Kab. Bogor

Ade Yasin Sampaikan Konsep Penyelamatan RTH Kawasan Puncak kepada Kementerian ATR/BPN

Ade Yasin

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Di Hadapan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bupati Bogor, Ade Yasin menyampaikan konsep pengendalian dan penertiban tanah di kawasan Puncak dalam rangka menyelamatkan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hal itu disampaikannya pada talkshow bertajuk “Kolaborasi Dalam Penyelamatan Kawasan Puncak Bogor”, di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, Jumat (5/11/2021).

Ade Yasin menjelaskan, Ruang Terbuka Hijau yang difungsikan di kawasan Puncak berada di tiga wilayah yaitu Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, dengan luas wilayah 18.347,06 hektar. Ada hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan peruntukan perkebunan. Jadi yang disebut kawasan Puncak itu, Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, ini perlu dilakukan kembali pendataan, penataan, penertiban, pengendalian dan pengembalian fungsi tata ruang yang ditetapkan.

“Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kita akan melakukan revisi tentang keberadaan peruntukan kawasan hutan lindung dan penyesuaian Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur, yang berpotensi akan menambah RTH di kawasan Puncak,” jelas Ade Yasin.

Baca juga  Corona Kabupaten Bogor: Positif Naik, 28, Sembuh Naik, 31

Ade Yasin menambahkan, kalau dari tata ruang, sebetulnya sesuai dengan aturan. Apapun yang dibangun sudah sesuai dengan aturan, tetapi kadang-kadang ada pemegang hak HGU yang juga nakal jadi pemegang hak HGU dia seharusnya bertanam kopi misalkan tetapi tanah itu tidak ditanami kopi asal saja ditanam agar mereka terlihat seperti menanam kopi. Tetapi di dalam tanah HGU itu ada tanah-tanah yang disewakan kepada investor, misalkan restoran, hotel dan lain sebagainya sehingga ini juga mengganggu konservasi di sana.

“Ada beberapa HGU yang terbengkalai yang tidak diperpanjang, kenapa tidak disewakan ke DKI untuk jadi RTH, tetapi jangan ke negara lagi sewanya, ke Bogor dong, Bogor kan yang memelihara dan merawat, sehingga pemeliharaannya bisa diserahkan ke Bogor, tetapi kontribusinya dari Jakarta saya kira itu fair,” tambahnya.

Baca juga  Pemkab Bogor Dukung Rencana Pemprov Bikin Portal di Rumpin

Ade Yasin menyarankan, daripada sekarang HGU terbengkalai tetapi akhirnya dicaplok.

“Yang paling sulit diantisipasi dan kita ga bisa galak adalah, yang beli kepada penggarap itu adalah orang-orang berdasi dan berpangkat. Istilah kami bangsawan lah begitu. Ketika bangsawan masuk, ya galakkan bangsawan daripada kita, ini kan agak sulit juga,” ujar Wakil Ketua Umum APKASI itu.

Ade Yasin mengungkapkan, kemudian kendala lainnya di kawasan Puncak ini kan ada kewajiban dari perkebunan itu adalah menyisakan lahan 20% untuk plasma. Kalau kita berikan kepada petani untuk mengelola misalkan perkebunan teh di sana, tidak mungkin semua bisa berkebun teh. Jika mereka berkebun teh pun, mau jual kemana. Jadi seharusnya plasma itu bisa kita lakukan untuk komoditi lain, misalkan kopi, buah atau sawah.

Baca juga  Kuasa Hukum Ade Yasin Yakin Majelis Hakim Vonis Bebas Kliennya

“Kalau kebun teh rasanya hanya perusahaan besar yang bisa menggarap. Jadi setidaknya untuk menyelamatkan RTH itu plasma untuk kebun teh, tidak diberikan di perkebunan tersebut tetapi bisa berpindah ke yang lain. Misalkan di wilayah lain yang tidak untuk perkebunan teh. Jadi menyesuaikan dengan kemampuan petani, misalkan bisanya cabai atau bisanya sayuran dan lain-lain,” ungkap Ade.

Saya kira, lanjut Ade, ini mungkin bisa menyelamatkan RTH juga karena ketika plasma itu diberikan kepada masyarakat, itu tidak hanya ditanami, barangkali dia buat rumah disitu, buat bangunan disitu dan lain lain. Kita tidak mungkin bisa mengawasi seterusnya plasma tersebut. [] Hari/Diskominfo

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top