Laporan Utama

Guru Besar IPB University Jelaskan Implementasi Artificial Intelligence dan Blockchain pada Sistem Rantai Pasok Pertanian

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Bidang pertanian merupakan bidang yang sangat dinamis. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia, perlu pengembangan teknologi pertanian guna meningkatkan produktivitas. Tapi di sisi lain, teknologi tersebut harus memenuhi aspek keberlanjutan yang berbasis lingkungan.

Dunia juga semakin mendekati era agroindustri 5.0, sementara Indonesia harus menggenjot pengembangan teknologi pertanian yang belum seluruhnya mengadopsi teknologi 4.0. Prof Yandra Arkeman, Guru Besar IPB University dari Fakultas Teknologi Pertanian mengatakan pengembangan agroindustri 5.0 ini penting karena dunia menghadapi tiga bidang strategis di masa depan.

Ia menyebutkan, tiga bidang itu adalah pengembangan industri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian dengan mengedepankan nilai tambah, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Ketahanan pangan, ketersediaan air bersih, bioenergi dan obat-obatan alami untuk keberlangsungan hidup masyarakat. Serta penggunaan teknologi digital maju seperti kecerdasan buatan, internet of things dan blockchain secara masif.

Baca juga  Tim IPB Temukan Vaksin Cegah Ikan Laut Mati Rugikan Rp5 T Per Tahun

“Hal-hal inilah yang akan mewarnai agroindustri masa depan, sehingga kita harus mengembangkan teknologi agroindustri 4.0 atau 5.0. Bila tidak ditunjang oleh teknologi digital maju, ia menjadi kurang efektif dan berdaya saing,” katanya dalam Webinar Agroindustri Seri ke-1 Pusat Riset Agroindustri, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rabu (21/9/2022).

Menurutnya, agroindustri merupakan pendekatan baru di bidang pertanian, setelah selama ini selalu dibangun dengan push strategy. Berbagai pihak berusaha meningkatkan produksi pertanian tanpa peduli komoditas yang diinginkan pasar. Akhirnya, harga komoditi pertanian relatif rendah dan terjadi over produksi yang merugikan petani.

“Pertanian seharusnya dibangun dengan pull strategy. Kita mendirikan agroindustri untuk menarik atau menghela sektor pertanian. Dengan pendekatan ini, hasil pertanian akan menjadi bahan baku industri. Sementara itu, industri bertanggung jawab untuk menaikkan value added dari hasil pertanian semaksimum mungkin, sehingga tidak ada hasil pertanian yang berlebih karena industri bisa menampungnya,” jelasnya dalam rilis Selasa (27/9/2022).

Baca juga  Bima Tantang Warga Tiru Suara dan Gaya “Om Telolet Om”!

Dalam memajukan agroindustri, harus meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan kemampuan inovasi sistem manufaktur. Meningkatkan efisiensi sistem logistik dan rantai pasok yang menjadi penghubung antara pertanian, industri, dan pasar. Memajukan sistem pemasaran agar produk industri dengan mudah diserap oleh konsumen.

“Pertanian dihela oleh industri, industri dihela oleh pasar. Namun kita harus ingat bahwa semua ini harus didukung oleh teknologi digital maju seperti AI (Artificial Intelligence) dan blockchain sehingga timbul konsep agro industry 4.0 atau 5.0. Oleh karena itu, kita tidak hanya bercita-cita sebagai lumbung pangan dunia namun menjadi pusat agroindustri dunia,” pungkasnya.

Ia juga menjelaskan pentingnya penggunaan kecerdasan buatan dan blockchain mengingat prediksi permintaan dan ketersediaan dalam sistem rantai pasok agroindustri harus presisi. Sehingga perlu menggunakan deep learning oleh AI. Untuk memastikan bahwa hasil pertanian sampai ke tangan konsumen dengan baik juga perlu sistem pencatatan transaksi yang terpercaya, transparan dan tertelusuri. Sehingga memerlukan blockchain. [] Hari

Baca juga  Buku Bustanul Arifin Buka Cakrawala Baru Perekonomian Beras
Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top