKAD untuk menyelesaikan permasalahan ini, apa kepastian atas lahan tersebut apakah milik pemkot atau bukan,” kata Dedie. [] Ricky