Kota Bogor

STS Sedang Mempersiapkan Praperadilan SP3 Kasus Angkahong

BOGOR-KITA.com – Ketua Yayasan Satu Keadilan (YSK) Sugeng Teguh Santoso (STS) sedang mempersiapkan berkas untuk mem-praperadilan-kan SP-3 (Surat Perintah) Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Angkahong yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Jabar bernomor No.280/ 0.2/RD.1/06/2017 tertanggal 9 Juni 2017.

Secara bersamaan STS yang juga Sekjen Peradi sedang mempersiapkan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih kasus itu.

Hal ini dikemukakan STS kepada BOGOR-KITA.com di Bogor, Senin (29/10/2018) atau 19 hari setelah ide itu muncul dalam acara (Ngobrol Santai Bareng Sugeng Teguh Santoso) di Savana Camp, di Jalan Semeru, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Rabu (10/10/2018).

Dalam diskusi yang dihadiri berbagai kalangan termasuk kalangan media, tampil dosen Fakultas Hukum dari Universitas Indonesia (UI) Junaedi, S.H.,M.S.i.,L.L.M sebagai nara sumber. Sementara STS tampil sebagai moderator.

Kasus Angkahong sudah lama menjadi isu publik di Kota Bogor. Kasus ini populer disebut kasus Angkahong karena terkait dengan dugaan korupsi pembelian lahan Pasar Jambu Dua milik Angkahong (almarhum).

Kasus itu berawal ketika lahan seluas 7.302 meter persegi itu hendak dibeli oleh Pemkot Bogor untuk dijadikan tempat relokasi pedagang kaki lima (PKL).

Baca juga  Pemkot Juga Harus Urus 240 PKL di Sepanjang Ciliwung di Lahan Angkahong

Pada awalnya, angka yang disepakati oleh DPRD Kota Bogor untuk pembelian lahan itu adalah sebesar Rp 17,5 miliar. Namun, pada APBD Perubahan 2014 dicantumkan anggaran sebesar Rp 49,5 miliar. Pemerintah Provinsi Jawa Barat lalu menyalurkan dana bagi hasil pajak kepada Pemkot Bogor senilai Rp 35 miliar. Lahan itu kemudian dibeli seharga  Rp43,1 miliar.

Kasus ini masuk ke pengadilan. Tahun 2016, tiga terdakwa, yakni mantan Kepala Dinas UMKM Kota Bogor Hidayat Yudha Priyatna, mantan Camat Tanah Sareal Irwan Gumelar, dan Ketua Tim Appraisal Roni Nasrun Adnan, dijatuhi vonis 4 tahun penjara subsider 4 bulan penjara dan denda Rp200 juta kepada masing masing terdakwa. Sementara Bima Arya dan Ade Sarip Hidayat disebut dalam putusan sebagai ikut serta atau pleger.

Sejak itu istilah pleger sangat populer di Kota Bogor yang mengarah kepada Bima Arya. Bima Arya dan Ade Sarip Hidayat tidak kunjung diperiksa oleh kejaksaan. Kasus ini pun seolah dilupakan.

Namun pada Jumat (7/9/2018) kasus ini hidup kembali, menyusul informasi yang diperoleh Sugeng Teguh Santoso dari Yayasan Satu Keadailan (YSK) yang bersama Mohammad Sufi dari LSM Gerak Bogor  yang bertemu Humas Kejati Jabar Raymond Ali di Bandung.

Baca juga  Begini Kebijakan Pembayaran SPP Sekolah di Kota Bogor Saat Covid-19

Dalam pertemuan itu, Raymond Ali menginformasikam bahwa Kajati Jabar sudah menerbitkan Sprindik (surat perintah penyidikan) kasus Angkahong bernomor, No.Print -59 / 0.2/ FD.1/ 01/2017 tertanggal 31 Januari 2017.

Pemberitaan media massa di Kota Bogor ramai kembali menyebut kata pleger. Bima Arya dan Ade Sarip Hidayat diprediksi tinggal menunggu waktu untuk ditetapkan jadi tersangka.

Namun, hanya selang waktu kurang lebih dua minggu, muncul  informasi terbaru yang menyatakan, Kejati Jabar menerbitkan  surat penghentian penyidikan perkara atau SP3 bernomor No. 280/ 0.2/RD.1/06/2017 tertanggal 9 Juni 2017.

SP3 inilah yang menjadi tema bahasan dalam diskusi “NgobrasSTS, yang selalu diawali dengan sajian lagu Bento, dan di tengah diskusi kerab diselingi lagu-lagu yang bernada kritik sosial.

Pertanyaan besarnya adalah, mengapa Kejati Jabar menerbitkan SP3 setelah sebelumnya menerbitkan sprindik? Dalam diskusi tersimpul bahwa SP3 itu dinilai penuh tanya. Sebab, bukankah status Bima Arya dan Ade Sarip sebagai pleger merupakan hasil penyidikan jaksa yang menangani perkara itu?

Baca juga  Kakaren, Pemkot Bogor Kolaborasi dengan Hotel bagikan Makanan Berlebih

Dengan adanya putusan hakim maka status pleger itu dengan sendirinya dapat pula dikatakan sudah memperoleh pengujian oleh majelis hakim yang mengadili perkara itu.

Dalam putusannya, majelis hakim menerima dakwaan jaksa dan dimasukkan dalam putusan. Maka status  pleger Bima dan Ade Sarip itu dapat dikatakan, sudah melalui proses pembuktian di depan pengadilan, atau setidaknya diyakini kebenarannya oleh majelis hakim.

Karena itu terbitnya SP3 dalam kasus Angkahong itu dinilai diliputi tanda tanya. Oleh sebab itu, Sugeng Teguh Santoso yang menyimpulkan hasil diskusi, mengatakan SP3 kasus Angkahong perlu dipertimbangkan untuk di-prapradilankan, atau diminta kepada KPK untuk mengambil alih.

“Saat ni kita sedang mempersiapkan praperadilan. Selain praperadilan yang berisiko tinggi, kita juga sudah menyiapkan berkas untuk diajukan ke KPK agar kasus yang dihentikan oleh Kejati Jabar itu bisa diambil alih oleh KPK yang merupakan lembaga yang dipercaya oleh masyarakat untuk mengusut kasus korupsi. Kita persiapan santai saja. Kalau kalah di praperadilan maka SP3 akan menjadi sebuah kebenaran,” tukasnya. [] Fadil

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top