Kota Bogor

21 Mei Tertular Covid-19 Melonjak Hebat, Jangan Salahkan Masyarakat

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Jangan melulu menyalahkan masyarakat, sebaliknya pemerintah harus melakukan evaluasi terkait pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB.

Hal ini dikemukakan pengamat sosial Yusfitriadi menanggapi lonjakan hebat tertular baru corona pada 21 Mei 2020 yang mencapai 973 orang.

“Saya sangat tidak sepakat apabila masyarakat selalu disalahkan dalam kasus penyebaran covid-19 ini,” kata Yusfitriadi yang juga Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju kepada BOGOR-KITA.com, Jumat (22/5/2020).

Yusfitriadi intens mengikuti perkembangan corona, baik di Indonesia maupun di daerah temasuk Kota dan Kabupaten Bogor. Melalui Yayasan Visi Nusantara Maju Yusfitriadi beberapa kali menggelar webinar tentang corona.

Terkait angka tertular baru pada Kamis 21 Mei 2020, Yusfitriadi mengatakan, angka yang sangat fantastik seperti itu terjadi beberapa hari terakhir.

“Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena durasi pandemi bisa semakin panjang,” kata Yus, sapaan akrab Yusfitriadi.

Bagaimana ini bisa terjadi?

Menurut Yus, masalahnya ada di pemerintah. “Saya tidak sependapat masayarakat selalu disalahkan,” kata Yus.

Baca juga  Bandel Tak Bayar Pajak, Sejumlah Rumah Mewah di Kota Bogor 'Ditandai'

Yus kemudian menyebut masalah di pemerintahan dalam menangani covid-19. Kesalahannya adalah terkait pendekatan yang dilakukan pemerintah. “Ini faktor yang paling dominan,” kata Yus.

Dikatakan, pemerintah terlalu menekankan pendekatannya pada pendekatan politik struktural, dan sangat lemah menggunakan pendekatan kultural atau pendekatan sosial.

Yang dimaksud pendekatan politik struktural adalah, pemerintah banyak mengeluarkan aturan, instruksi dan berbagai pernyataan pada semua tingkatan pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat sampai pada penerintah di tingkat paling bawah, yaitu tingkatan desa, RW dan RT.

Namun pemerintah tidak pernah menpertimbangkan, bagaimana karakteristik sosial dan budaya masyarakat Indonesia dalam memandang aturan yang dikeluarkan.

Tradisi masyarakat dalam menerapkan kedisiplinan di berbagai bidang sangat lemah, bahkan untuk menjaga kelangsungan hidup dirinya pun masyarakat adakalanya lemah. Kedisiplinan tidak menjadi prioritas bagi masyarakat kita. Sehingga dari segi aturan dan kebijakan apa pun yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak akan pernah implementatif secara signifikan.

Baca juga  Tindak Lanjut Kasus Korupsi Dana BOS, Kejari Kota Bogor Sita Sejumlah Dokumen dari Kantor Disdik

“Dalam hal ini  pemerintah abai. Seharusnya pemerintah tidak hanya membuat aturan, tetapi juga harus mempersiapkan pengawasan yang kuat di level implentasi dengan penegakan aturan yang tegas,” kata Yus.

Karena tidak ada pengawasan dan penegakan aturan yang tegas akibatnya seperti sekarang ini.

Yusfitriadi menggambarkan masalah yang terjadi sekarang ini dalam empat hal.

Pertama, ketiadaan peran pengawasan baik peran kelembagaan legislatif maupun kelembagaan lain dalam penanganan covid-19. Ini berpotensi dimanfaatkan oleh pelaksana penanganan covid-19  yang bernama gugus tugas, untuk tidak transparan, tidak akuntabel, tidak ada evaluasi kinerja, tidak ada ukuran kinerja yang jelas, dan tidak ada evaluasi progres yang dilakukan secara periodik yang bisa menunjukkan capaian kinerja.

Kedua, Kebijakan PSBB yang diambil oleh pemerintah terkesan dan terlihat ketat secara konseptual, padahal di lapangan benar-benar ambyar.

Bagaimana tidak, di hampir semua tempat berkerumunya masyarakat, protokol covid-19 tidak tidak lagi dipatuhi. Pasar semakin membludak, pemerintah biasa-biasa saja. Cafe dan rumah makan banyak yang buka sampai malam, pengunjung makan di tempat, tetapi pemerintah lagi-lagi tidak bisa berbuat banyak.

Baca juga  Atalia Kukuhkan Yantie Rachim Ketua Jabar Bergerak Kota Bogor

Penggunaan masker dan cuci tangan sudah banyak ditinggalkan di tengah situasi di mana positif covid-29 semakin meningkat, dan pemerintah juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Ketiga, pelaksanaan rapid test yang tidak ramah dengan kondisi sosial. Pemerintah tidak mempertimbangkan lokasi rapid tes yang mudah dijangkau masyarakat. Data hasil rapid test juga terlalu lama.

Keempat, koordinasi gugu tugas hanya terjadi di atas kertas. Kelihatannya memang bagus, namun faktanya sangat lemah, sehingga tidak ada pemetaan kerja yang rinci.

“Oleh sebab itu saya sangat tidak sepakat ketika masyarakat selalu disalahkan dalam kasus melonjaknya penularan covid-19 yang mencapai angka fantastik, 973 orang pada 21 mei 2020. Pemerintah yang harus melakukan evaluasi,” tutup Yus. [] Hari

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top