BOGOR-KITA.com, CIBINONG – Direktur Democracy Electoral and Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi mengapresiasi Bupati Bogor Ade Yasin dan Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudy Susmanto yang menolak permintaan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk menggunakan Stadion Pakansari sebagai lokasi tes massal melalui tes cepat (rapid test) covid-19.
“Wacana kebijakan pemerintah untuk melakukan Covid 19 test melalui Rapid Test masal menurut saya sangat tidak efektif, bahkan akan sangat mungkin malah memberikan kontribusi pada percepatan penyebaran covid 19 itu sendiri. Oleh karena itu keputusan ketua DPRD Kabupaten Bogor dan Bupati Bogor patut diapresiasi yang menolak rencana menyelenggarakan rapid test massal di Pakansari,” kata Yusfitriadi kepada BOGOR-KITA.com, Senin (23/3/2020).
Ia melanjutkan, tidak hanya sekedar jumlah alat rapid test yang jauh dari memadai jumlahnya, yang tersedia 3.000 alat, sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Bogor mencapai 5,8 juta jiwa. Tidak sampai 1 % nya ketersediaan alat dibandingkan jumlah penduduk di Kabupaten Bogor. Selain itu akan banyak ditemukan kendala dalam pelaksanaannya. Seperti bagaimana mobilisasi masyarakat untuk bisa datang ke Stadion Pakansari, bagaimana pengelolaan ketika sudah berkumpul massa, bagaimana upaya antisipasi dan jaminan bahwa dengan berkumpulnya massa dalam jumlah besar tidak akan menyebarkan virus.
“Oleh karena itu saya sepakat rapid test tidak dilaksanakan untuk seluruh masyarakat Kabupaten Bogor, namun harus diklaster, baik klaster endemik maupun klaster yang berpotensi. Selain itu rapid test harus dilaksanakan dengan tidak membebani masyarakat, dimana rapid test harus dilaksanakan dengan mendekatkan tempat rapid test dengan kondisi domisili masyarakat,” kata Yusfitriadi.
Sehingga, lanjut dia, dalam pelaksanaanya rapid test bisa dilaksanakan di puskesmas-puskesmas terdekat, itupun setelah dilaksanakan screening bagi masyarakat yang berpotensi dan terindikasi gejala covid 19. Screening bisa dilakukan melalui gugus tugas dengan menggunakan perangkat petugas kesehatan yang berbasis di desa. Sehingga setiap desa sudah mempunyai data berapa masyarakat yang perlu treatment untuk dilakukan rapid test.
“Selain itu pelaksanaan screening bisa dilakukan sekaligus sosialisasi dan imbauan-imbauan kebijakan pemerintah. Karena di lapangan seakan imbauan-imbauan tersebut nyaris tidak diindahkan oleh masyarakat. Hal itu terlihat pada aktivitas masyarakat di luar rumah yang tidak signifikan perubahannya,” katanya.
Melalui screening tersebut, kata Yusfitriadi, akhirnya akan ditemukan data potensi masyarakat yang rentan terkena covid 19 tersebut, sehingga pemerintah bisa mengukur jumlah ketersediaan alat rapid test tersebut.[] Hari